TIGA PULUH SEMBILAN

137 19 23
                                    

Alodie keluar dari kelas dan pergi ke perpustakaan. Saat-saat seperti ini, perpustakaan menjadi dua kali lipat lebih nyaman untuknya. Selain untuk belajar, Alodie juga sering menggunakan tempat itu untuk menghindar dari keramaian dan mencari ketenangan. Apalagi, kalau sedang memiliki masalah seperti ini.

Di koridor ia bertemu dengan Arga, lagi. Cowok itu sepertinya hendak ke kantin bersama Jean dan Rio. Alodie yang hendak melewati jalan yang sama pun mundur dan bersembunyi di balik dinding, ia lebih baik menghindar untuk bertemu Arga.

Tiga cowok itu akhirnya melewati tempat persembunyian Alodie, dan Alodie keluar dari sana. Tidak langsung pergi, kedua matanya menatap punggung Arga yang kian menjauh dari pandangannya. “Kira-kira, wajar nggak, ya, gue marah sama Arga?” gumaman di mulut Alodie keluar dengan sendirinya. “Gue sebenarnya juga nggak mau, sih, diem-dieman kayak gini, tapi Arga juga keterlaluan.”

Alodie menghela napas dalam, ia lalu beranjak dari tempatnya dan pergi ke perpustakaan.

***

“Hah? Berantem?” Rio terkejut saat mengetahui fakta bahwa Arga dan Alodie tengah perang dingin sekarang. “Ya, wajar, sih, si Alodie ngambek, kesannya emang lo tarik-ulur, Ga.”

Jean yang mendengar itu sontak menepuk dahi Rio. “Jangan menyudutkan seseorang kalau lo nggak tahu apapun.”

“Emang lo tahu, Je?”

Jean menggaruk belakang kepalanya. “Ya, nggak, sih, tapi gue percaya aja Arga punya alasan.”

“Ya, lo juga jangan lihat dari sudut pandang Arga aja, Je, lihat juga posisi Alodie, cewek mana yang nggak kecewa kalau udah diperjuangin terus ditinggalin gitu aja.”

“Gue nggak ninggalin, Yo,” sambar Arga.

“Tapi nggak ngasih kejelasan,” sergah Rio, “itu, kan, jawaban lo?”

Baik Arga maupun Jean tidak lagi memberikan jawaban, Arga menerima karena yang dikatakan Rio memang ada benarnya, dan Jean juga setuju kalau ia melihat dari sudut pandang Alodie. Namun, Jean juga tidak bisa menyalahkan Arga karena ia tahu sahabatnya tidak mungkin bertindak tanpa alasan. Hanya saja, alasannya apa Jean masih belum tahu dan enggan memaksa agar Arga memberitahunya.

Rio tertawa melihat dua sahabatnya yang hanya terdiam. “Pada serius amat nyimak ucapan gue, sans, gue nggak menyalahkan siapa pun, kok, di sini, cuma mau berpendapat aja, siapa tahu ada pencerahan buat nyelesain masalah lo, Ga. Tapi kalau jadi bikin tambah mumet, ya, maafin.”

Arga tersenyum. “Ucapan lo nggak ada yang salah, kok, Yo, di sini emang sikap gue yang salah.”

Rio menghela napas singkat. “Lo … beneran nggak mau cerita ke kita, Ga? Seenggaknya biar lo lega karena nggak dipendem sendiri.” Jean ikut menoleh ke arah Arga, setuju dengan ucapan Rio barusan.

Hening beberapa saat, tetapi setelahnya Arga tersenyum lagi. “Aman.” Jean menjatuhkan pundak, sedikit kecewa karena Arga tetap memilih bungkam.

***

Di jam pelajaran terakhir, guru bahasa inggris di kelas XII IPA 1 tidak bisa hadir, beliau juga tidak memberikan tugas atau amanat apapun, alhasil kelas berada di kondisi jam kosong yang menyenangkan. Semua siswa sibuk dengan kesibukan masing-masing, tak terkecuali Arga yang saat itu sibuk mencoba style gambar barunya, Rio sibuk mendengarkan musik galau dengan earphonenya, dan Jean dengan dengusan-dengusan kecilnya.

HATI untuk ARGAWhere stories live. Discover now