Bab 10. Petuah Eyang Kusuma

262 49 30
                                    

Pasca selesai mengerjakan tugas nglowong, Bima dan rekannya duduk santai di pendopo sembari menikmati jajanan yang disediakan sang ibu. Arjuna yang tengah bermain bola basket tiba-tiba iseng melempar bolanya ke arah Bima. Namun, bola itu meleset dan hampir mengenai Arimbi. Beruntung Bima berhasil menangkap bolanya denganatu tangan dan menarik Arimbi ke dekapannya.

Kejadian itu membuat dua orang di sana seolah kembali ke masa lalu. Kala itu, Arimbi yang tengah berjalan di pinggir lapangan bersama Gauri, menjadi sasaran lemparan bola basket Shaka dan rekan-rekannya yang tengah mencari perhatian pada anak baru. Lemparan itu mengenai Gauri hingga gadis itu terjatuh. Arimbi yang tahu jika kakak kelasnya sengaja menyasar mereka, mengambil bola yang mengenai sahabatnya kemudian mendekati kakak kelasnya, memberi peringatan.

Kak, bisa nggak jangan main yang berbahaya gini? Kalau tadi kena kepala, gimana coba?”

Shaka dan gengnya tertawa. “Itu karena temenmu imut, kalau kamu yang kena, nggak bakal juga luka. Yang ada ini bolanya meletus kena body semlohaimu itu.”

Arimbi yang kesal membanting bola basket itu di depan Shaka hingga tak sengaja terpantul ke wajah perundungnya. Shaka seketika berang dan ia memungut bola itu kemudian menyasar Arimbi yang sudah berjalan menjauh. Di saat bersamaan, Bima, Aksa, dan Svarga yang datang untuk memenuhi tantangan 3 on 3 dengan tim Shaka segera menepis bola itu.

Posisinya sama persis. Tangan besar Bima dapat mencakup bola tersebut dengan satu tangan yang lain menarik tubuh Arimbi ke arahnya agar aman. Sebersit kenangan itu mebuat Arimbi terdiam. Kenapa aku lupa pernah punya kenangan kayak gini sama Mas Bima? Kenapa aku cuma ingat kalau Mas Bima ngebully aku? Dan justru lupa kalau Shaka juga pernah ngebully aku? batin Arimbi.

“Dek?” panggil Bima.

Suara Bima menyadarkan Arimbi. “Dalem, Mas?”

Mendapat sahutan yang begitu manis, Bima malah gagal fokus. Ia berusaha menahan senyum salah tingkahnya. “Basket yuk?” ajak Bima asal bicara demi mengalihkan pembicaraan.

“Oke, ayo. Siapa takut.”

“Aku ikut, yok, nanti habis basket aku traktir makan mie ayam.” Yudhistira kembali n  imbrung tanpa diajak.

Arjuna yang mendengar kata mie ayam sontak menoleh. “Mie ayam? Serius Mas?” tanyanya.

“Iya, tapi ayo basket dulu. Pas kan ini? Empat-empat?” Yudhistira menghitung orang-orang di sana dan memang pas ada empat perempuan dan empat laki-laki.

Dewi mengernyitkan dahi. “Nggak adil dong kalau cewek lawan cowok. Kalian pasti menang!”

“Eits, tenang Kak Dew. Ada Tari sama Arimbi, mereka atlit basket sekolah dulu,” ujar Gauri.

Gantari yang memang tak banyak bicara melirik Yudhistira yang kebetulan tengah menatapnya. “Yang kalah dapet hukuman nggak, Om?” tanya Gantari pada Yudhistira.

Yudhistira mengembus napas kesal. Ia paling benci dipanggil Om, tetapi Gantari selalu memanggilnya dengan sebutan itu. “Ada. Yang kalah, bakal jadi budak yang menang selama seminggu.”

Tim laki-laki jelas setuju dengan hal itu. Mereka sudah jumawa dan merasa pasti menang. Lapangan basket yang tak jauh dari rumah Bima, menjadi arena pertandingan mereka. Dewi mengajak para anak gadis sekutunya untuk menyusun siasat.

“Kita harus menang, pokoknya, harus menang. Arjuna bagianku. Dia takut sama aku soalnya, kalau dia berani nge-block aku, tinggal ancem aja nggak mau bantu ngerjain PR, dia pasti kicep. Uri, kamu jagain pacarmu. Arim, kamu tempel Bima, karena kalian sama-sama tinggi. Dan, sisanya, kamu yang urus ya. Tari?”

SMARA CARITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang