Chapter 14: Feel enough.

1.3K 187 18
                                    

A day in my life menjadi pengagum bang Hesa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


A day in my life menjadi pengagum bang Hesa.

Dalam artian, gue adalah junior yang mengangumi cara bang Hesa berpikir, bersikap dan menjaga hubungannya dengan orang-orang yang dia kasihi.

Sore ini, kayak biasa; gue smaput dihajar mata pelajaran MTK, sementara Jake yang baru sembuh dari sakit juga keliatan lemes setelah selesai mata pelajaran Bahasa Indonesia. Jadinya dia masuk rumah duluan ketika kami sampai, dan ninggalin gue yang harus mengunci pagar.

"Tumben udah di rumah? Biasanya main sama Juan."

Tanpa sengaja gue dengar suara bang Hesa di teras rumah mereka, sepertinya lagi ngomong sama Tito.

"Abang nih, orang pulang cepat salah! Ntar main dulu juga salah!" suara Tito menyaut, kedengaran kayak beneran kesal anaknya.

"Eh, kok marah-marah? Abang cuma tanya."

Suara bang Hesa yang melembut membuat gue memutuskan untuk ikutan duduk di teras, lalu membuka sepatu dengan perlahan.

Tito menghela napas, sepertinya dia juga duduk di teras sambil mainin kerikil yang udah di susun rapi sebagai hiasan.

"Juan sibuk, kayaknya. Dia nggak bisa terus kalau diajak main. Kemarin dia kepilih buat turnamen."

Bang Hesa berdecak kecil, sekarang pasti dia lagi duduk diam mendengarkan Tito.
"Sean kan ada."

"Sean juga katanya lagi persiapan mau olimpiade."

Bang Hesa ketawa kecil, dan gue juga sebenernya mau ketawa besar. Tito selalu aja kayak anak kecil lucu sekomplek; suka protes dan sulking 24/7, baru ingat umur kalau udah diledekin Sean.

"Yaudah, main sama abang aja kalau gitu."

Lalu diam sesaat sampai suara Tito kedengaran lagi;
"Bukan masalah mainnya ... Emangnya anak kecil; kerjaannya main muluk!"

"Gini lho bang, kadang tuh kalau Juan sama Sean sibuk sama urusan masing-masing; aku masak nggak sibuk apa-apa?"

Ah, si anak kecil lagi insecure ternyata.

"Ya kamu cari aja kegiatan yang lain; yang kamu suka." balas bang Hesa, sepertinya dia paham kalau Tito merasa tertinggal.

"Bola? Tapi bola nggak ngapa-ngapain."

Bang hesa tak membalas lagi, gue kira pergi orangnya; ternyata masih di sana.
"Ya selama kamu senang fine fine aja lah, To. Emangnya kamu mau lihat diri kamu yang seperti apa?"

Kalau gue bisa liat dari balik tembok pagar, gue yakin Tito lagi menggelenglan kepalanya.

"Nggak tau, pokoknya yang ada progress. Pinter kayak Sean, Keren kayak abang, atau nggak ... Rajin kayak Juan."

Bang hesa terkekeh.
"Gimana kalau tetap suka main dan keluyuran tapi tugas-tugasnya selalu selesai kayak Tito yang biasanya?"

Tito diam, dia membiarkan bang Hesa melanjutkan kata-katanya..

Never be Like ThemWhere stories live. Discover now