3

424 65 15
                                    


Di sekolah


•••

Tampilan memang tampak siap. Bermodalkan hoodie yang menutup tubuh hingga kepala lalu masker guna menyamarkan wajah. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin, namun tahukan kalian jika mental ini belum siap untuk memunculkan diri di sekolah?

Kejadian kemarin membuatku takut bila masa tenang berakhir. Hal ini kembali mengingatkanku jika memancing permasalahan dengan dua berandalan adalah kesalahan.

Dan aku sudah membuat kesalahan.

Tetapi, dunia ini kan tidak berpusat pada mereka. Aku juga makhluk hidup yang memiliki hak sehingga aku tidak perlu memusingkan kesalahan untuk membela diri.

Tetapi lagi,

Kenapa saat ini aku malah merasa sangat tertekan?!

Hiks.

Pintu kelas sudah terlihat jelas. Figur 2 lelaki itu tengah berbincang di dekat jendela. Aku menahan napas, kemudian semakin menurunkan wajah.

Di saat-saat seperti ini aku malah berharap sesuatu menghantam kepala mereka hingga mereka hilang ingatan dan melupakanku.

Aku langsung membuang karbon dioksida yang sudah menumpuk di alveolus ketika tubuh sudah terduduk elegan di kursi andalan.

Haha aku tidak ketahuan.

"Oho bukankah dia gadis kemarin?"

Huh? Bagaimana bisa saat ini mereka berdua berada tepat dihadapanku?! Apakah mereka pemilik kekuatan teleportasi? Hei! Itu curang sialan.

Inui melipat lengan di depan dada. "Koko kau menakutinya."

Koko malah semakin menatapku sinis dan dia berhasil membuat ku hampir menangis.

Mendadak penghuni kelas menjadi tuli, mereka tidak memperdulikan posisi 2 berandalan yang tampak merundungi ku.

"Kalian salah orang! Aku bukan orang yang menyaksikan aksi perkelahian kalian kemarin lalu menginjak kaki salah satu dari kalian."

Sangat sialan, kenapa mulut ini malah mengakuinya. Setetes air mata sudah menumpuk di sudut mata. Aku meringis meratapi kebodohan diri.

Inui menatapku tak habis pikir. "Kau ... bodoh ya?"

Aku juga bertanya demikian untuk diriku sendiri.

Sedangkan Koko, dia sudah tertawa dengan keras.

Setelah puas tertawa Koko langsung menatapku merendahkan. "Kau harus membayarnya dua kali lipat, kaki ku kesakitan karenamu."

Dasar bedebah mata duitan!

"Aku tidak merasa bersalah. Aku melakukan itu sebagai bentuk pembelaan diri," sahutku tak terima.

Meski ayah memberi banyak uang, aku tidak rela bila uang itu diberikan secara sia-sia pada Koko.

"Kau memang tidak salah jika membela diri."

"Tetapi kau bersalah karena berurusan dengan kami."

Saat ini rasa takutku sudah menghilang sepenuhnya. Aku mulai memelototi mereka.

"Aku tidak peduli. Aku tidak akan membayar barang sepeserpun."

"Baiklah jika kau tidak ingin membayar dengan uang." Seketika pandangan ku mengenai Koko yang merupakan seorang mata duitan menghilang, agaknya aku agak berlebihan hehe. Mungkin saja dia masih memiliki hati nurani kan?

"Sebagai gantinya, kau harus menjadi budak kami."

Baiklah aku tarik kembali kata-kata ku.

"Tidak mau! Kau bukan ibuku, jadi kau tidak bisa memerintahku!"

Inui diam saja ia tampak menikmati.

"Ya ya keluarkan saja segala kalimat tidak berbobotmu lalu jalankan tugas pertamamu sebagai budak kami."

Aku bertaruh, Koko adalah orang yang paling menyebalkan.

"Tidak mau." Aku menatap Inui mencoba meminta pertolongan.

"Sebaiknya kau turuti saja," ucap Inui yang sama sekali tidak membantu.

"Tugas pertamamu. Ikut kami ke kantin."

Koko sudah menarik hoodie ku, memaksaku beranjak dari kursi. "Jangan sentuh aku!"

Dengan kesulitan kaki ini mencoba menyamakan langkah Koko yang panjang. Dia seperti sedang menarik hewan saja!

"Lepaskan, aku bisa jalan sendiri!"

Inui mengikuti kami berdua dari belakang. Mungkin mengawasiku agar tidak kabur.

Beberapa detik kemudian, sepertinya pintu hati Koko sedikit terbuka. Catat, sedikit.

Ia melepaskan tarikannya lantas aku mencoba menginjak kakinya lagi dengan kuat.

Brukk

Nahas, tubuh malah tidak seimbang hingga aku terjatuh telungkup di lantai.

Ini memalukan.



****

Pythagoras | Kokonoi x Reader x InuiWhere stories live. Discover now