9. Getaran Aneh

466 112 19
                                    

Di KaryaKarsa sudah bab 35 dan menjelang tamat. Baca lebih cepat di sana, ya. Bisa juga dibaca di Innovel.

=======

Sesal masih menyelimuti diri Alex dan menahannya untuk tidak beranjak dari sisi Malia sampai hampir tengah malam. Pria itu masih duduk di kursi plastik di samping ranjang Malia sambil menatap dan menggenggam erat tangan wanita itu. Sesekali Alex mengecup punggung tangan Malia.

"I'm so sorry." Entah sudah keberapa kalinya permintaan maaf meluncur dari mulut Alex.

"Mm ...." Malia bergumam. Wanita itu tampak gelisah sambil menggerakkan kepalanya pelan ke kanan dan ke kiri. "Mas, Lia pengen pulang," gumamnya lagi dengan suara yang terdengar serak.

Sengatan rasa bersalah kembali Alex rasakan. Dia menelan ludah dengan susah payah. Menyadari Malia akan bangun dari tidurnya sebentar lagi, Alex berusaha melepaskan genggaman tangannya dari tangan Malia. Namun, Malia justru meremas lebih erat seperti tidak ingin melepaskan.

"Mas, bawa Lia pulang," kata Malia dengan nada memohon.

Perlahan-lahan mata Malia terbuka. Pandangan buramnya dalam beberapa detik berubah menjadi jelas dan menemukan langit-langit kamar berwarna putih. Selama beberapa waktu Malia hanya diam menyadari bahwa dia masih berada di rumah keluarga Brighton. Dalam hitungan detik debaran kencang memenuhi dadanya. Dia memejam sesaat dan berusaha mengatur napas untuk meredakan ketegangan yang kembali membanjiri diri. Setuhan lembut tapi keras di tangannya membawa pandangan Malia ke samping. Gadis itu nyaris melompat karena kaget mendapati Alex tengah menggenggam tangannya.

"T-Tuan ...." Malia menatap Alex dengan gugup.

Alex melepaskan genggaman tangannya dari tangan Malia, tetapi tatap birunya masih berfokus pada wajah gadis itu. "Dokter bilang kamu butuh istirahat, tapi kamu juga harus makan."

"Sejak ka-pan Tuan—"

"Makananmu sudah disediakan di meja," potong Alex. Pria itu lantas bangkit berdiri dan meninggalkan kamar Malia.

Malia menelan ludah. Seutas tanya berkelebat di benaknya. Sedang apa majikannya itu di sana dan kenapa dia menggenggam tangannya seakan Malia bukan seorang pelayan? Tatap Malia terpatri pada punggung tegap yang terbalut kaus putih yang terus menjauh dan akhirnya tak terjangkau lagi oleh pandangan.

Malia bangkit dan berusaha untuk duduk. Dia kemudian menggenggam kepala dengan kedua tangannya untuk mengurangi rasa pening.

"Dimakan dulu buburnya, Lia." Suara Mbok Bar mengiringi sosok wanita berdaster ungu itu masuk ke kamar Malia. Mbok Bar kemudian mengambilkan mangkuk bubur di atas meja dan memberikannya pada Malia. "Ini. Makan dulu."

"Terima kasih, Mbok." Malia menerimanya lalu memegangnya erat sambil berusaha keras untuk menurunkan kakinya dari ranjang.

"Sejak tadi sore Tuan Alex menunggui kamu di sini, bahkan dia tidak makan malam," tutur Mbok Bar yang kemudian duduk di kursi yang tadi diduduki Alex.

Dahi Kirana mengenyit. Sorot heran menyeruak dari tatapan gelapnya. "Dari tadi sore?"

"Iya. Dia meminta dokter pribadi keluarga untuk memeriksa keadaan kamu. Tidak biasanya Tuan meminta dokter pribadi keluarga ini untuk memeriksa ART. Biasanya kalau ada ART sakit, Nyonya pasti menyuruh ke klinik. Tidak pernah dipanggilkan dokter pribadi."

Mungkin Alex takut dia akan mati setelah mengalami kekerasan fisik yang dilakukannya, pikir Malia. "Oh, begitu ya, Mbok? Mungkin Tuan takut saya kenapa-napa setelah ... ya, Mbok tahu sendiri."

"Ya, itu sudah pasti," tegas Mbok Bar membuat Malia menegang lantaran merasa dugaannya benar. "Tuan Muda terus megangin tangan kamu, itu karena apa? Karena dia tidak mau kamu kenapa-napa. Kayaknya Tuan suka sama kamu, Lia," lanjut Mbok Bar.

The Brighton's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang