50. Nanti ...

4.9K 487 124
                                    

Perdebatan antara Jioon dan Leon memulai drama pagi di ruang makan. Paman dan ponakan itu kembali memperebutkan Tara, keduanya sama-sama ingin disuapi tanpa ada yang mau mengalah. Iya, Jioon maunya dia doang yang disuapin, Leon disuruh makan sendiri.

"Uncle suaminya, masa kamu yang disuapin!" sungut Jioon yang sudah rapi memakai kemeja dan dasi, mulai hari ini ia tak perlu seragam biru muda lagi. Tatapan lelaki itu tajam dan ekspresi tidak bersahabat seakan siap mengajak tarung ia berikan pada ponakannya.

Leon tentu tak mau kalah. Bocah itu melipat lengannya di atas dada, lalu membuang muka, menghindari tatapan sang paman. "Aku itu masih kecil! Harusnya aku yang disuapin!" balasnya walau masih enggan menatap sang paman.

Perdebatan tentang siapa yang paling layak Tara suapi masih terus berlanjut, sedangkan perempuan yang direbutkan masih sibuk menyiapkan tiga bekal makan siang. Seakan keributan di ruang makan bukanlah hal penting, Tara justru sesekali bersenandung saat menghias bekal untuk Leon. Perempuan itu antusias membentuk Minion dari nasi goreng selimut seperti video bekal yang akhir-akhir ini sering mengganggu fyp-nya.

"Mas, kita harus anter Leon ke sekolah dulu," kata Tara sembari memasukan bekal ponakannya ke dalam tas bergambar Transformer di meja makan. "Ini mau sarapan dulu atau makan di mobil aja?"

Mata Jioon jelas membulat. "Yang, itu bocah sekolahnya di Cilandak, bisa setengah jam lebih kalo macet," protesnya dengan bibir yang sedikit maju. "Pagi ini aku ada meeting sama direksi, kalo nganter Leon bisa telat."

"Ya, berarti berangkat sekarang aja. Aku suapin kamu di jalan," balas Tara yang kembali melangkah ke dapur. Memasukan nasi goreng ke kotak bekal lain, untuk suaminya sarapan. Pagi ini Tara latihan menjadi ibu rumah tangga dengan satu anak yang mau berangkat sekolah. Tak hanya memperhatikan bekal dan sarapan Jioon, ia juga harus memastikan Leon juga.

"Cuma aku yang disuapin, kan?" tanya Jioon. Lelaki itu bahkan sampai menoleh ke arah dapur, memperhatikan istrinya masih sibuk dengan dunia perbekalan dan sarapan dua laki-laki di ruang makan. "Leon makan di sendiri di jok belakang--"

"NOOO!" Mata Leon terbuka sempurna. Mendapatkan gen bermata bulat dari sang mama membuat bocah itu terlihat akan mengeluarkan pupilnya. "Uncle, aku itu masih kecil! Harusnya aku yang disuapin Aunty Tara," sungutnya yang sudah berdiri di atas kursi.

Tara kembali membiarkan keributan di ruang makan. Setelah semua urusan lambung paman dan ponakan itu selesai, ia bergegas menyiapkan susu hangat Leon dan teh untuk suaminya. Tak sampai situ, Tara juga memastikan kalau semua barang bawaan Leon dan Jioon lengkap, pakaian keduanya rapi, serta menyiapkan sepatu mereka.

Sedari pagi Tara memang sudah ekstra sibuk. Merapikan apartemen, menyempatkan diri untuk mencuci baju, menyiapkan sarapan, pakaian untuk ia, Leon dan Jioon, belum lagi membangunkan suami dan ponakannya. Hari ini Tara sudah kehabisan energi bahkan sejak subuh. Mana semalam ia baru bisa tidur sekitar jam satu, itupun di sofa. Untung Jioon sadar diri dan memindahkannya ke kamar.

"Uncle itu harusnya makan sendiri, udah gede!" Leon masih dengan argumen dia sebagai anak kecil. Pernyataan bocah itu emang benar, yang tidak waras adalah pamannya. "Ngalah sama anak kecil!"

Jioon melirik sinis sang ponakan yang menatap garang padanya. "Kamu itu udah jadi Abang, harus bisa mandiri. Kalo Uncle nggak punya adek, jadi masih kecil," belanya sampai mendongakkan dagu ke arah Leon. Dalam posisi seperti ini, Ghilang sebagai adik ipar dianggap tak kasat mata.

"Ini masih mau lanjut berantemnya?" sindir Tara yang kembali bergabung ke meja makan, meletakkan gelas susu untuk Leon dan teh di dekat suaminya. "Cepet abisin susu sama tehnya, nanti makin telat."

Si Julid ARJIOON✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang