3. Kedatangan Darius Brighton

694 145 41
                                    

Bisa dibaca juga di aplikasi Innovel untuk bab terbaru dan lebih banyak.

=====

Malia turun dari bus lalu berlari kecil ke dalam gang sempit di antara deretan pertokoan. Mengingat waktu yang diberikan Tina hanya dua jam untuk pulang mengambil pakaian ganti, Malia harus mengambil langkah cepat. Dia memasuki sebuah rumah sederhana bercat kuning gading yang berada di ujung gang. Dia mengetuk pelan pintu rumah sederhana itu sampai suara tenor terdengar mempersilakannya masuk.

"Masuk! Pintunya tidak dikunci."

Malia membuka pintu. Pandangannya tertuju pada Genta, kakaknya. Pria berambut gelap berpotongan ala militer dan berkulit putih tampak tengah duduk di kursi tamu sambil kedua tangannya membentangkan sebuah tabloid.

"Ibu gimana, Mas?" tanyanya sambil duduk di kursi plastik di depan kursi tamu.

"Kondisi Ibu tidak banyak berubah, tapi dia sudah mau makan. Pulang kerja tadi, aku mampir ke rumah sakit." Pria itu menutup tabloidnya lalu memandangi Malia. "Jadi, kamu harus tinggal di sana?"

"Iya, Mas."

"Lia, apa tidak ada pekerjaan lain yang tidak mengharuskan kamu menginap? Aku khawatir sama kamu."

Malia mengembus napas. Sekelumit rasa kecewa mengalir dalam tarikan napasnya sesaat kemudian. Dia sedang berusaha keras membantu Genta untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya pengobatan ibu mereka, tetapi tanggapan sang kakak seakan-akan tak memberinya restu. "Mas, aku cuma mau membantu Mas untuk menambah biaya pengobatan Ibu. Aku tidak mau membebankan semuanya pada Mas. Aku tahu gaji Mas sebagai staf hotel itu tidak mencukupi."

"Aku tidak melarang kamu bekerja, Lia. Tapi kalau harus menginap di sana ...." Genta menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak mengizinkan."

"Gaji yang mereka tawarkan lumayan besar, Mas. Mana ada di Jakarta ini gaji ART sampai lima juta sebulan."

Genta tersentak mendengar penjelasan Malia. Matanya yang sedikit sipit mendadak melebar. Dia tidak habis pikir Malia mau menjadi asisten rumah tangga demi membantunya. "Kamu jadi pembantu rumah tangga?! Lia, Lia ... Aku rasa masih ada pekerjaan lain yang lebih—"

"Jadi ART bukan pekerjaan yang hina, Mas," potong Malia, "toh, dihotel pun sama saja. Aku bekerja menjadi pelayan dan membersihkan kamar tamu."

Genta mengangguk. Dia tahu pekerjaan Malia di hotel sebelum gadis itu diberhentikan karena hotel tempatnya bekerja bangkrut tidak jauh berbeda dengan pekerjaan ART. "Bukan begitu maksudku. Hanya saja, sayang ijazah kamu kalau kamu kerja jadi ART."

"Mas, zaman now banyak lulusan S1, S2, S3, sampai ES-teler yang menganggur. Aku cuma lulusan D3, bersyukur banget punya pekerjaan meskipun hanya jadi seorang ART."

"Oke. Terserah kamu. Tapi kalau di Star Seasons ada lowongan, kamu cabut ya dari sana." Genta tidak punya pilihan selain memberi Malia izin, tetapi pria itu mengajukan syarat bahwa Malia harus berhenti bekerja menjadi ART kalau di hotel tempatnya bekerja membuka lowongan pekerjaan baru.

"Iya, Mas."

Setelah menghabiskan sedikit waktu untuk menikmati obrolan receh nan ringan dengan Genta, Malia kemudian mengemasi pakaian yang akan dibawanya. Waktu terus berjalan dan dia semakin dikejar kebutuhan.

***

Malia segera kembali ke kediaman keluarga Brighton sebelum waktu yang diberikan Tina habis. Malia mengenakan lagi seragam pelayan di rumah itu. Tidak seperti biasanya, Alex sudah pulang sejak jam 4 sore. Dia bahkan meminta Malia membawakan teh paling pahit untuk menemani sorenya.

The Brighton's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang