enam lembar

154 17 3
                                    

Sisa tetesan air masih berjatuhan ke bumi meski tidak sederas sore tadi. Namun, entah kenapa cuaca dinginnya masih menyengat kulit meski penghangat ruangan sudah di setel sampai temperatur yang cukup tinggi.

Nikmatnya jika Auris bisa bergelung di balik selimut sambil memeluk boneka hidup paling hangat miliknya yang saat ini tengah di introgasi oleh sang ayah atas laporan yang remaja itu berikan.

Rere, Boneka hidup yang sangat hangat dipeluk milik remaja 18 tahun itu segera diminta menemui sang ayah di ruang kerjanya setelah menyelesaikan makan malam tadi, ketika remaja itu melaporkan bahwa adiknya bermain hujan-hujanan tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Bocah enam tahun yang tadinya berceloteh banyak hal dimeja makan kini lebih memilih mengerucutkan bibirnya penuh kesal karena janji yang kakaknya ingkari. Padahal saat menyesap coklat hangat dalam gelungan selimut bersama di sofa sambil memeluk satu sama lain, kakaknya itu sudah berjanji tidak akan melaporkan kenakalannya pada sang ayah. Rere kesal sekali merasa terkhianati.

Auris masih tak hentinya tersenyum merasa gemas saat mengingat ayahnya yang merubah nada suaranya agar terlihat seperti sedang marah saat meminta adiknya itu menemuinya di ruang kerja. Wajah Rere saat itu benar-benar lucu, antara takut dan kesal.

Tugasnya bahkan tak selesai-selesai dikerjakan karena penasaran apa saja yang dilakukan sepasang ayah dan anaknya itu disana. Laptopnya masih menyala di pangkuannya seraya menunggu sang adik menyelesaikan pertanggung jawabannya pada sang ayah, sebelum siap membawa sikecil menemui alam mimpi.

Bayangan wajah ayahnya yang penuh sandiwaran serta wajah nelangsa adiknya yang penuh kesedihan dan penyesalan berputar - putar pada layar laptop miliknya.

Tak lama suara pintu ruangan terbuka, menyembulkan bocah kecil yang berlari semangat menghampirinya. Meski berusaha memfokuskan perhatiannya pada tugas-tugas, Auris masih dapat mengintip adiknya yang kesusahan menaiki sofa melalui ekor mata sempitnya.

" Koko, lihat! Papi kasih lele uang banyak " Auris menengokkan kepalanya ke arah sang adik, memperhatikan wajah bulat kecil yang penuh kebahagiaan itu berbanding terbalik dengan ekspektasinya beberapa saat lalu.

" Oh " respon Auris datar, terlihat tak tertarik pada beberapa lembar uang dua ribu yang teracung di depan wajahnya.

" Papi kasih untuk beli biskuit olio " tambah Rere berusaha menarik perhatian kakaknya yang kembali fokus pada layar laptopnya.

" Oh "

Rere menarik pakaian sang kakak pada bagian dada untuk menarik fokus remaja itu padanya, " Koko, ayo ke indimalet. Antal lele beli biskuit olio " pinta sikecil.

" Koko sibuk, masih harus kerjain tugas. Besok aja " balas Auris tak bergeming.

Wajah memelas Rere maju beberapa senti menutupi layar laptop agar pandangan sang kakak fokus padanya.

" Sekalang aja. Lele mau sekalang " netra penuh harap itu memancarkan binar yang menggemaskan.

Auris menggeser tubuhnya, menjauhkan wajah lucu sang adik dari tugas-tugasnya, "Dingin ah. Males keluar. Besok aja sekalian berangkat sekolah "

Rere menggeleng tak setuju " sekalang aja, ko " pintanya sudah berubah menjadi rengekan khas bocah itu, tetapi Auris tetap kekeh.

" Yaudah Rere beli sendiri aja sana ke Indimaret "

Rere terlihat berpikir. Netranya bergantian memandangi uang dalam genggamannya dan pintu keluar.

" lele boleh beli biskuit olio belapa ko?"

" Uangnya ada berapa? "

" Ada ... " Rere menghitung. Satu,dua,tiga,empat,lima,enam " enam. Ada enam uangnya " jawab Rere dengan semangat. Senang karena uang yang dimilikinya sangat banyak.

Koko dan RereWhere stories live. Discover now