Part 10: Selamat Ulang Tahun, Leonora

525 88 124
                                    

Pagi dimulai saat sang mentari telah berpijak pada tempatnya, sorot terang mampu mengusik tidur nyenyak seorang gadis kecil yang masih terlelap di tempatnya. Perlahan matanya terbuka, bersama dengan gumaman pelan pada bibir kecilnya.

Nora. Anak berusia 7 tahun, oh tidak, hari ini ia berusia 8 tahun, karena hari ini adalah ulang tahunnya. Ia menyunggingkan senyum lebar kemudian bangun dengan semangat saat mengingat ada yang spesial pada hari yang cerah ini.

Langkah cepat ia ambil untuk pergi ke kamar mandi. Ia harus bersiap sebelum kedua orang tuanya datang ke kamar. Nora bahkan tidak memanggil pengasuhnya untuk memandikan dan menyiapkan bajunya, karena ia merasa sudah besar sehingga harus bisa melakukannya sendiri.

Nora sedikit kesulitan saat mengancingkan bagian belakang gaun yang dikenakannya. Ia sudah berusaha, akan tetapi tidak ada hasilnya. Akhirnya Nora keluar untuk memanggil nanny agar bisa membantunya menyiapkan diri.

Bersamaan dengan pintu kamar Nora yang terbuka, pintu kamar Fah juga terbuka. Wanita cantik itu sedikit terkejut melihat penampilan anaknya yang sudah rapi. Fah menghampiri Nora sembari tersenyum kagum.

"Anak mama cantik sekali, memangnya mau kemana?" Tanya Fah pura-pura tidak tahu.

"Hari ini ulang tahun Nora, apa mama lupa?" Tanya balik Nora dengan wajah sedih.

Fah membalas dengan senyuman lebar, "Mana mungkin mama lupa ulang tahun tuan putri. Selamat ulang tahun, anak mama."

"Terima kasih, mama."

Nora langsung memeluk Fah dengan erat dan tersenyum manis di dalam peluknya. Begitu pula dengan Fah, ia tak kalah eratnya membalas pelukan anak semata wayangnya itu. Ia tidak menyangka waktu berjalan sangat cepat hingga tidak terasa 8 tahun telah berlalu.

Masih segar dalam ingatannya waktu pertama kali Fah dapat menggendong tubuh munggil dan rapuh itu. Bayi yang menangis sangat kencang ketika keluar dari rahim hingga seisi ruangan mendengarnya. Senyum bahagianya saat kelahiran Nora masih terasa hingga kini.

Entah rasa syukur seperti apa yang bisa Fah panjatkan saat kelahiran Nora, karena bayi mungil itu harus melewati masa yang panjang untuk melihat dunia. Fah sempat berpikir bahwa Nora tidak bisa diselamatkan.

Beruntung pikiran buruk itu tidak pernah terjadi. Suara tangis yang pecah menyadarkan Fah bahwa bayi perempuan itu mampu bertahan. Nora adalah salah satu bukti keajaiban dari sang pencipta.

Jika membayangkan hari itu, semua rasa kembali bercampur aduk untuk menyiksa. Rasa takut, cemas, haru, bahkan bahagia menjadi satu. Fah ingat, untuk menyelamatkan Nora membutuhkan pengorbanan dan kehilangan.

"Nora itu harta mama yang paling berharga. Jangan pernah tinggalkan mama, ya, Nak."

"Nora tidak akan meninggalkan mama, Nora bersama terus sama mama."

Mendadak suasana menjadi haru. Mata Fah mulai berkaca-kaca saat ia tanpa sengaja meloloskan pikiran buruk untuk melintas dalam benaknya. Fah tidak ingin kehilangan, apalagi menyangkut setengah dari kebahagiannya.

Nora sudah seperti bagian dari dirinya, jika gadis kecil itu menghilang, maka tubuhnya akan kehilangan keseimbangan. Fah merawat Nora dengan segenap hatinya, tanpa ada pamrih diantara ribuan kasih sayangnya. Dunia seakan tercurahkan pada Nora sejak kali pertama Fah mendengar tangisnya.

Fah tersenyum melihat pantulan dirinya dan Nora di cermin. Gadis kecil itu terlihat sangat cantik dengan gaun berwarna lilac dengan hiasan mahkota di kepala. Benar-benar terlihat seperti tuan putri di film-film yang sering ia tonton bersama anaknya itu.

"Cantik," puji Fah.

"Apa aku sudah mirip seperti mama?"

Wanita itu terdiam sebentar kemudian berkata, "Mama saja kalah cantik sama Nora. Anak mama ini sangat mirip dengan papa."

Unfinished LoveWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu