1. Informasi Mengerikan

840 49 0
                                    

Di suatu sore, ketika Naela baru saja selesai menghabiskan satu mangkuk mie soto yang dia masak sendiri, samar-samar terdengar bunyi notifikasi handphone yang dia letakkan tepat di samping televisi yang saat ini menampilkan kartun upin-ipin. Iya, dia makan mie soto sambil menonton upin-ipin. Hal itu sudah menjadi kebiasaan baginya. Dia tidak bisa makan dengan lahap jika tidak dibarengi adegan-adegan kocak dari kartun asal negara tetangga tersebut.

Naela melirik ponsel itu. Layarnya memang menyala, tapi ia masih geming sebab sudah bisa menebak--siapa lagi yang menghubunginya di sore hari Jumat seperti ini, jika bukan sahabat konyolnya alias Sisil.

Selama beberapa detik memilih untuk tidak menggubrisnya, membuat si pengirim pesan ngelunjak bukan main. Notifikasi terus-menerus berbunyi sampai Bu Anin, Ibu tersayang Naela bersuara dari kamarnya.  "Mbok ya kalau lagi nonton TV itu HP nya disilen toh, Nduk!" Katanya membuat Naela mendengus.

"Di silent, Buk! Kalau nggak bisa ngomong bahasa inggris ya bahasa lokal aja nggak papa. Ayu masih orang Surabaya kok!" Dan berakhir Naela mengambil handphone miliknya kemudian bergegas menuju lantai dua-dimana kamarnya berada.

Naela menutup pintu kamar seraya membuka sejumlah pesan yang dikirim oleh satu orang. Kerutan halus mulai tampak di keningnya saat dia membaca satu persatu pesan itu. Sebetulnya dari sepuluh chat  yang dikirim Sisil, hanya satu yang berhasil membuat Naela merasa pening. Chat pertama yang berupa file pdf berisi deretan nama-nama calon formatur Badan Eksekutif Mahasiswa. 

"Edan!"

"Kurang ajar!"

"Opo-opoan iki?"

Naela menggerutu sendiri begitu menemukan namanya tertera jelas di bagian kandidat Presiden Mahasiswa bersama tiga orang lainnya. Bagaimana tidak? Selama ini, dia merasa bahwa dirinya bukan mahasiswa cerdas ataupun aktif yang cocok untuk dicalonkan sebagai pemimpin para mahasiswa di kampus. Hanya saja, secara kebetulan, entah mendapat wangsit darimana, kala itu saat BEM sebelumnya mengadakan sebuah kegiatan evaluasi program kampus, Naela tidak sengaja menyampaikan sepatah argumen di depan seluruh mahasiswa. Tapi dia berpikir bahwa itu benar-benar suatu bentuk ketidaksengajaan, mengingat malam sebelumnya dia membaca artikel yang juga membahas hal yang sama.

Selain itu, Naela adalah mahasiswa di kelas karyawan. Menurutnya, sangat tidak efektif jika seorang pemimpin seperti Presiden Mahasiswa diambil dari mahasiswa kelas karyawan. Mereka kuliah saja hanya dua kali dalam seminggu, yang sudah pasti memiliki kesibukan lain di luar kampus. Ini malah dicalonkan menjadi Presma yang mau tidak mau harus sering datang ke kampus. Naela semakin jengah saat benaknya menangkap satu hal yang paling penting dari informasi ini. Tidak ada yang menghubungi dia untuk sekadar meminta persetujuan atau melakukan koordinasi dengannya. Bukankah tidak sopan jika tiba-tiba mencantumkan nama orang lain tanpa ada konfirmasi terlebih dahulu?

Daripada membanting ponsel yang baru dibelikan Ayah beberapa minggu lalu, Naela memutuskan untuk meluapkan sedikit rasa kesalnya pada seseorang yang menyampaikan informasi ini. Naela menekan logo telepon di samping nama Sisil, kemudian menarik napas panjang agar tidak kebablas mengeluarkan kata kasar saat dia berhasil menghubungi sahabatnya itu. Tak menunggu lama, Sisil langsung menjawab panggilan telepon Naela.

"Ha-"

"WOYY!"

Refleks Sisil menjauhkan ponsel dari telinganya. Dia ingin membalas, namun sadar sahabatnya pasti sedang shock karena informasi mengerikan yang dia berikan. Karena itu, Sisil memilih menghela napas lalu menempelkan lagi benda pipih itu ke telinga.

"Naela, are you okay sista?"

"Oke oke ndasmu! Kamu dapat dari siapa informasi itu?"

"Dari anak DPM lah. Kan mereka yang bikin itu."

CATATAN PRESMAWhere stories live. Discover now