8

345 67 8
                                    


Menghindar?


•••

Sejak kejadian malam tahun baru itu aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Suara berat Inui serta kalimatnya telah menghantui pikiranku.

Ucapkan selamat sebab ia berhasil membuatku frustasi.

Setiap berpapasan dengannya sebisa mungkin aku menghindari pandangan kami bertemu. Bukan karena risih, tetapi aku tidak ingin ia melihat wajahku yang sangat merona karena malu.

Bagaimana ini? Apakah aku juga menyukai Inui-san?

Kali ini pun aku langsung menghampiri Koko ketika mereka berdua mengajakku keliling kota. Maafkan aku Koko, aku sudah membuatmu menjadi tameng.

Dan maafkan aku Inui, aku takut salah tingkah di hadapanmu.

Tampaknya mereka berdua menyadari tingkahku selama beberapa hari ini. Dilihat dari Inui yang mencoba memberiku ruang serta Koko yang tidak bertanya apapun.

Aku bersyukur sifat menjengkelkannya tidak kambuh.

"Aku mendapat telpon dari orang tuaku. Koko antar [Name]-san pulang ya." Inui berujar demikian setelah menerima panggilan dari ponselnya.

Kami berdua mengangguk paham dan berakhir menatap punggung Inui yang kian menjauh.

"Kau menjauhi Inupi?"

Aku memelototi Koko. Ternyata dia hanya menahan diri untuk tidak bertanya demikian padaku di hadapan Inui.

"Apakah terlihat jelas?" balasku seraya menghembus napas.

Aku duduk di atas rumput sambil bersandar di pohon.

"Ya," balasnya kemudian turut duduk di sampingku.

Sesaat kami bergeming.

"Dia bilang dia menyukaiku."

Pada akhirnya aku menceritakan masalah ini pada Koko.

Koko terdiam cukup lama hingga akhirnya ia bersuara.

"Kau menyukainya?"

Aku berpikir keras.

Terkadang aku sering tersipu malu jika diberi afeksi lebih oleh Inui. Lagian siapa juga perempuan yang tidak terpesona bila digitukan laki-laki. Tampan pula.

Tetapi, aku tidak yakin jika perasaan ini adalah rasa suka.

Ini lebih terasa seperti kagum.

Aku kagum terhadap Inui.

"Entahlah, aku tidak yakin."

"Bagaimana perasaanmu terhadap Akane-san? Mungkin aku bisa memikirkan perasaanku bila mendengar ceritamu."

Wajah Koko terlihat sendu. "Rasanya seperti kau ingin terus bersamanya. Ingin melakukan apapun deminya, termasuk mengorbankan nyawamu sendiri."

Aku tidak menyangka bila kalimat tadi bisa keluar dari bibir Koko.

Lelaki kadal ini sudah berevolusi.

"Souka ... Koko-san sangat mencintai Akane-san ya."

Koko kembali terdiam.

Ia beranjak lalu membantuku berdiri. "Sudah sore, ku antar kau pulang."

"Sebenarnya aku bisa pulang sendiri bila kau keberatan untuk mengantarku."

"Aku tidak ingin diceramahi Inupi."

Aku tertawa pelan, lelaki ini sangat menjaga perasaan Inui.

Lagi-lagi terlintas ingatan Koko yang mencuri ciuman Inui di perpustakaan.

"Na Koko-san."

Ia berdehem sebagai balasan.

"Mengapa kau mencium Inui-san jika kau masih mencintai Akane-san?"

Kekehan keluar dariku ketika melihat Koko yang tersentak kaget.

"Itu ... tidak sengaja," lirihnya.

Oho apakah Koko menyesal?

Rasanya aku ingin menjahili lelaki ini.

"Benarkah? Bukan karena perasaan terlarang yang timbul akibat pelampiasan?"

Koko menghentikan langkahnya hingga aku menabrak punggung miliknya.

Meringis, aku memegangi dahi.

Entah sejak kapan kami berdua sudah saling berhadapan. Koko mencengkeram kerah bajuku, mungkin mencoba mengancamku.

"Kau terlalu banyak berpikir dengan otak bodohmu."

Tatapan Koko seakan berbeda dari biasanya. "Aku kan hanya bertanya."

Tak kuasa aku pun mengalihkan pandangan. Nahas, ia menarik daguku memaksa pandanganku padanya.

"A-apa?"

"K-kau tidak bermaksud untuk menciumku kan? Hahaha." Aku berkata demikian, mencoba memecahkan suasana yang tegang.

Lelaki itu malah tersenyum sinis. "Jika iya?"

Jika iya? Maka kau berhasil membuat jantungku berdebar tak karuan saat ini.

Ia melepaskan cengkeraman tadi. Lalu kembali melanjutkan langkah yang tertunda.

"Sayangnya aku tidak tertarik dengan perempuan lain selain Akane-san."

Ugh kau berhasil membuatku terluka.




***

Pythagoras | Kokonoi x Reader x InuiWhere stories live. Discover now