Bab 25. Tentang Rasa

194 35 5
                                    

Gauri yang memang hilang nafsu makan sejak kemarin, kini lemas didera demam tinggi.

"Papa sama mama ke mana?"

"Kamu pulang aja, aku nggak apa-apa kok."

"Nggak apa-apa gimana? Ini loh badanmu panas banget. Minum obat dulu ya. Maaf, aku boleh kan ke dapur? Nggak ada orang ya kayaknya?"

Gauri mengangguk lemah, ia memilih tidur di sofa bed ruang keluarga. Sementara Svarga pergi ke dapur untuk membuat minum sebagai teman minum obat gadis yang sangat ia cintai itu.

"Uri, sapu tangan kamu di mana? Di tas?" tanya Svarga setelah meletakkan cangkir milik Gauri di meja.

"He'em."

Jawaban lemah Gauri membuat Svarga segera membuka tas sang kekasih. Gadis itu memang terbiasa membawa sapu tangan ke mana pun dia pergi.

Svarga kini sibuk mondar-mandir, mengambil air dengan baskom plastik untuk memudahkannya mengompres Gauri.

"Minum obatnya dulu."

Perhatian yang begitu besar Svarga kepadanya, membuat Gauri seketika terharu. Air matanya meleleh.

"Kenapa? Sakit banget ya? Pusing? Mau ke rumah sakit aja?"

Gauri menggeleng. Ia kesal kenapa Svarga sebaik ini padanya di saat mereka sudah tidak bersama lagi.

"Kamu kenapa baik banget sih, Mas? Kenapa nggak cuek lagi kayak dulu? Kenapa baru sekarang kamu perhatian?"

Svarga membantu Gauri duduk.

"Karena kamu dulu cuma pacarku. Sekarang kamu temenku." Svarga menjawab dengan santai.

Gauri pun hanya bisa tersenyum miris, ia menghapus air matanya. "Temen ya, iya, kita temen."

"Temen hidup." Svarga meminumkan obat pada Gauri.

Setelah meminum obat, Gauri beranjak dari kursinya.

"Mas, mulai kerjanya senin, kan?"

Svarga mengangguk. "Iya, kenapa?"

Gauri berjalan ke arah kamarnya. Svarga hanya menatap heran. Tidak lama gadis itu kembali sembari membawa beberapa tas kertas.

"Ini, buat kerja." Gauri memberikan semua itu pada Svarga.

"Ini apa?"

"Hadiah dari temen barumu. Semoga kamu suka."

Ada dua buah kotak sepatu, lima buah kemeja polos, lima kemeja batik, beberapa potong celana, sebuah tas, dan sebuah benda berbalut tas hitam dengan merk yang sangat Svarga kenal.

"Dek, ini apaan? Kenapa sebanyak ini?"

"Tolong terima semuanya. Aku nggak akan bisa lagi bantuin Mas setiap hari. Mas butuh semua ini kan? Aku cuma pengen ngasih yang terbaik aja, aku wakilkan diriku dengan benda-benda ini buat nemenin kamu di kota seberang. Semoga Mas seneng."

Svarga menatap Gauri lekat. Betapa ia tidak tambah jatuh cinta kepada gadis itu tiap harinya.

"Dek, ini berlebihan."

Gauri tersenyum meski matanya sendu sayu karena demam.

"Tolong terima ya," pintanya.

Svarga pada akhirnya mengangguk. Ia meraih jemari Gauri dan menuntunnya untuk duduk kembali ke sofa.

"Kamu istirahat sini, aku kompres."

Gauri menurut. Tubuhnya terlalu lemah untuk menolak. Ia berbaring kembali di sofa bed tadi.

SMARA CARITAWhere stories live. Discover now