BAB 12

397 86 22
                                    

Halo teman-teman !! Apa kabarnya kamu?

Maaf ya aku baru update lagi dikarenakan aku lagi sibuk mengurus Ibuku di rumah sakit. Beliau dirawat dan kamis kemarin baru selesai operasi. Jadi, aku belum bisa kembali fokus nulis lagi .... Mohon do'anya ya teman-teman, semoga dilekaskan sembuh .... Aamiin.

Aku harap, teman-teman semua bisa menjaga kondisi tubuhnya juga yaa. Udara sekarang lebih mencekam dan polusi semakin meradang. Kalau imun tubuh menurun, pasti akan cepat terpapar penyakit dari luar. Semoga kita semua diberi kekuatan untuk tetap sehat dan bisa menjalankan aktivitas seperti biasanya. Aamiin.

Juga kepada kamu atau dari pihak keluarga yang tengah diberi sakit, semoga lekas sembuh ya. Do'aku untuk semua, biar terjaga dari sakit dan apapun yang mengeruhkan hati.

Selamat membaca Bulan Prasbiru teman-teman!
Selamat temu kangen!

______

1.

Sore itu aku diantar pulang oleh Duta sampai benar-benar membuka gerbang rumah. Sudah ada mobil Ayah di sana, berarti ia sudah pulang. Mungkin wajar kalau awal mula aku menutupi keberadaan Duta di hidupku dari keluarga dikarenakan masih sangat baru dan takut kalau diceritakan. Namun, seiring perjalanan, aku jadi tahu bahwa hubungan yang diketahui jelas dengan keluarga akan lebih aman dan nyaman ketimbang harus menutupinya terus menerus.

Sebelumnya memang aku tidak pernah membawa satu orang pun laki-laki yang tengah dekat denganku, bahkan, teman-teman sekolah pun sangat jarang aku persilahkan tahu rumah Pupa. Meskipun, dulu Buna sangat menyarankan aku untuk membawa teman-teman ke rumah kalau ada kerja kelompok bersama, tetapi, lebih sering aku menolak kedatangan mereka. Aku tidak begitu senang, kalau ada orang lain tahu letak sudut tiap rumahku. Entah, kenapa.

Pupa juga tidak pernah marah aku bergaul dengan siapa saja. Mau laki-laki yang kelihatan senga kek, culun kek, judes kek, Pupa tidak pernah menyinggung soal pertemananku. Karena Pupa pernah bilang, tampilan luar manusia tidak menjamin ruang di dalamnya.

“Duta, masuk dulu mau?”

Dia menoleh ke arahku, lalu mengangguk. “Boleh.”

Aku menengok ke belakang, ke arah pintu masuk kemudian kembali menatap Duta yang masih duduk di atas motornya. “Sebentar aku panggil Ayahnya dulu ya.” Ia mengangguk dan aku segera masuk untuk menemui Ayah dulu.

Kuletakkan tas sekolah di anak tangga pertama menuju kamarku untuk menuju kamar Ayah lebih dulu. Kubuka pintunya, namun, hanya ada Ibu. “Lho, Ayah mana, Bu?”

Ibu bangkit dari duduknya lalu menghampiriku. “Pulangnya sore sekali? Ada kerja kelompok atau gimana? Ditelepon sama Ibu tadi nggak diangkat.”

Aku menyalami tangannya. “Iya maaf, Bu. Tadi aku main dulu sama Duta, teman Kakak. Itu dia ada di depan rumah mau ketemu Ayah.”

Ibu berjalan ke arah pintu untuk melirik siapa laki-laki di depan sana. “Siapa tadi namanya?”

“Duta, Bu, Duta Prasbiru. Yang semalam telepon tapi Ayah yang angkat.”

Ibu mengangguk-angguk kemudian berjalan menuju Duta di sana. “Masuk sini, masukin juga motornya.”

Duta mengangguk sopan lalu memasukkan motornya ke garasi rumahku. Ia turun dari motornya kemudian menyalami tangan Ibu. “Duta, Bu.” Ia memperkenalkan dirinya. “Maaf pulangin Senjanya kesorean, tadi saya ajak ke Taman Labirin dulu.”

“Iya, tadi Ibu teleponin Senjanya malah nggak diangkat padahal berdering. Ayahnya itu suka bawel, nanyain terus di mana anaknya padahal udah diteleponin. Hadeh, pusing,” celoteh Ibu sambil geleng-geleng kepala.

BULAN PRASBIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang