DIVE WITH YOU - Bagian 8

2K 313 1
                                    

(Klik vote sebelum membaca + berikan komentar)


•••••

Di tengah bisingnya keramaian kafe dan derasnya hujan di sore ini, Naina harus terjebak disana seorang sendiri. Disebuah ruangan yang ia buat seolah tak ingin siapapun mengganggu waktunya, sembari menikmati secangkir kopi serta sepotong roti bakar dengan selai strawberry.

Tatapan Naina terpaku pada roti tersebut, dimana kumpulan selai berhasil menarik senyumannya. Kilasan balik kenangan bertahun-tahun lalu kembali menguasai Naina dan membuatnya tenggelam dalam lamunan.

"Sumpah, sih, Na. Roti bakar disini enak banget! Apalagi kalo minumnya pake kopi susu. Pecah!" Naina tergelak ketika menyaksikan antusiasnya Amanda ketika menyantap dua porsi roti bakar dihadapannya, sekaligus.

"Iya tau, tapi pelan-pelan aja makannya. Nanti keselek!" Tegurnya, membuat Amanda sontak tercengir dan kembali mengunyah makanannya dengan benar.

Hujan sore ini membuat kedua gadis itu terjebak di depan warung roti bakar, di depan kampus. Naina sendiri tidak begitu suka dengan roti, tetapi karena Amanda memaksa dan ingin mentraktirnya, maka mau tak mau dia ikut menemani juga.

"Roti bakar stroberi gak ada obat emang enaknya!" Untuk yang kesekian kalinya, Amanda memuji roti bakarnya.

Naina tersenyum getir. Dulu, dia tidak suka roti bakar strawberry. Tapi karena Amanda, dia menyukainya. Semua yang Amanda sukai maka dia juga menyukainya.
Bolehkah Naina sekarang berharap akan kehadiran sahabatnya itu lagi? Dihari yang juga tengah diguyur hujan, dia membutuhkan Amanda untuk menemaninya.

Kerinduannya pada Amanda begitu mendalam sampai membuatnya bingung harus berbuat apa.

"Wih, makan enak, nih!"

Sayangnya, khayalan Naina yang begitu indah harus lenyap ketika seorang perempuan duduk begitu saja di depannya ---tepatnya dia kursi kosong yang berhadapan dengannya. Naina langsung memasang tampangnya sedatar mungkin.

"... Ujan-ujan begini emang enaknya minum kopi panas sambil ngemil roti bakar. Nikmat banget hidup lo, Naina!" Kedua tangan Naina terkepal, di tatapnya dengan tajam wajah Nadia.

Nadia, perempuan itu tersenyum dengan sangat manis lalu bertopang dagu. "Setelah lo berbuat kekacauan di rumah gue, lo bisa makan enak disini? Ck, lo itu punya muka setebel apaan, sih?" Sarkasnya diakhiri delikan mata.

Naina tersenyum miring, ia mengubah posisi duduknya mengikuti Nadia. "Muka gue cantik. Emang kenapa?" Dia mengangkat dagu angkuh, membuat Nadia berdecih jijik.

"Lo udah buat Naufal sama nyokap gue jadi berantem. Buat kondisi rumah semakin kacau. Dan lo masih bisa tenang? Lo itu emang gila, ya, Naina. Pantes aja sahabat lo ninggalin lo karena lo emang gak pantes buat ditemenin!" Sebuah batu kuat seolah menghantam dada Naina. Senyuman di wajahnya luntur begitu saja.

"Lo gak tau diri, gak tau malu, gak tau di untung. Pokoknya gak ada yang bagus-bagusnya tentang lo. Bahkan diusia lo yang udah sangat-sangat matang, masih belum ada cowok yang mau nikahin lo. Rusak emang lo!"

Kedua mata Nadia terpejam kuat saat air dingin tersiram ke wajahnya. Naina bangkit dari duduknya, meletakan secara kasar gelas yang isinya kini tinggal sisa setengah ---karena setengahnya lagi di pakai menyiram wajah Nadia.

"Udah dingin? Atau mau gue tambahin lagi biar otak lo makin beku?" Perempuan yang sudah basah kuyup itu mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Naina.

"Lo ... lo bener-bener, Naina---"

"Apa?!" Tanya Naina keras, tidak memedulikan tatapan orang-orang yang kini seluruhnya mempusatkan perhatian pada mereka. "... Lo pantes dapetin ini, karena emang lo udah seenaknya. Yang gak tau malu itu bukan gue, tapi lo. Sebagai Kakak lo bahkan gak bisa dukung adek lo ataupun bela dia didepan nyokap lo. Tch," decaknya lalu mengambil tasnya dan beranjak pergi sebelum pihak keamanan kafe menyeretnya.

Dive With You (Revisi)Onde histórias criam vida. Descubra agora