BAB 14

316 64 21
                                    

Halo teman-teman, apa kabarnya? Bagaimana perasaan dan kondisimu akhir-akhir ini? Semoga sehat dan semangat terus jalanin setiap proses kehidupan tahap demi tahap ya !!

Aku mau sampaikan simpatik perasaan untuk kejadian yang menimpa banyak sekali korban jiwa di Kanjuruhan, Malang. Semoga yang pergi dan ditinggalkan diberi ruang lapang yang luas.

Untuk teman-teman yang ada di sini atau bahkan di belahan dunia mana pun, semoga Allah SWT selalu melindungi jalan hidup kita sampai di titik kepulangan. Aamiin.

Selamat membaca Bulan Prasbiru!!

______

Motor Duta berbelok arah ke kiri, keluar gang dari sekolahku. Sepanjang jalan yang masih belum penasaran kutanyakan, rasanya resah sekali mengingat ucapan Kak Biasa tadi. Aku tahu jelas, aku salah. Tidak seharusnya aku memberikan ruang celah untuk dirinya, yang padahal aku sendiri sebenarnya tidak punya ruangan lagi selain untuk Duta.

Duta mulai asik mempertanyakan hal-hal yang berhasil membuat pikiranku teralihkan dari kusut terbengkalai. Ia juga menawariku untuk makan dulu, namun aku menolak karena baru saja makan siomay tadi di kantin.

Kalau dipikir-pikir, aku ini anak remaja yang baru mau menginjak dewasa. Usiaku juga belum delapan belas, jadi, apakah wajar kalau aku masih plin-plan? Terlebih lagi, ini kasmarannya pertamaku. Masih banyak hal yang tidak aku mengerti. Masih rancu. Masih harus banyak belajar memahami.

"Waktu itu, kamu penasaran 'kan sama ISBI?" tanya Duta dengan suara agak keras.

Aku mengangguk. "Iya, kenapa?"

"Saya mau ajak kamu ke sana sekarang, mau?"

Keningku mengerut. "Emang beneran boleh anak SMA masuk ke sana?"

"Kan sama saya, nggak akan dimarahin lah."

Aku tersenyum kecil. "Yaudah, terserah."

"Terserahnya perempuan itu berarti mau ya?"

Aku nyengir.

Motornya berhenti di area parkir depan plang besar bertuliskan Fakultas Budaya dan Media. Terdapat cukup banyak motor di sana dan orang-orang yang tengah sibuk dengan urusannya.

Seseorang melambaikan tangan pada Duta, lalu meledek karena ia membawa anak SMA ke sana. Aku masih ingat, waktu itu motor Duta parkir di depan pintu lapangan basket. Kalau belok ke kiri, ada tangga entah menuju ruangan apa di sana. Nah, di area bawah tangga itu, banyak sekali corat-coretan, lukisan, gambar-gambar yang super duper keren.

Tidak jauh dari pintu lapangan basket, ada alat-alat yang tengah dirangkai oleh sekumpulan mahasiswa. Mereka semua kenal Duta dan beberapa saat mengajak Duta bicara.

Lalu kami masuk ke area gedung Fakultas Budaya dan Media. Kata Duta, "Kita nongkrong di sini aja, ya? Atau mau ke kantin?"

"Aku haus," jawabku.

BULAN PRASBIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang