Part 2: Momen Pertama

762 108 17
                                    

Seorang bayi mungil sedang asyik melangkahkan kakinya dengan kedua tangan memegang erat sandaran sofa di dalam kamarnya. Dia adalah Leon. Bayi berusia 10 bulan yang sedang aktif-aktifnya belajar berjalan. Sesekali ia terjatuh, tapi tak mengurungkan niatnya untuk kembali berdiri dan melangkahkan kaki semakin jauh.

Kaki kecilnya terus menyusuri ruangan hingga sesuatu menghentikan langkahnya. Sebuah kaki yang membuat Leon mendongak untuk melihat gerangan pemiliknya. Saat tau, ia menyungingkan senyum lebar dan berjalan semakin mendekat.

"Yayah..," ujar Leon dengan semangat.

Tiba-tiba tubuh Leon terangkat ke udara hingga membuatnya terpejam sesaat sebelum merasakan sebuah dekapan hangat yang membuat senyumnya semakin lebar. Bertubi-tubi kecupan melayang pada wajah imutnya hingga membuat Leon tertawa kencang.

"Anak ayah sudah pintar berlajan sekarang, ya."

Singto tersenyum bangga saat melihat perkembangan anaknya yang begitu pesat. Baru saja kemarin ia melihat Leon menangis di ranjang bayi karena botol susu yang terlepas dari mulutnya, tapi sekarang bayi itu sudah bisa menginjakkan kaki dan melangkah. Waktu berjalan begitu cepat.

Atau mungkin tidak.

Waktu berjalan sesuai seharusnya, hanya saja Singto yang terlalu sibuk hingga tidak menyadari bahwa anaknya semakin tumbuh besar. Ia banyak kehilangan momen pertama sang buah hati, bahkan saat pertama kali anak itu dapat mengucapkan kata 'ayah'.

Singto hanya memiliki sedikit waktu untuk Leon, setelah itu ia akan melanjutkan pekerjaannya. Memang tidak banyak momen kebersamaan yang ia ciptakan bersama sang anak, tapi Singto selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi Leon saat pulang bekerja hanya untuk memastikan anaknya baik-baik saja.

"Yayah," gumam Leon pelan sembari menatap sang ayah.

"Ayah disini, Leon." Singto membenarkan surai anaknya yang kini terlihat lebih lebat, "Kau merindukan ayah, hm?"

Leon menepukkan pelan tangan mungilnya pada wajah Singto dan tersenyum senang hingga memperlihatkan giginya yang baru saja tumbuh. Bayi laki-laki itu terlihat sangat gembira saat Singto mulai membawanya keluar dari kamar dan berjalan ke taman belakang.

Harum sejuk dedaun mulai menguar di hidung mancung bayi itu saat si ayah mendudukkannya di gazebo taman. Tawanya tak berhenti terdengar menandakan bahwa ia begitu bahagia.

Singto menapakkan kaki Leon di rerumputan hingga membuat jari-jari kakinya mengkerut. Bayi itu belum terbiasa dengan tanaman hijau yang menggelikan telapak kaki. Perlahan Singto mengenalkan tekstur kasar rumput untuk melatih sensorinya.

"Geli, ya?" Tanya Singto sembari tertawa melihat tingkah lucu anaknya, "Tidak apa-apa, ini namanya rumput. Ayo, kita berjalan di atas rumput."

Pria itu kembali menapakkan kaki Leon untuk menginjak rumput dan memegangi tangannya guna membantunya berjalan. Perlahan tapi pasti, kaki kecil itu melangkah dengan tertatih. Singto mencoba untuk melepaskan genggamannya dan membiarkan Leon untuk berjalan sendiri menyusuri rumput, tapi hanya beberapa langkah hingga akhirnya ia terjatuh.

Namun, bayi itu tak gentar untuk mencoba. Beberapa kali terjatuh, ia masih bisa untuk bangkit dan kembali berjalan. Singto hanya tersenyum melihat anaknya yang memiliki ambisi yang kuat dan tidak berhenti mencoba.

"Good job, anak ayah. Dia pasti bangga padamu."

●●●

Hiruk pikuk pagi dimulai, menampilkan kota Bangkok yang sibuk dan padat. Kemacetan juga menjadi salah satu rutinitas yang tidak pernah usai. Hal itu membuat seorang anak laki-laki mengerucutkan bibirnya.

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now