EMPAT PULUH SATU

154 18 49
                                    

Nada sambung sudah berbunyi cukup lama, si penerima telepon tidak juga menjawabnya. Sampai suara operator yang terdengar mengabarkan bahwa panggilan tidak dijawab, Dika menurunkan ponselnya sambil berdecak. “Si Naufal lagi ngapain, sih? Gaya banget susah dihubungin.”

Tak lama, muncul panggilan dengan nama Naufal di layar ponselnya. Dika buru-buru menerimanya dan berkata, “Sok sibuk, najis.”

Naufal tertawa di seberang sana. “Kenapa?” tanyanya.

“Vila, lah, kita.”

“Kenapa lagi? Adek lo berulah lagi?”

“Nggak usah banyak tanya.” Tanpa menunggu jawaban lagi, Dika memutuskan sambungan teleponnya. Setelah itu suara notifikasi pesan masuk berbunyi, sebuah pesan menyembul pada popup ponselnya.

Naufal: Vila, guys, tuan muda lagi bete.

Banyak respons setuju dari teman-teman satu grupnya tersebut, mereka memang sudah merindukan liburan karena penat dengan tugas kampusnya. Setelah dirasa semuanya setuju, Dika tinggal memikirkan alasan kepada Dani dan Diana. Untuk sepekan ke depan, ia memang harus menghindari Arga agar kemarahan dalam dirinya mereda, mengingat kemarin secara tidak sengaja cowok itu meluapkan kekesalannya kepada sang adik.

***

Sore itu, Dika sudah berkemas dan mulai keluar dari kamarnya. Sebelum merapikan barang bawaannya, ia sudah izin lebih dulu kepada Dani dan Diana, dan untungnya mereka mengizinkan, walaupun Dika harus memohon dengan sekuat tenaga. Selama dua minggu ke depan, kuliahnya memang libur setelah UTS. Namun, Dika hanya butuh satu minggu untuk menenangkan diri.

Di depan rumah, Dika sudah berpamitan dengan mencium tangan Dani dan Diana. Sementara, Arga baru saja datang dan hendak menghampiri Dika, ia memang dipanggil oleh Dani agar Dika juga berpamitan padanya.

Sesampainya di teras rumah, Diana menyadari kedatangan Arga, wanita itu pamit kepada Dika untuk kembali ke kamarnya. Arga yang mendengar itu sontak menjatuhkan pundak, ternyata Diana masih marah padanya atas kejadian pulang sekolah tadi.

“Bun,” tahan Arga, menghentikan Diana yang baru saja melewatinya, “nggak usah pergi, biar Arga yang balik ke kamar.”

Tidak ada sahutan, Diana menahan diri agar tidak luluh begitu saja oleh Arga, Dani memilih diam karena ia tidak mau menghancurkan cara yang sudah lama Diana pilih untuk mendidik Arga, sedangkan Dika masih berdiri canggung. Sebenarnya, apa masalah Arga dengan bundanya?

Tidak juga mendapatkan jawaban, Arga akhirnya mundur beberapa langkah. Sebelum pergi kembali ke kamar, ia menoleh kepada Dika dan mengatakan, “Take care, Ka,” katanya, hanya agar Dani dan Diana tidak curiga atas keretakan hubungannya dengan Dika. Setelah itu, ia pergi kembali ke kamarnya.

Diana menghela napas berat, sebenarnya ia juga tidak tega mendiami Arga seperti ini.

***

Setelah kepergian Dika, Diana dan Dani langsung pergi ke kamarnya karena Dani yang meminta. Di sana, Dani kembali mencoba membuat Diana mengerti atas situasi Arga. Pembujukan percobaan ini sudah yang kedua kalinya, setelah sebelumnya tidak berhasil sama sekali.

“Bun, jangan terlalu keras kayak gitu, lah, sama Arga,” tegur Dani, “maafin dia.”

“Udah,” sergah Diana, “aku udah maafin dia, tapi dia harus dikasih pelajaran juga, biar tahu kalau bohong sama orang tua itu salah.”

HATI untuk ARGAWhere stories live. Discover now