2. PENGKHIANATAN

121 24 9
                                    

Meskipun berakhir seperti ini, mengenal mu adalah kesalahan yang akan ku pilih lagi jika waktu bisa diulang.” —Dafa Sanjaya.

2. PENGKHIANATAN

Vania bekerja di salah satu Caffe ternama yang ada di Jakarta. Yakni Caffe Rotella yang berada di jalan Pelita. Sebenarnya, pekerjaan Mama dan Ayahnya sudah mencukupi. Tapi Vania suka mengisi waktu luangnya dengan melakukan hal yang bermanfaat seperti bekerja di Caffe ini walaupun hanya mengambil shift malam atau sore.

Vania sedikit kewalahan karena pengunjung hari ini sangat ramai. Untungnya ia sudah sedikit lihai dalam menghadapi ini. Sebentar lagi waktu akan menunjukkan pukul sembilan dan sebentar lagi Caffe akan segera ditutup. Caffe perlahan sepi karena pengunjung sudah berpulangan. Vania menghampiri salah satu meja yang dimana masih ada pengunjung untuk memberi tau bahwa Caffe akan ditutup.

“Mohon ma—”

Ucapan Vania terhenti karena ada seorang lelaki yang masuk ke dalam Caffe dengan terburu-buru dan nafasnya terengah. Vania menoleh lalu perlahan menajamkan matanya.

Dafa menatap salah satu meja disana dengan mata yang memanas dan hati yang terasa dicabik-cabik. Keringatnya perlahan bercucuran. Tanpa sepatah katapun, Dafa kembali pergi meninggalkan Caffe tersebut.

“Dafa!” Nayara berteriak lalu mengejar langkah kaki Dafa, begitupun dengan laki-laki yang sedang bersamanya.

Vania kebingungan dengan apa yang sedang terjadi barusan. Ada apa sebenarnya?Mengapa laki-laki menyebalkan itu datang dan pergi begitu saja? Ah, tapi masa bodoh! Vania segera kembali ke tempat pelayan dan bersiap-siap untuk pulang.

Dafa segera memakai helm full face miliknya lalu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Perasaannya hancur. Dafa tak pernah menyangka jika gadisnya berani untuk mengkhianatinya.

Sedangkan Nayara, gadis yang baru saja melakukan hal yang menjerumuskan ia pada lubang kehancurannya itu menangis dan terisak. Nayara menjatuhkan dirinya di hamparan rerumputan karena tidak mungkin ia bisa mengejar Dafa yang sudah menghilang dari tatapannya.

“Udah, Ra.” Jayden merunduk dan mengusap air mata Nayara yang terus mengalir. “Mau sampe kapan lo tersiksa karena pacaran sama dia?”

“Lihat gue, gue disini ada buat lo. Gue siap buat bahagiain lo sepenuhnya,” Jayden terus mencoba mengambil hati Nayara.

Sejujurnya, Nayara lelah dengan sikap Dafa yang terus-menerus bersikap dingin padanya. Sangat menyiksa dan terus membuatnya sakit. Namun, memilih keputusan untuk mengkhianatinya adalah kesalahan yang sangat besar.

***

Dafa sedang bermain basket tanpa menganggap kehadiran Nayara yang dari sejak tadi terus memanggilnya dan memohon-mohon supaya memaafkannya. Mengapa gadis itu melakukan hal yang membuang-buang waktu?

“Daf,” panggil Nayara. “Please, maafin aku,”

Dafa memainkan bola basket itu dengan sedikit kesal. “Pergi,”

“Aku minta waktu buat jelasin semuanya. Semalem gak seperti apa yang kamu lihat, Daf. Percaya sama aku,” ujar Nayara.

Dafa melempar bola basket itu dan melenggang pergi meninggalkan Nayara. Tidak memperdulikan dan mengacuhkan Nayara. Apakah gadis itu tidak tahu malu? Masih saja berani menunjukkan wajah di depan Dafa setelah mengkhianatinya.

Buku yang dipeluk Vania berjatuhan karena seorang laki-laki menabraknya begitu saja. Ketika tahu siapa laki-laki itu, tatapannya perlahan menajam.

“Kalo jalan lihat-lihat dong. Nanti buku aku lecet karena kamu,” Vania merundukkan tubuhnya lalu merapikan kembali buku-buku miliknya itu.

Dafa ikut merundukkan tubuhnya dan ikut merapikan beberapa buku. Mereka berdua bersamaan berdiri, Dafa memberikan buku nya kepada Vania. Dafa lalu berjalan melewati gadis itu tanpa sepatah katapun.

“Dasar gak jelas!”

***

“Dafa! Tunggu!” Nayara berlari mengejar langkah kaki Dafa yang sebentar lagi berada diparkiran.

“Dafa,” panggil Nayara. “Maafin aku,”

Dafa menghela nafasnya lalu melirik kanan kiri. Tanpa aba-aba, ia menarik tangan Vania yang sedang berjalan bersama Athena. Dafa merangkul bahu Vania membuat gadis itu bergidik ngeri.

“Apa sih Kak—”

“Sayang, kita jadikan makan-makan?”

Siapa yang tidak terkejut? Terutama Nayara. Apa ia tidak salah mendengar? Sayang? Secepat itu Dafa menemukan gadis lain?

Vania memberontak namun Dafa tetap menahan Vania untuk terus berjalan dengan rangkulan tangannya. “Jadi 'kan? Sekarang aku anterin kamu pulang,”

Vania sangat kebingungan begitu juga Athena. Siapa juga yang tidak bingung? Nanti gak bingung kalo udah di syurga.

Nayara merasakan dadanya seperti terhantam. Tunggu-tunggu, bukankah gadis itu semalam menjadi pelayan di salah satu Caffe? Nayara mengepalkan tangannya. Nayara mengusap kasar air mata yang terus meronta ingin mengalir.

Vania menghempas tangan Dafa. “Apa sih, kak? Gak jelas!”

Dafa mengusap wajahnya kasar. Dafa merutuki dirinya sendiri. Mengapa ia malah menarik gadis ini dan kembali berurusan dengannya? Bisa berabe!

“Kalo naksir bilang aja kali, Kak!” ucap Athena menaik-naikan kedua alisnya.

“Eh, lo mau gue buat malu lagi di depan semua orang?” Dafa menatap tajam Athena lalu beralih menatap Vania.

Dafa menunjuk wajah Vania, “Kejadian tadi. Anggap gak pernah terjadi,” ujarnya.

TO BE CONTINUE

GARIS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang