Bonus Chapter 7 - Rumah Baru. Keluarga Baru.

2.4K 146 5
                                    

Orang ngidam itu cuma awal-awal hamil aja, ini kenapa sampe mau lahiran lo masih banyak maunya, sih?"

Tak heran Ghilang mendumal seperti itu. Adik Ghistara ini full menjadi korban ngidam sang kakak selama sembilan bulan. Dari zaman perut mbaknya masih rata, sampe sekarang sebesar semangka.

"Itu cat yang bener bagian bawahnya!" Tara yang duduk di kursi santai dengan kurang ajarnya mengomentari sang adik yang berada di bawah kolam renang. "Gradasinya yang bagus!"

Iya, Ghilang lagi nongkrong di kolam renang yang sudah kosong dan kring dari air. Lelaki itu kembali menjadi korban ngidam sang kakak yang kali ini meminta kolam renang di rumah dicat dengan warna-warna kemauannya.

Kolam renang full keramik sedalam satu setengah meter itu harus Ghilang cat dengan gradasi warna biru tua dan muda. Cat khusus yang sudah ayah belikan kini menjadi teman si bungsu, sedari pagi hingga sore ini ia terjebak di dalam kolam renang. Syukur saja Ghilang tidak mabok cat dan tiner.

"Cat yang rata, Lang!" Seperti mandor yang kejar target, Tara terus memerintah adiknya untuk bekerja dengan baik. "Pokoknya hari ini juga harus beres."

Ghilang terlalu malas meladeni Tara, laki itu masih terus melumuri lantai putih dengan cat berwarna biru muda. "Dikira gue Bandung Bondowoso yang punya bantuan jin buat bangun candi," dumalnya sembari jalan jongkok ke belakang, menghindari cat yang masih basah.

"Kamu udah makan, Mbak?" Ayah yang pulang lebih awal langsung menghampiri putrinya. Beliau datang membawa apel untuk putrinya. "Kamu udah makan, Mbak?"

Pusat perhatian semua manusia di rumah memang hanya pada Tara. Ayah bahkan langsung meminta istrinya untuk mengupas dan memotong apel yang dibawanya. Ghilang yang lagi nongkrong di tengah kolam renang bahkan nggak keliatan sama Ayah.

Kasihan Ghilang, tahtanya tergeser sama calon keponakan pertama. Definisi dari musuh utama anak bungsu adalah cucu pertama itu benar adanya. Ini Ghilang aja udah berkali-kali ngumpulin bahan umpatan buat menyambut keponakan pertamanya.

"Udah namanya Arsenal, tingkah dari bentuk zigot bikin gue merana mulu," dumal Ghilang yang masih terus mengecat. "Awas aja pas udah lahir gue bikin nangis terus-terusan ini ...."

.
.
.

Malam ini Jioon dan Tara hanya tinggal berdua, menikmati halaman belakang dengan pencahayaan yang temaram. Duduk di kursi santai dan bersandar pada tubuh Jioon selalu menjadi posisi kesukaan Tara. Apalagi kalau suaminya itu mengelus-elus perutnya dengan lembut.

"Mas," panggil Tara pelan, ada sesuatu yang kembali membuatnya ragu, "kalo Bu Hijah sama Pak Darmo kerja di sini, berarti nanti kamu yang gaji dong?"

Jioon mengangguk. "Kamu nggak setuju mereka kerja di sini?" tanyanya yang melupakan pendapat Tara. Tadi sore ia terlanjur langsung antusias saat melihat siapa yang akan membantunya di rumah ini.

"Aku setuju aja, tapi buat gajinya gimana? Aku kurangi dana darurat atau gimana?" tanya Tara si manusia yang semenjak awal menikah memang kecanduan dengan pengaturan gaji Jioon. "Atau tabungan kita kurangi porsinya?"

"Boleh, kamu atur aja baiknya gimana," balas Jioon yang sudah nyaman menghirup wangi tubuh Tara. "Nanti aku kerja lebih keras lagi biar bisa ngisi tabungan buat anak-anak."

Tara menoleh ke arah Jioon. "Jangan terlalu sibuk kerja!" protesnya dengan bibir sedikit maju. "Awas aja kalo jatah weekend kepake buat kerja. Kamu waktu itu keluar dari penyiar karena nggak ada waktu sama aku loh!"

"Iyaaa, pokoknya weekend itu punya kamu," jawab Jioon.

"Janji?"

"Janji," balas Jioon seraya kembali mencuri kecupan di bibir sang istri. Bahkan, saking gemasnya pada Tara, tak hanya kecupan singkat yang ia beri.

Di kursi rotan beralas bantal empuk mereka duduk bersebelahan. Suara decapan yang semakin memburu saling bersahutan dengan suara aliran air di kolam ikan. Seakan merasa tak puas karena posisi yang kurang nyaman, Jioon dengan hati-hati memindahkan Tara ke atas pangkuannya.

Tara juga semakin merapatkan diri pada Jioon, walaupun perut besarnya masih membuat mereka berjarak, tetapi keduanya masih tetap intens berebut untuk menguasai lidah. Tara bahkan memiringkan kepalanya, membuka mulut, menyambut Jioon yang ingin menyapa gigi dan menyapa lidahnya. Lengan Tara yang mengalung di leher Jioon kini mulai meremas rambut belakang sang suami ....

---

Cerita dia atas kurang dari 1/4 Bonus Chapter 7

Sisanya teman-teman bisa baca di Karyakarsa🤗

Di sana kalian bakalan jauh lebih jelas baca kemeranaan Ghilang, romantisnya Tara dan Jioon jalan-jalan tengah malem & rumah baru mereka 🤫

Di part terakhir Bonus Chapter 7 juga ada drama baru tentang permulaan Arsenal lahir 💃

Gimana? Penasaran sama itu semua?

Ayo lanjut baca di Karyakarsa, caranya:

1. Masuk ke web karyakarsa.com

2. Search akun Arrastory

3. Pilih karya yang mau teman-teman beli. (Si Jilid ARJIOON Bonus Chapter 7)

4. Lakukan pembayaran dulu. Bisa lewat dana, shopee pay, ovo dan sebagainya ....

5. Part berhasil dibuka dan teman-teman bisa baca Bonchap SJA🤸

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang