Dua Puluh Sembilan

46.4K 3.2K 29
                                    


Sepulangnya Zea dari rumahnya, Zayna kembali masuk kedalam kamarnya, dia bahkan kembali tak menyapa putrinya.

Moodnya benar benar hancur hari ini, apalagi ditambah kedatangan sang Rival yang katanya ngidam

"Bun" ucap Agrata sembari duduk lesehan dibawah istrinya yg tengah duduk di shofa kamar

"Sesek yah, buat nafas aja sakit rasanya liat ada anak kamu di rahim perempuan lain sedangkan aku harus kehilangan anak karna kamu" ucap Zayna sembari memalingkan muka ke arah jendela kamar

Agrata tak menyangka Zayna akan berkata demikian, dia pun merasa sakit kehilangan sang anak, bukan hanya Zayna

"Yang kehilangan dia bukan hanya kamu bun, ayah juga"

"Tapi kamu dapet gantinya yah, aku enggak. Memang benar omongan Umi, menikahi lelaki yang belum 100% lupa dengan masalalunya itu sama saja memesan kamar rawat sendiri dirumah sakit " ucap Zayna menghapus setitik air matanya

"Pulangin aku ke Abi yah" lanjutnya membuat Agrata terperangah

Rahang lelaki itu mengeras, tangannya mengepal, aura kemarahan begitu terlihat disana, dia tau ini salahnya, tapi apakah harus terus diungkit ? Tidak bisakah melupakan ? Lalu memulai dengan hidup baru ?

Agrata segera keluar kamar, dia memilih melampiaskan kemarahannya di kamar kosong lantai 2, dia tak mau menyakiti istrinya apalagi putrinya

Melihat respon sang suami, Zayna memilih untuk mengemasi bajunya. Dia mempunyai firasat kuat, suaminya dan Zea akan kembali rujuk apalagi dengan hadirnya lagi anak diantara keduanya.

Bagaimana jika nanti anak itu lahir dan sang suami lebih punya banyak waktu untuk anak itu dan Zea ketimbang dirinya

Zayna menghapus setetes air matanya, dia membereskan semua baju yang dulu ia bawa dari rumah, meninggalkan baju baju yang dibelikan oleh Agrata

Setelah selesai mengemasi baju bajunya, Zayna masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian.

Tak lama ia keluar dari kamarnya, syukurlah lantai 1 sedang sepi, mungkin karna pekerjaan pagi sudah selesai jadilah pelayan memilih untuk naik ke lantai 3 untuk membereskan yang ada disana.

Ameera dan susternya pun tak ada di ruang TV jadi tidak ada drama menghalangi kepergiannya

Zayna memesan Grab dan sudah ada didepan, wanita itu sama sekali tak membawa barang pemberian Agrata termasuk Atm yang selama ini digunakan Agrata untuk mengirim uang bulanannya.

Dia juga masih punya uang sendiri untuk kehidupannya, dia benar benar akan resign dari kantornya lalu pindah ke perusahaan lain.

Beberapa satpam melihat bingung nyonya besarnya membawa 1 koper besar dan 1 tas nya, namun mereka tak banyak bicara, mereka hanya melaksanakan tugasnya membukakan pintu dan membantu Zayna memasukkan koper ke mobil pesanannya

Didalam mobil, Zayna merancang kehidupannya setelah dirumah orang tuanya nanti, entah realitanya bagaimana ia terus merancang ekspektasi di kepalanya

Setelah 1 jam dari rumah Agrata kini Zayna sampai dirumahnya sendiri, dia masuk menyeret kopernya, terlihat bi Sari langsung mengambil alih kopernya.

Zayna masuk kerumahnya, ia mencari Abinya namun yang ia jumpai adalah umi sambungnya yang tengah duduk di ruang TV sembari mengaji

Zayna langsung menubruk badan sang umi, memeluk erat tubuh itu, dia butuh dukungannya sekarang.

"Ya Allah nak, umi kaget" ucap Umi Aliyah, dia langsung menutup alQurannya menaruhnya di meja lalu membalas pelukan sang putri

"Sakit mi, sakiit" rancau Zayna dalam pelukan uminya

Umi Aliyah dan Zayna itu satu Type, jika sedang ada orang ingin berkeluh kesah, dia akan diam sampai orang yang sedang bercerita diam, dia tidak akan menyela, membiarkan orang didepannga mengeluarkan semua yang ada di hatinya

"Zayna cape mi" ucap Zayna mengencangkan pelukannya

Umi Aliyah melafalkan sholawat lirih sembari mengelus punggung putri sambungnya yang bergetar. Sembari sesekali mencium puncak kepala Zayna.

Setelah dirasa tenang, Umi Aliyah memegang kedua pundak Zayna, wanita berumur 42 tahun itu tersenyum sembari mengusap air mata putrinya

"Jangan ceritakan aib suamimu pada umi sayang, apapun yang terjadi, dia pakaianmu. Silahkan pulang kesini, ini rumah Zayna, tapi cukup kamu saja yang tau apa yang sedang terjadi di rumah tangga kamu, biarkan umi dan abi hanya tau jika Anak umi dan abi lelah, butuh sandaran" ucap Umi Aliyah

"Zayna cape mi, pengin nyerah aja, andai dulu Zayna dengerin ucapan umi yang bilang kalau dia belum move on"

"Nak, tidak ada daun yang jatuh ketanah yang tidak tertulis takdirnya oleh Allah. Umi dulu pernah ada diposisi kamu sayang, umi tau seberat apa yang sedang kamu alami, tapi kamu sekarang lihat umi, sebahagia apa umi menikmati masa tua bersama abi, bahagia liat putri umi sudah tumbuh besar, semua itu sudah digariskan oleh Allah sayang, jangan pernah berandai andai, tandanya kamu tidak bersyukur"

Zayna mengambil tangan kanan uminya, dia mencium tangan itu lama, dia menaruh kepalanya di paha sang umi sembari terus mencium tangan uminya

"Maafin Zayna mi, maaf Zayna dulu sering gak nurut sama umi, sering bantah ucapan umi, sering nakalin umi" ucap Zayna sembari terus terisak

Umi Aliyah menghapus setitik air matanya lalu mengelus kepala putrinya

"Tanpa meminta, semua kesalahan kamu sudah umi maafkan sayang, kamu kebanggan umi, cuma kamu yang Allah titipkan untuk umi, umi bahagia bisa punya putri sebaik kamu"














"Tanpa meminta, semua kesalahan kamu sudah umi maafkan sayang, kamu kebanggan umi, cuma kamu yang Allah titipkan untuk umi, umi bahagia bisa punya putri sebaik kamu"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ZaTaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang