Chapter 12 (end)

1.8K 333 83
                                    


Januari 2022

Begitu melihat namaku terpampang di papan pengumuman sebagai mahasiswa yang lulus dengan nilai sidang terbaik, aku langsung bisa bernapas lega karena akhirnya perjalanan panjangku menemukan ujung.

Argya Savita – Fakultas Seni Rupa dan Desain Jurusan Desain Komunikasi Visual 2018 [GPA: 3.90] (A – LULUS)

*silakan mengumpulkan persyaratan sebagai bahan pengajuan untuk mendapatkan predikat cum laude.

Oh, masih belum selesai di sana. Aku masih harus mengumpulkan beberapa berkas agar aku bisa lulus dengan pujian.

Tidak disangka, 3,5 tahun pendidikanku di jenjang perguruan tinggi berlalu begitu cepat. Serasa baru kemarin aku diterima di kampus ini, menangis bahagia, menjadi mahasiswa baru, Ospek, pelantikan anggota organisasi, menjadi panitia, bahkan beberapa kali berkesempatan menjadi pemimpin.

Banyak sekali pengalaman yang aku dapatkan selama 3,5 tahun berkuliah di kampus ini. Meskipun tidak mendapatkan banyak teman, ilmu yang aku serap memberikan banyak pelajaran berharga yang tidak bisa aku dapatkan hanya dari seorang teman.

What a long ass ride.

Beberapa teman angkatan mengucapkan selamat begitu tahu pengumuman kelulusanku. Beberapa juga memberikan hadiah.

"Ghia selamat, ya! Doain gue biar bisa cepet nyusul!"

"Ghiaaa, sukses terus! Entar wisudanya bareng loh!"

"Ghiaaa huhuhu, semoga keterima kerja di Startup!"

Dan masih banyak ucapan lainnya.

Dari beberapa teman angkatan 2018, hanya ada 5 orang yang bisa mengikuti sidang gelombang pertama di tahun ini, dan salah satunya adalah aku.

Aku juga berada di posisi pertama dengan nilai tertinggi di antara teman-temanku, dan kalau boleh, biarkan aku menyombongkan diri dengan apa yang aku capai saat ini.

Sejak tahun lalu, aku digempur oleh berbagai macam masalah yang membuat aku kehilangan fokus dan arah. Namun, berkat kemampuan konsentrasiku yang tinggi, segala cobaan yang mengguncang psikisku dapat aku lalui tanpa kendala yang berarti.

Deja vu, dulu aku juga pernah belajar seperti orang gila pasca Bagja menghilang tiba-tiba. Kini, terulang kembali, dan alasannya tidak jauh dari Bagja juga.

Miris, ternyata kehidupanku memang selalu berputar pada lelaki itu, dan entah sejak kapan, rupanya aku sudah jatuh dalam cinta tak sampai pada sosoknya.

Mungkin sejak dulu, sejak aku selalu menggantungkan hidupku pada Bagja, aku sudah menyerahkan seluruh isi hatiku padanya tanpa aku sadari. Jadi begitu dia pergi, dia mengambil seluruh perasaanku dan tidak pernah mengembalikannya lagi.

Bahkan hingga sekarang.

Oh, jangan dipikir melupakan Bagja akan semudah dulu ketika sosoknya tidak ada dalam jarak pandangku.

Sekarang ini, tentu saja lebih sulit. Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya, sedangkan dia saja berkuliah di gedung yang sama denganku dan beberapa kali mengambil mata kuliah yang sama karena dia mengontrak beberapa mata kuliah semester atas.

Berpapasan di koridor? Entah sudah sesering apa.

Makan di meja yang sama di kantin? Terlalu sering sampai aku tidak bisa menghitungnya.

Namun... hanya itu. Tidak ada interaksi di antara kami, serasa kembali ke lingkaran awal. Benar-benar tidak ada artinya.

Sudah setengah tahun lebih sepertinya sejak terakhir kali aku mengucapkan salam perpisahanku pada Bagja, bahwa kami sudah tidak bisa berteman lagi.

1520Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang