50. BAD DAY

47 10 0
                                    

“Bersyukur dengan apapun yg terjadi. Menyambut yang datang dan merelakan yang pergi adalah cara menjemput kebahagiaan yang hakiki.”

50. BAD DAY

Vania berlari setelah masuk pada lobby rumah sakit dengan perasaan cemas. Vania sangat takut terjadi sesuatu yang tidak-tidak terhadap apa yang Dafa alami. Vania tidak ingin semua pikiran negatifnya menjadi kenyataan. Tidak bohong, sampai saat ini Vania masih sangat mencintai Dafa. Rasa cintanya itu tidak mampu hilang. Entah ini soal waktu atau memang Vania tidak mau menghilangkan rasa itu.

Dazel dan kedua temannya berlari menyusul Vania yang tidak tenang. Mereka juga mengerti apa yang dirasakan Vania. Mereka juga merasakan hal yang sama, Dafa adalah sahabat sekaligus keluarga bagi mereka. Mendengar kabar buruk ini adalah tamparan yang keras bagi Dazel dan teman-temannya.

Rafa menoleh saat derap langkah kaki yang terburu-buru menuju ke arahnya. Rafa melihat gadis dengan tangis yang pecah. Rafa menjadi tidak tega melihat gadis itu. Pasti Vania sangat sedih dengan ini semua.

“Tenang, Van.” Rafa menghadang jalan ketika Vania ingin merebos pintu ruangan Dafa. Vania terus memberontak dan menangis sejadi-jadinya. Berkali-kali Vania berteriak dengan kencang memanggil nama Dafa dengan suara yang bergetar.


“LEPAS!” Vania menghempas tangan Rafa yang mencekalnya.

“Van, Dafa lagi di tangani,” Laskar berusaha untuk membantu Vania untuk tenang.

“AKU MAU KETEMU DAFA! DIA SEKARANG PASTI LAGI KESAKITAN!”

“Tenang, Van. Dia cowok yang kuat, dia pasti bisa melewati ini semua,” Rafa kembali mencekal pergelangan tangan Vania agar gadis itu tidak terus menciptakan keributan.

“DAFA BUTUH AKU, KAK! LEPASIN! AKU MAU MASUK!” Vania semakin memberontak. Laskar dan teman-temannya yang lain terus berusaha menenangkan Vania.

“Denger gue, Van.” Rafa mencoba tetap tenang.

“KALIAN GAK NGERTI APA YANG AKU RASAIN!”

“Van ... Tolong tenang.”

“KALIAN ...”

Sebuah tamparan keras tiba-tiba mendarat pada pipi Vania. Gadis itu kini langsung diam dengan wajah yang menoleh ke samping. Vania merasakan panas dan denyut di pipinya. Dazel, Laskar, dan Aldi menganga melihat Rafa menampar keras Vania. Suasana menjadi lebih hening daripada sebelumnya. Rafa menatap wajah Vania yang menunduk.


Laskar yang melihat Aldi terus membuka mulutnya berdecak jijik. Pasalnya Aldi hampir saja meneteskan air liurnya jika saja Laskar tidak langsung menutup paksa mulutnya. “Jijik, anjir!”

Dazel geleng-geleng kepala melihat tingkah Aldi. Mereka bertiga melakukan aksi bisik-bisik seperti ibu-ibu rempong biasanya.

Rafa memegang kedua bahu Vania lalu menghela nafas. “Van,” panggilnya.

Gadis itu tetap menunduk sambil terisak. Vania sama sekali tidak merespon Rafa. Tindakan kasar yang Rafa lakukan jujur saja membuat Vania terkejut bukan main.

GARIS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang