44 - Alasan

108 20 101
                                    

Bella baru saja selesai mengunci pintu caffe, ia melihat Kyra yang masih senantiasa berdiri di tempat yang sama. Gadis itu bersih keras ingin menunggu hujan reda dan menolak ajakan teman-temannya maupun dirinya untuk mengantarkannya pulang.

"Kyra, beneran gak mau dianter?"

Kyra menoleh lalu tersenyum manis. "Enggak kak, aku nunggu hujan reda aja lagian Kak Bella kan mau ada acara."

"Emm...yaudah kalau gitu, kakak duluan ya. Bye...."

"Bye..."

Setelah mobil Bella melaju pergi rasanya hujan yang mengguyur kota ini semakin deras saja. Kyra merutuki kebodohannya yang lupa membawa ponsel kalau tidak ketinggalan sudah pasti dirinya akan memesan ojek online.

Tiba-tiba saja sebuah payung lipat berwarna biru disodorkan padanya, Kyra mulai melihat ke arah sampingnya dan terkejut saat mengetahui Gibran telah berdiri di sampingnya sembari tersenyum tipis.

"Biar gak basah."

Tanpa menjawab atau sekedar menerima payung yang diberikan Gibran padanya, Kyra langsung mengalihkan pandangannya tidak memperdulikan kehadiran Gibran disana.

Laki-laki itu mendengus kesal lalu meraih tangan kiri Kyra dan meletakkan payung itu di atasnya.

"Lo khawatir kan sama gua?" ucap Gibran tiba-tiba membuat gadis itu kembali menatapnya.

"Nggak."

"Nggak usah bohong Ra, dari tatapan Lo aja gua bisa nebak"

"Maksudnya?"

"Waktu gua kecelakaan, kelihatan banget kalau lo khawatir sama gua. Lo itu masih peduli."

"Kasihan doang."

"Dih sok-sok an," balas Gibran sedikit kesal baru kali ini rasanya diacuhkan seorang gadis.

Setelah mengatakan itu tidak ada lagi yang memulai pembicaraan. Kyra, gadis itu hanya diam. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan membuka suara.

Gibran menatap lurus ke depan tepatnya pada jalan raya yang basah akan air hujan, ia menghela nafas pelan.

"Kecewa banget ya Ra?" ucap Gibran pelan.

"Lo pernah denger gak kalau ketua Alghoz itu gak pernah nyerah. Gua Gibran, Ra dan gua sendiri yang bakal ngelindungin lo," lanjutnya saat Kyra belum juga merespon.

Kyra masih enggak menatap laki-laki yang berdiri di sampingnya itu.

"Mending Kak Gibran pergi deh, bullshit tahu gak!" bentaknya.

"Udah gua bilang, gua belum kalah Ra!" balas Gibran sedikit mengeraskan suaranya.

Ia menatap sendu pada Kyra. "Susah ya buat percaya sama gua?"

"Susah!" jawab Kyra cepat sembari mulai menatap Gibran dengan tatapan tajam yang sebelumnya tak pernah ia tunjukkan.

Kedua mata Gibran mulai memanas, air mata bisa lolos kapan saja. Laki-laki itu lemah dalam cinta, ia tidak mampu menerima sikap Kyra yang menjauhinya.

Masih menatap harap pada gadis itu, Gibran kembali berbicara dengan suara yang begitu lembut. "Lo cinta sama gua."

Pernyataan sepihak tersebut membuat Kyra mengernyit, ia masih berusaha tetap terlihat angkuh. "Nggak, emang kak Gibran cinta?"

"Cinta," balas Gibran cepat tanpa ragu.

"Terus kenapa selama ini cuma diam aja?" ucap Kyra menuntut penjelasan.

Gibran diam sesaat lalu memalingkan wajahnya tak berani menatap Kyra.

"Gua punya alasan untuk itu."

"Apa? apa alasannya? Kalau emang cinta, perjuangin! Lindungin! Aku pikir yang dibilang Kak Rangga bener, aku harus ngejauh dari kakak. Aku nggak mau sama cowo yang bisanya cuma ngomong doang, kebanyakan alasan!"

GIBRAN RAFFRANSYAHWhere stories live. Discover now