DOLL

1.4K 297 83
                                    

"Mau sampai kapan kamu di Bandung? Cepetan pulang."

"Temen Zaki ada yang sakit pa"

"Temen? Papa ngizinin kamu ke Bandung cuma karena kamu maksa pengen kuliah di sana. Papa gak minta kamu bergaul sama orang lain! Kenapa kamu milih ngekost padahal papa udah sewain apartemen buat kamu? Inget Zaki, kamu satu satunya harapan keluarga kita."

Zaki menghela nafas panjang. Padahal baru tiga hari lalu dia dibandung. "Iya, Zaki pulang nanti lusa."

"Bukan lusa, tapi besok kamu harus udah pulang! Papa gak mau terima apa alasan kamu Zaki. Kuliah kamu juga udah beres, gak ada lagi yang bisa pertahanin kamu di Bandung. Besok kamu pulang, beresin barang barang di kosan gak layak itu dan gak usah kembali lagi ke sana!"

Zaki ngangguk walau dia tau orang di sebrang gak akan tau apa yang dia lakuin. "Iya"

"Hapus nomor temen temen mu juga, mereka bukan orang yang cocok bersanding sama kita. Inget Zaki, kamu anak papa dan takdir kita itu selalu di atas. Jangan nunduk buat liat sampah masyarakat kaya mereka"

Sambungan telepon diputus. Zaki langsung duduk di tangga kosan. Dia tutup muka dengan simpul tangan di lutut. Awalnya dia berniat untuk kembali ke rumah sakit namun pikiran nya saja sudah kacau.

Dari berapa banyak kenangan, jika zaki boleh menyesal adalah ketika dia harus terlahir dari keluarga yang punya status sosial yang cukup terpandang.

Semua harus sempurna di mata keluarga tanpa kesalahan apapun. Seorang anak tidak boleh berpendapat dan hanya boleh mengikuti apa yang diinginkan orang tua nya.

Kesalahan kecil dapat menjadi aib yang akan terus di ungkit ungkit oleh keluarga bahkan masyarakat.


Jika boleh jujur, Zaki kesepian.


Ayahnya suruh dia untuk pulang tapi baginya kosan adalah rumah nya.

Temen yang katanya tidak berguna dan hanya jadi beban, nyatanya adalah orang yang paling mengerti dirinya.

Disatu sisi dia ingin melawan, di sisi lain dia hanyalah anjing yang patuh atau boneka ayah nya.


Semua orang berhak untuk berbicara karena itu memang hak nya namun itu pengecualian untuk Zaki. Jangankan untuk mengeluarkan pendapat, apa yang dia ingin kan saja selalu di tentang membuatnya kesulitan untuk mencari siapa dirinya sendiri.

"Pa, zaki mau main"

"Dari pada kamu main mendingan kamu belajar! Itu lebih berguna dari pada main  gak jelas kaya mereka"


"Pa, Zaki gak mau masuk bisnis"

"Papa gak minta pendapat kamu, Zaki, tutup mulut kamu dan turutin apa kata papa"


"Kenapa nilai ulangan kamu 90?"

"Kepala Zaki pusing, tapi zaki udah berusaha semaksimal Zaki"

"Kalau pusing harusnya kamu pingsan aja! Setidaknya kamu bisa ngulang! Gak usah maksain diri kalau tau kamu itu bodoh! Papa gak mau tau, besok nilai kamu harus lebih bagus lagi"


Tangan Zaki mengepal semakin dipikir semakin emosinya memuncak lalu tanpa sadar membenturkan tanganya ke tembok sampai berdarah. Setidaknya rasa sakit itu membantu mengontrol dirinya dari semua pikiran acak yang terus terusan berputar di kepalanya.


"Bang, kalau mau baku hantam mending sama Juan"

Zaki berdiri cuma buat nyari suara orang yang teriak di depan ruang tv. Dia kira kosan sepi sampai lupa kalau di kosan masih ada Fajar sama Juan yang lagi anteng main game di hp masing masing sambil rebahan.

Zaki diem. Tapi dia langsung rubah raut wajah dia sambil nyamperin mereka gak lupa sama tangan yang berdarah itu dia sembunyiin di kantong Hoodie nya.

"Bukan bermaksud buat nguping atau gimana, tapi luka di batin gak akan ngaruh ke luka fisik. Kalau kata kenbaran Juan, Nyakitin diri sendiri itu cuma pengalihan buat gak terlalu mentingin sakit yang gak bisa dilihat oleh mata. Fajar ambil obat dulu deh, kalau mau ngobrol sok sama Juan tapi lebih bagus lagi kalau lukanya di cuci duluan"

"Biar saya aja yang ambil, kaki kamu kan masih sakit itu"

"Udah sembuh, bentar!"

Tiba tiba Juan ketawa kecil buat Zaki senewen sendiri liat nya. Muka Juan yang tadi nya biasa aja malah kaya songong sekarang.

"Kenapa?"

"He, boneka papa ternyata"

"Anj-" zaki yang asalnya mau ngumpat sekarang malah diem denger omongan Juan selanjut nya.

"Abang cuma boneka buat mereka, boneka yang harus bisa menuhin harapan orang tua dimana mereka gak bisa gapai. Mereka nyerahin semua impian mereka ke abang dan gak mau denger gimana pendapat atau keadaan anak nya. Mereka tutup mata, tutup telinga karena yang mau mereka denger dan liat itu cuma keinginan mereka yang tercapai. Singkatnya abang cuma boneka yang selalu mereka tunjukin di depan layar tapi enggak d belakang layar. Selanjutnya mau gimana? Jadi boneka yang baik atau pembangkang? Impian bang zaki  itu di diri sendiri. Jalan hidup abang  ya abang sendiri yang tentuin. Bergantung sama keinginan mereka gak akan bisa buat abang maju. Abang cuma makin terbelakang sama mental. Sekuat tenaga baikin mental yang  udah retak ya pasti makin lama makin ancur. Ya karena apa? Ya karena abang lebih mentingin orang lain dari pada diri sendiri"

"Terus saya harus gimana?"

"Kok nanya balik? Ya tanya diri sendiri lah. Mau gimana kedepan nya. Dari yang aing denger abang selalu ngerasa pengen keluar tapi nyatanya itu zona nyaman sendiri. Sadar atau gak sadar itu yang aing lihat."

Zaki ngangguk, dan Juan gak tanya lebih apa omongan dia sampe ke otak nya atau enggak. Dia sadar kalau dia gak bisa ngejelasin sebaik Fajar dalam ngasih semangat ke orang, gak bisa sealus Fajar sampe bikin lawan bicaranya ngerasa nyaman buat cerita lebih jauh.

"Thanks"

"Bang, aing dapet motivasi baru dari omongan juan" celetuk Fajar dari arah dapur sambil minum es teh manis. Kotak p3k sengaja di simpen di meja makan cuma buat dengerin gimana Juan bertindak. Ya tampang kaya malaikat maut meski gitu dia masih bisa diandelin buat ngasih masukan walau aga menampar.

"Naon?"

"Buat apa tangguh di liat orang lain tapi pas dihadapan orang tua jadi melmpeng alies gak bisa berkutit. Padahal sayang ya bang Zaki tuh banyak duit, bisa kabur atau bahkan keluar dari kk terus bikin kk sendiri. Jualan bubur ayam di depan komplek dengan muka abang yang kaya gitu pasti laku keras"

"Jangan kasih masukan yang gak masuk akal lah Jar"

"ITU PALING MASUK AKAL YEH NYET!"

TBC

Hampir sama kaya Jamal tapi beda.

KOSAN BABEH Where stories live. Discover now