Bab 3 : Hukuman

291 29 1
                                    

"Siapa yang memulai duluan?" tanya wanita paruh baya dengan tubuh sedikit kurus dengan kacamata minus yang bertengger di wajah tirusnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Siapa yang memulai duluan?" tanya wanita paruh baya dengan tubuh sedikit kurus dengan kacamata minus yang bertengger di wajah tirusnya.

Anandhi menunjuk ke arah Kikan dan dua ontek-onteknya. Sedangkan Kikan dan dua ontek-onteknya menunjuk ke arah Anandhi.

Stevi dan Gisel hanya diam tidak menunjuk siapapun karena mereka berdua tidak tahu siapa yang memulai duluan, tapi mereka sangat yakin bahwa tidak mungkin Anandhi memulai duluan karena seorang Anandhi tidak akan menganggu orang lain jika orang itu tidak mengganggu dirinya duluan.

"Kalian berdua kenapa hanya diam? Ouh ... atau kalian hanya ikut-ikutan saja?" Sinis guru BK yang bernama Bu Dewi.

"Bukan maksud sok ikut-ikutan, Bu. Kami hanya menolong Ana yang dikeroyok ketiga nih, curut!" ucap Stevi enteng.

"Itu memang maksudnya sok ikut-ikutan  karena kalian malah ikut bertengkar bukannya memisahkan!"

"Sekarang, Ibu tanya kalian berdua! Kalian tahu masalah mereka bertengkar?" Lanjut Bu Dewi.

"Tidak! Tapi walaupun kami tidak tahu masalahnya apa kami sangat yakin bahwa tiga nih curut yang mencari masalah!" ucap Gisel lantang menunjuk wajah adik kelasnya.

"DIAM!"

Keenam gadis yang berada di ruang BK itu dibuat menutup mulutnya rapat-rapat. Karena teriakan diiring bentakkan Bu Dewi membuat nyali mereka langsung menciut entah ke mana.

"Okay. Percuma Ibu bertanya karena semua pasti akan membela dirinya. Sekarang begini Ibu hanya bertanya satu hal, siapa yang memulai memukul duluan?"

Dengan santainya Ana tanpa rasa malu sedikitpun langsung mengangkat tangannya ke atas.

"Sudah Ibu duga pasti yang memulai perkelahian adalah kau, Ana!"

"Saya tidak memulai, saya hanya melanjutkan saja! Ingat Bu, tidak akan ada asap kalo tidak ada api!" tukas Ana yang tidak terima jika dirinya duluan yang dituduhkan memulai pertengkaran.

"Tapi tidak harus memukul juga, bukan?" ucap Bu Dewi menatap Ana.

"Mulutmu harimaumu! Ibu tentu tahu kata pepatah itu. Saya hanya memukul fisik mereka saja, tapi mereka telah memukul batin saya, kuharap Ibu lebih bijak mana yang lebih sakit batin atau fisik?"

Bu Dewi dibuat diam oleh perkataan Ana. Dia hanya bisa menepuk keningnya penuh dengan raut tersiksa.

Beginilah resiko menjadi guru BK. Harus perbanyak stok sabar karena bukan sekali dia dilawan oleh muridnya sendiri.

Sebodoh-bodohnya Ana, dia tetap memiliki kepintaran. Ingat semua orang memiliki tingkat kecerdasan masing-masing, walaupun tidak semua mata pelajaran mendapat nilai baik setidaknya ada satu pelajaran yang mendapat nilai baik. Bahasa indonesia contohnya.

Beginilah Ana, dia takkan pernah kalah dalam pembicaraan, ada-ada saja jawaban yang bisa menjawab setiap pertanyaan yang munyudutkan dirinya. Entah itu jawaban tepat atau salah karena memang Ana menjawabnya dengan asal-asalan sesuai apa yang ada di otaknya saat ini.

Mengejar Cinta Langit (On Going)Where stories live. Discover now