[3/10]

840 134 34
                                    

Tidak peduli seberapa dekat kami...

_______________________

"AKU bakal pulang telat. Aku titip tugasku, ya!"

"Maaf. Tapi, aku ada urusan."

"Aku harus belajar, besok ada ujian."

"Yah! Kak Gempa. Aku sekarang ada janji sama Thorn ke toko bunga."

Hah. Gempa kini berdiri di rumahnya, membersihkan seluruh penjuru rumah dengan napas berat. Setelah pulang sekolah dan mengikuti kegiatan OSIS. Sekarang karena para saudaranya mengatakan sibuk, dan tidak bisa mengerjakan tugas rumah masing-masing. Kini dia yang kerepotan.

"[Name]?"

Gempa bisa melihat kekasihnya yang ada di teras rumah. Oh, salahkan dia. Dia lupa kalau [Name] berkata ingin mampir ke rumahnya dari toko buku siang tadi. "Gempa."

Gempa dengan penampilan jauh dari kata rapi, bahkan dengan seragam kacau, juga keringat yang membasahi tubuh. Dia bahkan belum membersihkan diri karena dia ingin mengerjakan pekerjaan rumah lebih dahulu.

Ah. Sudahlah. Dia juga tidak mau membuat [Name] menunggu. "Silakan masuk, [Name]. Maaf berantakan." Gempa membuka pintu dan mempersilahkan kekasihnya masuk yang dibalas anggukan singkat dengan dituntun masuk ke ruang tamu yan sudah rapi.

"Apa aku mengganggu?"

"Ah, nggak. Aku cuman lagi bersih-bersih. Maaf, ya, masih berantakan, aku juga belum bersih-bersih badan tadi. Anggap aja rumah sendiri. Aku bakal siapin makanan buat kamu."

Gempa yang terlihat bergegas pergi berhenti ketika mendengar suara resleting yang terbuka ketika [Name] melepas hoodienya. Dan menyimpannya di atas sofa, dengan terampil dia mengikat rambutnya kuncir kuda dan menghampiri Gempa. "Biar aku bantu."

"Gak usah. Ini tugas aku, lagian Juga kamu tamu."

Gempa menegak ludah ketika melihat penampilan [Name] yang berbeda dengan kaos lengan pendek serta rambut terikat ke atas. [Name] sangat cantik. "Aku ingin membantu. Boleh, kan?"

Gempa tidak bisa menolak ketika melihat tatapan sungguh-sungguh dari [Name]. Rasanya dia adalah pria menyedihkan yang memperkerjakan pacarnya, begitu juga tidak bisa dipungkiri kalau dirinya senang. Entah kenapa itu semua membuatnya malu. "Ah, baik. Kalau begitu."

Gempa menyetujui ketika mereka sampai di dapur yang berantakan. Tanpa suruhan dari Gempa, [Name] kini meraih barang-barang kotor dan membuka keran, lantas mencuci dengan sarung tangan khusus. "Aku bakal bersihin dapur. Kamu tinggal bersihin yang lain."

"Baik. Makasih ya, [Name]."

Gempa tersenyum ketika melihat [Name] yang kini mengenakan celemek dapur, dengan cekatan bergerak ke sana kemari mengelap, mengepel serta membersihkan dapur hingga bersih. Sedangkan dia mencuci pakaian serta merapikan ruangan lain.

"[Name]! Tidak usah! Biar aku saja!" Dari roof top ketika sedang menjemur pakaian, dia bisa melihat [Name] yang kini membuang sampah dengan kresek berukuran besar ke dalam tempat sampah halaman rumah.

[Name] yang mendengarnya hanya menggeleng dan melambaikan tangan, tidak masalah. Sedangkan dia lantas masuk kembali setelah semuanya selesai. Ketika Gempa turun, bahkan dia bisa melihat [Name] yang kini memotong buah-buahan segar.

"[Name], jangan sampai kecapean."

[Name] yang mendengarnya tersenyum tipis sembari menyuapi Gempa yang terlihat khawatir dengan potongan buah yang sudah dia potong. "Aku lagi buat salad buah. Kamu gak masalah, kan?"

Gempa menggeleng menghela napas, dia tidak bisa menentang keinginan pujaan hati. "Gak, aku suka, kok. Kalau gitu aku pengen bersih-bersih diri dulu. Aku tinggal sebentar, ya." Gempa bisa merasakan perasaan hangat ketika melihat [Name] mengangguk tersenyum hangat.

Menyaksikan semua ini...

Membuat Gempa berpikir lebih jauh, apakah jika mereka menikah akan berbagi tugas pekerjaan rumah seperti ini?

Plak!

Gempa menyadarkan dirinya dengan menampar kedua pipi. Bagaimana pun dia sudah terlampau menyukai [Name] lebih dalam dari yang dia pikir. Ketika dia sudah selesai berpakaian dia bisa melihat beberapa saudaranya yang pulang dengan wajah muram dan langsung memasuki kamar.

"Ini. Aku sudah menyiapkannya."

Gempa tersenyum manis ketika melihat piring berisikan salad yang disodorkan [Name]. "Terima kasih. Maaf ngerepotin, [Name]." Gempa melahapnya dengan senang, walau begitu dia melihat langit yang mendung dari jendela, ketika dia hendak pergi ke atas. [Name] menahannya dan membuat kode bahwa saudaranya yang lain kini sudah duluan beranjak pergi.

"Tumben." Gempa bergumam bingung ketika melihat saudaranya dibarengi senyum tipis [Name].

Bahkan dari luar, ada paket makanan yang datang atas nama saudaranya yang lain. Katanya ini buat makan malam sekarang. "Ada apa dengan mereka?"

[Name] terlihat menggeleng sembari membaca buku yang baru saja dibelinya, dirinya terduduk dia atas sofa dengan bersender di pundak kekasih. "Entahlah, manusia kan bisa berubah."

________________

Bonus
_________________

"Dengarkan. Jika sekali lagi kali kalian menyusahkan Gempa. Kalian tahu apa yang terjadi bukan?"

Taufan, Thorn, Blaze bahkan Halilintar mengangguk ketika menemukan kekasih Gempa di dapur mereka-- yang kini memegang pisau dapur memotong buah di depannya secara kasar.

TAK!

"Apa kalian paham?"

"PAHAM!"

Astaga. Kekasih Gempa yang dingin ini ternyata menakutkan.

.

.

.

_______________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_______________________

... aku ternyata menyukainya lebih dalam dari yang kukira.

31 Juli 2022

My Cool Darling || Boboiboy Gempa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang