44. Tempat Berlindung

2.8K 470 73
                                    

Jioon menatap bingung pada sarapan di mangkuk istrinya. "Salad pake ikan tenggiri?" Jioon sampai tak berkedip memperhatikan Tara, mulutnya juga sedikit terbuka. "Kamu lahap banget makannya," komentarnya yang lebih menikmati pemandangan sang istri sarapan. Nasi uduk dan telur balado di piringnya bahkan terabaikan.

Tak ada balasan dari Tara yang sedang berusaha mempertahankan pikiran untuk menganggap salad yang ia buat lebih enak dari apapun. Walaupun pada nyatanya lebih terlihat seperti asinan Bogor yang kuahnya diganti dengan saus wijen, ttapi tak peduli apapun itu, pokoknya ia harus bisa mengusir Brochettes of Salmon Salad yang sejak malam terus menghantuinya.

"Enak tauuu," ucap Tara entah pada Jioon atau pada dirinya sendiri. Yang pasti, ia terus mengunyah selada, tomat, dan wortel yang sudah ia potong kecil-kecil. "Udah siap ngalahin yang ada di restoran hotel mewah." Pipinya bahkan penuh dengan sayuran, sedangkan bibirnya terlihat menipis, seakan pamer pada suaminya kalau ia sangat menyukai sarapan kali ini.

Mulut Jioon masih tetap terbuka, ia terus memperhatikan istrinya tanpa mengedip. "Kamu mabok powerpoint buat sidang skripsi aku, ya?" tuduhnya pelan. Otaknya nmasih terus mencari jawaban lain, Arjioon terus menerka-nerka apa yang terjadi pada istrinya.

Tak heran Jioon menatap istrinya dengan penuh tanda tanya. Tara sudah aneh sejak subuh tadi. Perempuan itu memaksa suaminya untuk mandi sebelum adzan, lalu selesai dengan cucian baju di pukul lima kurang. Tara juga sudah siap dengan segala urusan dapur saat Jioon selesai salat subuh, dan semua siap pada pukul setengah enam kurang. Padahal dulu saat SMA saja Tara bangun menjelang setengah tujuh.

"Kak Jioon hari ini berangkat pagi juga?" tanya Tara dan dijawab anggukan suaminya yang sudah kembali menikmati nasi uduk. "Naik mobil aja, Kak. Kita berangkat bareng."

Telur ceplok yang diberi bumbu balado kembali Jioon abaikan, kali ini masakan Tara kalah menarik dengan sang pembuatnya. Keanehan perempuan itu masih berlanjut sampai ia harus kembali menatapnya. "Jangan, ah," larangnya yang telah kembali melanjutkan sarapan, "masih pagi banget, pasti sepi."

"Pokoknya aku ikut sama kamu, kita berangkat jam 6," tuntut Tara yang sudah menghabiskan sarapannya, lalu disusul dengan menenggak habis susu putih di gelas. "Kamu mending cepet abisin sarapannya, terus kita berangkat abis aku cuci piring."

Jioon tetap diam menelaah istrinya, sendok bahkan masih tertahan di mulutnya, seakan semua kinerja otak hanya untuk memikirkan tingkah aneh Tara. "Kamu kenapa?" tanyanya lalu kembali menikmati nasi uduk yang tersisa sedikit lagi. "Kalo kamu ikut ke kantor sekarang, yang ada malah kebosenan--"

"Enggak," sela Tara cepat. "Aku nggak akan kebosenan. Aku bisa diem di ruangan Papa sambil rapiin presentasi kamu atau bahkan ikut bantuin kamu beres-beres ruangan divisi di lantai 11."

"Jangan gila, deh, Ra. Mereka taunya kamu anak yang punya perusahaan."

"Pokoknya aku mau berangkat ke kantor sekarang! Aku mau pergi bareng kamu, aku nggak mau ditinggal sendirian di apartemen!" rancu Tara dengan mata yang sudah berair, sedangkan kakinya berkali-kali menghentak lantai secara acak. "Kaaak, kita berangkat awal, yaaa. Pleaseee ...."

"Iyaaa, kita berangkat sekarang," balas Jioon yang tak mau ambil pusing. Ia langsung membersihkan meja makan dan lanjut mencuci piring. "Kamu siap-siap, gih. Kita berangkat abis ini."

Dibandingkan mengintrogasi Tara yang sedang kalut, lebih baik ia menuruti permintaan istrinya terlebih dulu. Biarkan nanti ketika keadaan mulai membaik dan sang istri sudah tenang, ia baru bertanya tentang alasan Tara. Itu adalah cara Jioon agar rumah tangganya tetap dalam jalur yang aman.

Mata yang mulai sembab akhirnya Tara usap. Ia sudah siap dengan tas selempang berwarna putih berisi bekal untuknya dan suami, serta iPad andalannyan. "Aku beresin powerpoint kamu di kantor, deh. Bawa laptopnya, Kak."

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang