Part 39: Cinta Yang Belum Selesai

728 82 29
                                    

Rasa canggung memenuhi hati pria yang kini berbaring di atas kasur bersama kedua anaknya. Dulu, sempat terbesit dalam benaknya bahwa ia akan melakukan hal ini setiap hari. Namun, setelah semua yang terjadi, ia tidak mengira kalau hari ini akan datang padanya.

Jantungnya tiba-tiba berdebar saat pria lain mendudukkan diri di tepi ranjang. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir ia tidur satu kasur bersamanya. Ia berpura-pura memejamkan mata dan membuat debarannya tak terdengar di tengah kesunyian malam.

Suara kecupan masih bisa ia dengar beberapa kali. Krist yakin bahwa Singto sedang mencium anak-anaknya. Setelah itu, ia merasa ujung ranjang bergerak seperti semula. Kemudian terdengar suara pintu terbuka dan tertutup secara perlahan. Hal itu membuat Krist penasaran, sehingga ia membuka matanya sedikit untuk mengintip. Singto sudah tidak ada di tempatnya.

Krist membuka mata sepenuhnya dan bernafas lega. Namun, ia juga penasaran alasan Singto meninggalkan kamar. Krist menghela nafas besar dan kembali menutup mata. Hal itu bukan urusannya, ia tidak mau ikut campur dalam kehidupan Singto.

Sedangkan Singto, pria itu masuk ke ruangan foto yang sekaligus menjadi tempatnya bekerja. Tujuannya bukanlah menyelesaikan pekerjaan, melainkan untuk istirahat. Ia tidak bisa tidur di kamar karena takut hatinya akan melemah.

Singto sudah bersusah payah untuk melepaskan perasaannya pada Krist, sehingga ia tidak ingin menggoyahkan pertahannya. Tidur satu ranjang bersama pria itu akan membawa kenangan masa lalu kembali dan membuatnya sulit untuk melupakan. Singto tidak ingin hal itu terjadi, karena ia tidak ingin membangun harapan semu.

Sesuai perkataan Krist, hubungan diantara mereka hanya sebatas orang tua Leon dan Nora, tidak lebih. Singto mencoba untuk memenuhi keinginan itu, meski harus mengorbankan perasaannya. Jika dengan itu Krist bahagia, maka ia tidak ragu untuk mengatakan setuju.

Singto merebahkan tubuhnya di sofa dan menutup mata dengan lengannya. Ia mencoba untuk menghilangkan semua pikiran dalam benaknya dan tertidur. Namun, sampai beberapa saat otaknya masih enggan memberi sinyal pada mata untuk terlelap.

Krist masih berputar-putar dalam pikirannya.

"Ternyata aku dulu gemuk, ya."

Suara itu mengagetkan Singto, apa ia terlalu memikirkan Krist sehingga ia dapat mendengar suaranya?

Namun, saat Singto membuka matanya, ia melihat Krist yang sedang berdiri mengamati foto-foto di ruangan itu. Singto semakin terkejut, ia langsung berdiri dari tidurnya saat itu juga.

"Krist?"

"Apalagi yang ini-" Krist menunjuk salah satu foto dirinya, "Astaga, aku seperti badut."

"Kenapa kau di sini?" Tanya Singto, masih dengan keterkejutannya.

Pria yang diajak berbicara tidak memberikan respon, ia masih asyik berkeliling ruang untuk melihat gambar dirinya. Krist berhenti tepat di depan sebuah baju anak perempuan dalam pigora.

"Harusnya kau mengganti ini dengan fotomu bersama Nora saja," ujarnya.

"Aku bertanya padamu, Krist. Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Singto, lagi.

Krist membalik badannya dan menatap Singto. Kemudian mengendikkan bahu, "Aku hanya tidak bisa tidur."

"Lalu, kenapa kau masuk kemari? Ini adalah ruang pribadiku."

"Kau benar." Krist berjalan mendekati Singto dan duduk di sofa, "Tapi melihat banyaknya fotoku disini, apa ruangan ini tidak bisa aku kunjungi?"

Singto menelan ludahnya kasar, ia tidak tau jawaban yang pas untuk pertanyaan itu. Ia seperti orang yang tertangkap basah telah memajang foto seseorang tanpa izin.

Unfinished LoveOù les histoires vivent. Découvrez maintenant