Bulan kedelapan

119 13 3
                                    

Selamat Ulang Tahun Indonesia!!

Hayoo siapa yang mau merayakan HUT RI bersama Koko dan Rere? 

.

.

.


Sebenarnya sudah sejak lama Rere penasaran mengapa rumah-rumah di komplek perumahannya dihiasi beragam dokorasj warna-warni yang sangat unik. Kebanyakan dalam bentuk -bentuk lucu yang bergantung diatap-atap rumah, dipagar, di halaman bahkan dibeberapa pohon juga bergantung dekorasi unik yang dominan berwarna merah dan putih.

Disetiap rumah juga terpasang tiang tinggi yang diujung atasnya berkibar bendera berwarna merah dan putih. Kakaknya bilang itu disebut bendera Indonesia. Kakak memberitahukannya saat tengah menancapkan tiang tinggi di halaman rumah. Tetapi rumahnya tidak seperti rumah tetangganya yang lain. Hanya ada ada bendera tanpa dekorasi untuk lainnya.

Sekolahnya pun sama meriahnya. Saat itu semua murid di minta membuat prakarya dari bahan-bahan bekas pakai yang di warnai merah dan putih. Kemudian hasilnya dipajang disekitar sekolah. Rere senang sekali, bahkan hasil tangannya dibantu oleh Bu Nani terpajang di dekat ruang guru. Lipatan kertas origami merah dan putih yang dibentuk menjadi sebuah kipas tangan dengan jumlah banyak, kemudian dikaitkan pada tali panjang dan dibentangkan disepanjang pintu masuk ruang guru.

Tak hanya itu, saat bermain bersama dengan Agra dan Mas Bimo, mereka tak henti-hentinya berbicara mengenai perlombaan yang akan mereka ikuti. Hanya Rere yang tak mengerti sama sekali. Saat bocah itu bertanya, Agra menyuruhnya untuk bertanya langsung pada kakaknya.

" Koko, tadi agla dan mas bimo bicala lomba-lomba Agustusan. Itu apa ko? " Rere mendekati kakaknya yang fokus pada laptop di meja makan.

Auris memberikan perhatiannya pada sang adik sebentar, kemudian kembali mengetukkan sesuatu. " Ya...lomba " jawabnya singkat.

Rere yang tak puas, kembali bertanya " lomba sepelti di sekolah lele? Lomba mewalnai? " Tanyanya berusaha mencari jawaban pada pikirannya sendiri dan melakukan konfirmasi pada kakaknya.

Auris berdeham alih-alih agar adiknya tak merasa diacuhkan, meskipun remaja itu benar -benar tak fokus pada pertanyaan sang adik karena sedang hanyut dalam tugas.

" Agla dan mas bimo ikut lomba, ko. Apa lele boleh ikut juga? " Meski tak sedang menatapnya, Rere tetap menampakkan wajah memelas andalannya pada sang kakak.

Bibir yang mengerucut, tangan yang memilin ujung pakaian serta sebelah kaki yang bergerak kedepan dan kebelakang.

Auris diam tak memberi jawaban, jemarinya fokus menari di atas keyboard, matanya memaku layar yang penuh dengan jajaran huruf-huruf.

Rere yang merasa diacuhkan menghentak kesal. Tak peduli pada konsentrasi kakanya yang terganggu. Tubuh kecil itu mendekat, meliuk-liuk berusaha masuk diantara meja dan tubuh kakaknya. Bergerak kepayahan memanjat tubuh yang lebih besar darinya untuk duduk dipangkuan sang kakak.

Auris yang terganggu mendengus kesal saat kedua tangan adiknya terangkat, kedua telapak tangan gempalnya terbuka lebar untuk menutup wajah sang kakak dari memandangi tugasnya. Kebiasaan yang akan Rere lakukan saat merasa diacuhkan karena fokus lain padahal dirinya sedang dalam mode serius.

" Lele sedang bicala, ko! " Protesnya saat tangan Auris bergerak hendak menurunkan sepasang tangan adiknya.

Hembusan nafas lelah Auris perdengarkan. Dengan sedikit terhalang, remaja itu menutup tugas dan laptopnya untuk memberikan atensi pada Rere yang teramat serius.

" Oke, sekarang apa? " Tanya Auris memulai.

Sepasang tangan itu turun, wajahnya kembali berseri dan mengambilnya nafas untuk mulai berbicara.

Koko dan RereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang