Benar-Benar Menyerah

231 6 0
                                    

"Ada saatnya kita harus sadar bahwa keinginan tak selamanya terwujud. Masih banyak harapan yang lain cobalah untuk berpaling, mungkin itu lebih baik dari yang kemarin."

Vote dan komen ya:)
Gak banyak cuma minta 15 vote next cepat🐣

Anandhi sekarang berada di kantin duduk bersama Gisel dan Stevi. Tak ada senyuman dan tak ada juga raut kesedihan di wajah Anandhi, hanya biasa saja tanpa berekspresi apapun kali ini.

Setelah tadi menampar Langit. Dia memilih untuk pergi ke kantin sekolah. Tak ada tangisan usai perkataan menyakitkan itu. Entahlah, mungkin karena sering merasakan sakit hati oleh Langit, membuat air matanya tidak terlalu berarti untuk menggambarkan perasaan.

"Woi! Cepet lu mau pesan apa dari tadi dia aja!" Gisel menggebrak meja dengan kencang membuat seisi kantin menatap ke arah mereka.

"Aduh! Neng Gisel yang cantik sekali. Mejanya jangan digebrak atuh. Bisa hancur kantin bibik," ucap Bik Darmini selaku pemilik kantin.

"Repleks, Bik," jawab Gisel dengan cengiran sok polosnya.

Bik Darmini hanya mampu menggelengkan kepalanya pelan.

Gisel yang terkadang suka bertingkah sok imut. Bisa juga bersikap bar-bar jika otaknya tidak difungsikan dengan baik.

"Please ya, Sel! Jangan bikin malu kita. Mending lu cepat pergi sana pesan makanan keburu jam masuk. Gue laper banget, nih!" Ucapan Stevi seraya mengelus perutnya yang sedikit buncit itu.

"Laper terus! Lihat tuh perut lu udah buncit!" Cerocos Gisel tanpa henti membuat tatapan Stevi mengarah ke arahnya dengan tajam.

"Jangan sampai lu yang gue makan , ya!" ucap Stevi dengan nada penuh penekanan.

"Pesan teh manis sama bakso aja." Ana pun akhirnya berucal setelah cukup lama terdiam.

"Ini, nih, dari tadi ditunggu mau pesan apa sekarang baru ngomong! Lagian ku diam kenapa lagi sih, Ana?" tanya Gisel kepo.

Stevi yang memang sedari tadi sudah menahan kekesalan akibat tingkah laku Gisel. Memilih menarik tubuh itu lalu mendorongnya dengan pelan agar segera berangkat memesan makanan.

"Wah, parah lu main dorong-dorong aja, kalo inces jatuh gimana? Emang lu mau tang-"

"DIAM! Lu bisa gak sih, berhenti ngerocos gue lagi lapar lama-lama lu yang gue makan!" ucap Stevi dengan menggebu-gebu sambil mengacung kepalan tangannya.

Stevi jika sedang lapar marahnya minta ampun. Bisa-bisanya Gisel melupakan hal itu.

"Iya-iya gue beli makan, nih!" Gisel bersungut kesal, tetapi langkah kaki tetap cepat berjalan untuk memesan makanan.

Anandhi hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah rusuh keduanya. Kadang akur kadang seperti film kartun Tom adn Jerry.

"Lu kenapa, Ana? Gue lihat dari tadi lu murung. Dijahatin lagi ya, sama Langit?" tanya Stevi dengan tebakan yang tentu saja tepat.

Siapa lagi yang bisa menyakiti Anandhi selain dari Langit sendiri. Omongan orang? Oh, tentu saja tidak. Bukankah sudah sering dikatakan Anandhi adalah orang yang termasuk tidak ingin menanggapi ucapan pedas manusia yang tidak memiliki bahan pembicaraan selain mencari keburukan orang lain.

Mengejar Cinta Langit (On Going)Where stories live. Discover now