empat kata

160 17 4
                                    

Hi, 

I am  feeling bad for no reason all day. So, I decided to update something sweet and make my mood good :)

Happy reading, 


.

.

.

.


Auris pernah bertanya pada ayahnya kala malam gelap terasa lebih dingin di tahun kedua tanpa sosok ibu dirumah besar mereka. Kenapa adiknya yang saat itu berumur 5 tahun tidak berhenti mengajukan banyak pertanyaan, hingga dirinya kewalahan untuk menjawab.

Mulai dari pertanyaan yang bisa dijawab hingga pertanyaan yang sama sekali tak memiliki jawaban seperti, "kenapa Koko jadi Koko, kenapa Rere jadi Rere? "

Tentu tak ada jawaban yang pasti untuk 4 kata yang diucapkan berulang sebanyak dua kali dan disusun menjadi sebuah pertanyaan.

Dimalam yang dingin dengan langit tanpa bintang, Agrivin yang baru saja pulang kerumah disambut oleh putra sulungnya yang dengan baik hati menemaninya makan malam sambil bercerita banyak hal, terpaku mendengar sekilas keluhan yang dirasakan selama menjaga adik satu-satunya.

Pria beranak dua itu meringis dalam hati saat netranya menangkap air wajah putra sulungnya yang terkadang terlihat putus as ajika bercerita banyak hal tentang tingkah sikecil yang menguras emosi dan kesabarannya. Merasa bersalah dan merutuki takdir buruk yang terjadi pada keluarganya.

Putra sulungnya yang baru saja masuk ke perguruan tinggi seharusnya lebih dapat menikmati hidup selayaknya remaja seusianya. Namun kehadiran Rere dan ketiadaan sang ibu membuatnya harus menjalani hidup selayaknya orang tua bagi sang adik.

Namun, bukan berarti kehadiran kurcaci kecil ditengah-tengah mereka menjadi petaka. Keduanya justru tak akan pernah sanggup membayangkan seandainya sesosok kecil aktif dan cengeng itu tak pernah ada menghiasi kegundahan hidup mereka.

Jauh dilubuk hatinya yang paling dalam, Agrivin juga bertanya-tanya kenapa putra bungsunya itu bisa secerewet itu. Bibir kecilnya yang menggemaskan selalu bergerak dengan celotehan tanpa henti. Bahkan saat tidur, tak jarang mereka mendengar gumaman kecil, mengigau dalam lelapnya.

Mereka tak perlu khawatir ketika rumah besar mereka hanya diisi oleh mereka bertiga, karena selama ada Rere didalamnya, keheningan tidak akan pernah menyapa.

Bahkan hal itu tak urung berubah meski Rere sudah beranjak usia 6 tahun dan sudah dimasukkan kedalam taman kanak-kanak. Pertanyaannya justru semakin beragam. Seperti :

" Kenapa sih lele tidak bisa mengalahkan Koko semuanya padahal sudah lajin meminum susu setiap hali "

Meskipun Auris sudah menjawab dengan segala logika dan pemilihan bahasa yang mudah untuk dimengerti bocah cilik itu, nyatanya pertanyaan lain justru bermunculan. Terus menerus, berkepanjangan, tanpa henti jika saja Auris tidak mengalihkan pembicaraan ketopik yang lain.

Diatas meja makan yang seharusnya hikmat dan damai dengan aktivitas sarapan dipagi hari tidak pernah keluarga Nikolas rasakan selama si kecil duduk disalah satu kursi berbahan kayu itu. Tidak-tidak. Bukan hanya sarapan. Makan siang, makan malam dan disetiap kesempatan, bocah kurcaci itu tak akan membuat tenang dan sunyi atmosfir sekitar.

Seperti saat ini, dengan berdiri di atas kursinya, kedua tangan di tumpu keatas meja dan tubuh yang condong ke arah Auris yang duduk di seberangnya, si kecil siap untuk memulai pagi dengan sesi bertanya.

Rere sudah hendak membuka mulut mungilnya, sudah menghirup nafas yang banyak dan menampugnya diparu-paru untuk dikeluarkan dalam bentuk cemprengan. Namun, jari telunjuk Auris yang panjang sudah lebih dulu menempel pada kedua bibir kecil itu. Menghasilkan kerut tak suka diwajahnya.

Koko dan RereWhere stories live. Discover now