3ㅡ Jika kamu adalah dia.

37 16 17
                                    

"Ni hasil ujian matematika lo kenapa jeblok kek gini?"

"Gue gak mau tau, lo harus ngulang lagi dan belajar yang giat"

    Aku hanya bisa menunduk dan pasrah akan diriku sendiri yang kini tengah dimarahi habis-habisan oleh Lucifer. Aku sadar bahwa aku tak sepintar saudaraku yang lain, terlebih lagi dalam pelajaran matematika. Pelajaran menghitung bagiku sangatlah susah, aku sering kesusahan karena hal ini. Meskipun saudaraku yang lain sudah mengajariku beberapa kali, namun aku tetap tak mengerti dengan penjelasan yang mereka beri.

"Kalo sampe nilai lo di remedial ntar masih jelek, gue bakal bekuin semua kartu transaksi lo" ancam Lucifer. Tentu saja setelah mendengar ancaman itu membuatku terkejut dan memohon-mohon kepada Lucifer agar ia mau melepaskan kartu transaksi pribadiku. Aku merengek, "Jangan dong anjir... Kalo dibekuin, gue mau ngehedon gimana...".

    Dengan ekspresi wajah yang kesal, Lucifer menatapku dingin. "Itu urusan lo, bukan urusan gue. Yang jelas gue gak mau tau, nilai matematika lo harus bagus pas remed nanti" ujarnya lalu meninggalkanku. Aku terduduk disebuah kursi dan menatap selembar kertas hasil ujianku. Melihatnya saja sudah membuatku mual dan pusing, sepertinya aku memang alergi angka.

"Mau belajar bareng gak?"

"Iya dah gue mau, soalnya-"

Karena terkejut, aku pun menengok ke arah belakangku dan mendapati Valerie yang tengah melihat kertas hasil ujian ku. "L-lo ngapain disini? Bukannya lo seharusnya ada di kantin?" tanyaku gugup. Ia lalu duduk di sampingku dan memberikanku satu bungkus roti. "Aku ke kantin tadi cuman buat beli roti, aku kasian sama kamu. Makanya aku cepet-cepet balik kesini," ujarnya.

    Aku menerima roti pemberiannya dan mengucapkan terima kasih. Namun, lagi-lagi aku kembali merasa resah karena teringat hasil ujian matematika ku. Valerie melihat dengan fokus ke arah soal-soal yang jawabannya salah, "Oh ini... Aku udah pernah belajar semua materi ini di dunia manusia, mau aku ajarin gak?".

"Kalo diem berarti kamu nge-iyain tawaran ku. Selepas pulang sekolah nanti, dateng ke kamarku langsung. Aku bakal tunggu kamu," Ia tersenyum kepadaku dan kemudian pergi begitu saja. Tak ada pilihan lain selain menerima tawarannya tadi, kalaupun aku meminta tolong kepada saudaraku yang lain, mereka belum tentu mau mengajariku.

    Sifatnya yang seperti inilah yang membuatku jatuh cinta kepada Isabella. Ah... Rasanya aku sangat merindukannya. Apakah kamu sudah bereinkarnasi lagi? Dimana kamu sekarang? Setidaknya tolong beri aku tanda jika kamu bereinkarnasi menjadi orang-orang terdekatku.


---

    Setelah mengganti baju seragamku menjadi baju sehari-hari, aku pun bersiap untuk pergi menuju kamar Valerie sembari membawa alat tulis serta buku kosong. "Seandainya Belphie ada disini mungkin gue bisa aja maksa dia buat ngajarin gue. Tapi karena gue gak punya opsi lain dan ditambah gue gak mau liat Lucifer ngamuk, jadinya mau gak mau gue harus dijadin dia" gumamku seraya menghela nafas yang lelah.

Play : The Walters - I Love You So

Setibanya di depan kamar Valerie, ku ketuk pintunya dan menunggunya keluar. Tak lama kemudian, ia membukakan pintu untukku dan menyuruhku masuk ke dalam. Ia berkata, "Aku udah siapin beberapa cemilan dan minuman buat kita berdua, jadi kamu gak akan kelaperan".

    Ia lalu mengambil kertas ujian ku dan membaca setiap soal yang salah. "Oke, kita mulai dari nomor empat ya..." ucapnya. Ia mengeluarkan pulpen dan buku kosongnya dan mengajariku pelan-pelan. "Pertama-tama, kamu harus pahamin dulu rumus dan jalan ngitungnya. Contohnya kayak gini," Ia mulai mencoret-coret bukunya dan buku ku.

[✓] Hourglass ¦¦ Mammon [Obey Me!]Where stories live. Discover now