34. KELICIKAN

38 11 0
                                    

"Melepaskanmu adalah keterpaksaan yang nyaris membuatku membenci takdirku sendiri." — Dafa Sanjaya.

34. KELICIKAN

“Gue harus terima perjodohan itu dan harus melepaskan Vania?”

Dafa membuat semua orang yang ada disana tercengang. Terutama Dazel, tadi ia sangat fokus dengan layar laptop di depannya. Tetapi sekarang ia langsung menghampiri Dafa. Di antara teman Dafa yang lain, memang Dazel yang sangat protektif terhadap hubungan Dafa dan Vania. Bahkan ketika Dafa sedang berada di hubungan yang renggang dengan Vania, maka Dazel yang pertama membantu Dafa dan mencari ide yang cemerlang.

“Yang bener aja lo? Gila!” Dazel memekik.

“Kok gitu Daf? Ada apa kok jadi gini?” tanya Antony.

“Kok lo jadi berubah pikiran? Apa emang sedari awal lo udah mau terima Nazila?”

Dafa sangat bingung menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh teman-temannya. Terlebih Dazel yang terus-menerus memohon agar hubungan Dafa dan Vania terus berlanjut. “Gue udah bingung dengan cara apalagi gue harus nolak. Nyokap gue bener-bener egois. Dia gak pernah sekalipun mikirin kebahagiaan gue,”

“Coba lo omongin lagi baik-baik sama nyokap lo, Daf. Lo selama ini nolak dengan cara yang emosi 'kan? Siapa tau nyokap lo tersentuh dan hatinya terbuka kali ini,” Laskar memberi pencerahan.

Dafa menatap Laskar lalu menjatuhkan pandangan ke lantai. Akankah saran dari Laskar berhasil? Baiklah, ia akan mencobanya nanti. “Makasih, Las,”

***

Rintik-rintik hujan mulai jatuh dan menyapa bumi malam ini. Dafa akan mencoba saran dari Laskar malam ini. Dafa mencoba meyakinkan dirinya sendiri. “Ma,”Dafa membuka pintu kamar Sintia.

Wanita itu sedang bersandar pada kepala ranjang dengan mata terpejam. “Ma,”

Sintia terlihat terkejut dan membuka matanya. Ia tersenyum melihat putranya kini duduk di sampingnya dan menatapnya dengan tatapan penuh arti. “Kenapa, nak?” Sintia mengelus rambut Dafa.

“Dafa pengen bicara sama Mama,”

“Soal apa?”

“Perjodohan,”

“Kamu udah pikirin baik-baik? Kamu siap buat nerima perjodohan itu?” Terlihat Sintia tersenyum namun anak laki-lakinya menggeleng dengan kuat.

“Ma, Dafa mohon. Dafa gak bisa nerima perjodohan itu. Dafa gak suka sama dia, Ma. Dafa sama sekali gak siap,” Dafa memohon dan menatap Sintia dengan penuh harap. “Maaf, Ma. Tapi Dafa bener-bener gak bisa. Dafa gak mau kehilangan Vania. Orang yang Dafa sayang,” lanjutnya.

Raut wajah Sintia berubah. Kini ia terlihat sendu. Tidak lama kemudian Sintia menundukkan kepalanya dan menangis. Dafa terkejut sekaligus bingung melihat Ibunya. “Kenapa, Ma?”

Sintia masih terisak membuat Dafa semakin bingung. Dafa tidak mengerti mengapa Sintia menangis tiba-tiba. Perlahan tangan Sintia membuka laci nakasnya. Sintia mengambil secarik kertas yang Dafa sendiri tidak tau itu apa. “Itu apa?” tanya Dafa.

Sintia memberikannya pada Dafa. Betapa terkejutnya Dafa saat melihat kertas itu. “Mama didiagnosa terkena kanker paru-paru,”

GARIS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang