EMPAT PULUH TUJUH

108 19 9
                                    

Hari ini, dua orang yang Arga anggap sebagai orang terdekatnya merasakan kecewa. Mereka mengetahui semuanya di hari yang sama, dan Arga tidak pernah mengira itu. Di banding Alodie, kemarahan Rio lebih menyakitinya, karena bagaimana pun Rio lebih dekat dengannya, Arga bisa merasakan sakitnya Rio terkhianati.

Namun, di antara keduanya, pikiran Arga justru teralihkan kepada Dika. Kakak tirinya itu belum mengetahui apapun, bahkan belum tahu kalau Arga sedang dirawat di rumah sakit sekarang, karena cowok itu sedang berlibur bersama teman-temannya. Apa reaksinya nanti? Mengingat kejadian terakhir mereka bertengkar dan Dika berhasil meluapkan semua kekesalannya kepada Arga.

Di tengah lamunannya, pintu ruangan tiba-tiba terbuka, di sana ada Diana dan Dani yang datang. Arga menoleh dan tersenyum seraya mendudukkan badannya, ia bersandar pada kepala ranjang.

“Selamat malam, Anak Ganteng,” sapa Diana.

Arga tersenyum. “Malam, Bunda Cantik.”

How was your day?” tanya Diana sambil duduk di kursi samping ranjang, sementara Dani terduduk di kaki ranjang.

“5 dari 10,” jawab Arga.

Diana merengut sedih. “Kenapa? Ada yang bikin kamu kesel?”

Arga menggeleng. “Hari ini Alodie sama Rio tahu,” jawabnya, “setengah bahagia, setengahnya lagi sedih.” Bahagia karena akhirnya ia tidak harus menutupi apapun lagi, dan sedih karena reaksi keduanya sama-sama kecewa.

“Papa bisa bikin angka 5 itu naik lagi ke 10,” celetuk Dani.

Arga dan Diana menoleh. Dani mengeluarkan sesuatu di dalam tasnya, sebuah tablet yang Arga ketahui itu adalah miliknya. “Papa bawain itu buat Arga?” tanya Arga dengan mata yang berbinar.

Dani tersenyum. “Hm,” katanya, “tapi, harus tahu waktu. Kalau enggak, Papa bakal ambil balik.”

Senyuman Arga mengembang. “Satu jam di pagi hari, satu jam di sore hari, gimana?”

Dani ikut tersenyum. “Deal,” katanya seraya memberikan tablet tersebut kepada Arga.

“Makasih, Pa.”

“Sama-sama.”

Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi Diana, setelah melihat Arga tersenyum bahagia dan itu karena Dani. Diana beruntung bertemu dengan Dani, pria itu bisa menerima apapun di dalam keluarganya. Bahkan, setelah Arga masuk rumah sakit, perhatian Dani lebih intens dari biasanya.

***

Pagi-pagi sekali Rio sudah tiba di sekolah. Ia berlari memasuki kelas berniat untuk menemui Jean, dan untungnya Jean sudah ada di bangkunya. Cowok itu bahkan mengarahkan pandangannya ke arah di mana Rio berlari. “Kenapa, Yo?” tanya Jean setelah Rio tiba di sampingnya dan duduk.

“Orang tua gue setuju, soal donor itu.”

Tidak langsung menyahut, Jean masih kepikiran soal ucapan Rio kemarin, tentang dirinya yang dituduh mengambil keuntungan. Selama ini, Jean tidak membujuk Arga untuk memberitahu Rio bukan karena ia tidak menganggap Rio sebagai sahabatnya, tetapi Jean menghargai apapun keputusan Arga, Jean tidak ingin memaksa apapun yang tidak ingin Arga lakukan. Walaupun, ia tahu akan berakhir seperti ini.

HATI untuk ARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang