[1/10]

1.2K 152 18
                                    

Aku pikir dia adalah tembok es tidak tersentuh..

___________________

GEMPA bisa melihat dari meja bangkunya, gadis dengan surai coklat yang kini tengah membaca buku dengan mendengarkan headphone serta kupluk yang menutupi kepala.

Dia terlihat dingin, jauh, dan tidak tersentuh.

Bahkan gadis lain tidak ada yang mengajaknya bicara kecuali dibalas dengan padat dan singkat, seperti sekarang. "[Name], Kamu udah ngerjain PR, kan?"

Perlahan Gempa bisa melihat netra coklat [Name] yang gelap melirik datar mengangguk. "Ya. Sudah." Lagi-lagi [Name] kembali fokus membaca bukunya diiringi dengan hembusan napas wajar dari gadis lain.

Gempa tidak terlalu memperhatikan gadis itu lebih jauh, karena dia pikir dia adalah seorang penyendiri yang dingin. Kala itu Gempa tidak memiliki ketertarikan apapun. Selain berpikir, kenapa dia selalu sendiri?

.

.

.

Gempa pulang sore hari karena kegiatan OSIS. Dia sudah terlampau sibuk sebelum akhirnya bisa pulang, walau hari sudah petang karena tugas yang menumpuk.

Seperti seutas tali takdir, seperti dirinya pagi tadi memperhatikan [Name]. Kini dia berpapasan dengannya yang kini berjongkok di pinggir sekolah, dengan kucing-kucing yang mengelilinginya, dari tangan mungil itu biskuit kucing bertebaran dengan senyuman hangat yang tersungging manis. Itu membuat dadanya berdebar aneh terdiam membisu.

"Gempa?"

[Name] melirik menatapnya dengan pandangan datar. Kehadirannya ternyata disadari oleh gadis itu, dengan biasa ketika berpandangan tatapannya datar sebelum mengangguk, menyodorkan sebungkus biskuit yang lain. "Mau ngasih mereka makanan?"

Gempa terdiam, dengan wajah bodoh dia mengangguk ikut berjongkok, tangannya kini perlahan dipenuhi biskuit yang langsung dimakan anak kucing. Oh, padahal dia tadi hanya memperhatikan [Name] yang terlihat asing bukan ikut bergabung. "Kamu belum pulang?"

Gempa bisa merasakan sorot mata gadis dengan surai coklatnya melembut, angin berhembus menerbangkan helaian rambut yang menutupi wajahnya. Lagi-lagi dia bisa melihat sisi lain dari [Name]. "Belum. Aku dari tadi di sini, kucing-kucing ini terus nyamperin aku."

Gempa terdiam, menatap ekspresi itu lebih dalam, ketika biskuit di tangannya habis serta plastik makanan itu kandas. [Name] kini membersihkan tangan Gempa dengan tissue basah agar bersih yang membuat Gempa terdiam kaku, terkejut.

"Terima kasih, udah nemenin aku. Aku duluan."

Perlahan tanpa melirik [Name] pergi, siluet senja ikut menyinari kepergiannya. Gempa melirik tangannya yang disentuh oleh seorang gadis. Tanpa aba-aba wajahnya memerah.

Astaga!

Apa yang baru saja terjadi?!

.

.

.

Gempa sudah berpikir puluhan kali setelah sore itu, tentang debaran aneh yang dia rasakan. Perlahan dia terus mengintip semua aktivitas juga apa yang dilakukan [Name] di kala luang, atau bagaimana setiap reaksi gadis itu ketika melakukan sesuatu.

Tapi, dia tidak menemukan sesuatu yang istimewa. [Name] tidak banyak bicara seperti biasa dan terdiam di samping jendela membaca buku dengan pandangan datar. Entah kenapa dia merasa sore itu seakan ilusi semata.

My Cool Darling || Boboiboy Gempa Where stories live. Discover now