32. Copy Paste

2.7K 508 107
                                    

Mas Faruq langsung menarik kursi kantor yang Tara duduki. Lelaki itu melindungi putri bosnya saat mendengar pintu ruangan yang terbuka. Ia juga langsung berdiri dan berusaha menutupi Tara dengan tubuhnya. "Selamat Siang, Pak," ucapnya saat Ayah Adi keluar mengantar Pria dengan rambut berwarna putih dan tongkat di tangan, disusul oleh seorang wanita berpakaian ketat di belakang mereka.

"Beneran nggak ikut makan siang sama kita, Di?"

Ayah memberi senyuman sebagai sebuah penolakan dari pria tua tersebut. "Istri saya ngirim makan siang, Pak," jelas beliau dengan sopan. "Nanti ngambek kalo nggak dimakan, terus saya nggak dikasih pintu."

Pak Tua Si Ultimate Rich seketika tertawa pecah. "Santai, masih banyak cewek di luaran, mau saya kenalin sama yang muda?" candanya di sela-sela tawa pria tua itu.

Tara duduk dibalik meja tinggi tempat Mas Faruq bekerja kini sedikit mengintip keadaan di luar. Ekspresi ayah yang tidak tertawa bahkan tersenyum saat partner bisnisnya bercanda itu cukup membuat Tara takjub. Sedari dulu Ayah memang tak pernah suka dengan bercandaan selingkuh atau bahkan poligami, sesetia itu Ayah pada Bunda.

"Eh, kabar anak kamu yang cantik itu gimana? Rumah tangganya bahagia? Kalo nggak mending buat saya saja."

"Bahagia dong, Pak. Sekarang saja lagi nginep di rumah sama suaminya. Alhamdulillah dapet yang bisa nuntun ke arah baik," balas Ayah membanggakan keluarga kecil putrinya. "Jioon juga uda kerja, jadi bisa lebih bertanggungjawab buat Tara."

"Udah hamil belum?"

"Ah, jangan dulu. Tara belum selesai kuliahnya, saya nggak mau nuntut cucu. Biar mereka puas puasin pacaran dulu." Ayah Adi dengan sigap menjawab pertanyaan kliennya itu.

Decakan Si Ultimate Rich membuat Tara semakin penasaran untuk mengintip. "Ah, lemah itu. Coba kalo sama saya, kamu pasti udah punya cucu."

Mas Faruq seketika menduduk, pria itu berusaha menahan tawanya. Sedangkan Tara dengan sebal menendang kaki asisten pribadi ayahnya itu. Bisa-bisanya Mas Faruq tertawa di atas emosi Tara yang ingin sekali melempar pria tua itu ke dermaga.

"Bukan lemah, saya justru saranin mereka buat nanti aja punya anak. Isi masa muda dulu, biar siapin mental, jalan-jalan sama pasangan, kalo punya anak nanti susah berduaan."

Demi apapun, Tara ingin sekali menenggelamkan pria tua itu. Biarkan dia hanyut terbawa arus di laut Jakarta atau sekalian terseret oleh kapal-kapal besar hingga pindah samudera. Untung saja itu tak bisa Tara lakukan, lagipula Ultimate Rich pasti lebih memiliki power dan kuasa. Bahaya kalau sampai Tara yang menghilang.

"Ini beneran nggak mau ikut, Di? Ntar saya kenalin sama pengusaha cantik, dia janda--"

"Nggak, Pak. Saya lagi nunggu istri kirim makanan." Nada tegas sangat terdengar jelas, emosinya mulai terpancing. "Bapak hati-hati di jalan, mari saya antar sampai lift."

Tara paham maksud lain dari perkataan sang ayah. Ia yakin Ayah sudah malas meladeni perkataan klien besarnya dan secara halus mengusir pria tua itu. Setelah pintu lift tertutup dan Pak Tua serta asistennya itu tidak lagi terlihat, Ayah langsung berbalik dan mendekat pada meja Mas Faruq.

"Loh, Mbak Tara?" Mata Ayah sedikit membulat, tetapi setelah itu kembali seperti semua seakan tak terjadi apa-apa. "Emang Bunda ke mana?" tanynya yang sudah paham jika putri sulungnya datang karena sang istri sibuk.

Tara mengambil tas makan siang di meja kerja Mas Faruq lalu berjalan mengikuti sang ayah masuk ke dalam ruangan kerja Presiden Direktur.  "Ada klien yang mau test food, tapi dadakan," jawab Tara sembari membongkar bekal di dalam tas, kotak berisi nasi dan beberapa lauk lainnya. Tara juga menyiapkan piring dan sendok yang sebelumnya memang sudah ada di ruangan Ayah. Keduanya sudah duduk di sofa tamu ruangan ayah.

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang