6

368 66 8
                                    


Melonpan


•••

Beberapa hari kemudian natal sudah berlalu. Selama itu pula aku tidak pernah berinteraksi dengan Koko dan Inui. Terakhir kali aku melihat mereka di kelas dalam keadaan terdapat beberapa lebam di wajah. Hal biasa mengingat kehidupan berandalan mereka penuh dengan adegan fisik.

Selama di sekolah kami tidak pernah berbincang. Aku yang disibukkan tugas lalu mereka yang entah disibukkan apa. Yang terpenting, aku tidak kehilangan hidup penuh ketenangan.

Hari ini pun aku tetap menikmati ketenangan hari tanpa adanya pengganggu. Berkeliling pusat kota seraya menggenggam sebuah kantong berisi beberapa roti, aku tengah mencari sebuah kursi agar dapat menikmati roti-roti ini.

Pandanganku terkunci pada sebuah kursi kayu panjang tepat di bawah pohon. Letaknya sangat strategis, sebab nampak jelas pemandangan hiruk pikuk kota yang indah. Malam ini adalah malam pergantian tahun jadi wajar saja jika kota terlihat lebih ramai dari biasanya.

Aku menggigit sebuah roti yang kupegang seraya memejamkan kelopak mata untuk lebih menikmati rasa khas roti tersebut. Melonpan memang yang terbaik!

"Kelihatannya enak."

Sepertinya aku terlampau menikmati roti ini hingga tidak menyadari kehadiran dua orang yang sudah duduk di kedua sisiku sedari tadi.

Dengan tidak ikhlas aku memberikan mereka masing-masing sebuah roti.

"Kau terlihat tidak ikhlas, tapi aku tidak peduli." Koko membuka bungkus roti tadi lalu memakannya.

Sedangkan Inui, ia juga memakannya setelah mengucapkan terimakasih. Inui memang yang terbaik!

"Ini enak," celetuk Inui setelah membiarkan makanan yang baru saja ia cerna secara mekanis masuk melalui kerongkongan.

Aku membalas dengan antusias. "Benar! Roti ini adalah yang terbaik!"

Inui memperhatikanku ketika aku kembali mengunyah roti tadi dalam jumlah besar. "Terlihat jelas kau menyukainya." Ia terkekeh lalu menusuk pelan pipiku yang menggembung.

Seketika aku menahan napas. Inui sangat berbahaya untuk kesehatan jantungku.

"Ekhem. Aku tidak kemari untuk menyaksikan serial romantis." Koko mencibir.

Aku menatapnya sinis lalu menyeringai.

"Katakan saja padaku, apakah kau iri jika Inui-san lebih memperhatikanku dari pada dirimu? Ohoho maaf jika tanpa sengaja aku membongkar kedok dirimu yang menyukai teman dekatmu sendiri setelah tidak bisa move on dari kakaknya."

Inui terlihat bingung.

Koko membalas tak terima. "Atas dasar apa kau menyimpulkan hal itu, huh? Dasar bocah."

"Aku melihatnya."

"Apa?" Koko semakin penasaran.

"Kejadian perpustakaan. Kau menci-" Belum selesai terucap, bibirku langsung ditutup Koko dengan telapak tangannya.

Ia langsung berbisik penuh penekanan, "Diamlah, kau tidak akan mengerti."

Ya, aku tidak mengerti bagaimana kau bisa mencium Inui. Padahal dia laki-laki yang mengaku jika masih mencintai seorang gadis.

Apakah ini yang dinamakan hubungan terlarang? Wahh sangat mendebarkan!

"Apa maksudmu [Name]-san?" Kali ini Inui bertanya.

"Tidak perlu kau pikirkan, gadis itu hanya membual," sahut Koko padahalkan aku yang ditanya.

Dasar lelaki kadal tampan.

Entah angin dari mana yang baru saja menabrakku. Aku malah mengajak mereka menikmati malam tahun baru bersama.

"Ingin menghabiskan malam tahun baru bersama? Ku dengar nanti malam akan ada festival."

Mereka terdiam. Berbicara apa aku ini? Rasanya sangat memalukan.

"Ma-maksudku aku tidak memaksa," tambahku sedikit lirih.

"Boleh. Lagipula kami sedang tidak memiliki jadwal." Inui membalas dengan anggukan.

"Baiklah, asalkan kau yang membayar."

Si sialan ini!

"Humph! Dasar penjilat, aku hanya akan membayar untuk Inui-san saja tidak denganmu!"

"Kau harus membayar ku juga, sebab aku dan Inupi itu satu paket."

Apa-apaan itu?

Apakah itu berarti jika aku berpacaran dengan Inui maka aku akan mendapatkan Koko juga?

Siapapun kumohon tepis pemikiran bodoh dan memalukan ini.


***

Pythagoras | Kokonoi x Reader x InuiOù les histoires vivent. Découvrez maintenant