Part 19: Salah Paham

512 94 43
                                    

Sampai di depan pelataran rumah Singto, Arthit membanting pintu mobilnya dengan kasar. Ia berjalan tergesa menuju pintu dan mengetuk dengan brutal, tanpa mementingkan norma kesopanan.

"Arthit?" Ujar si pemilik rumah yang sedikit terkejut dengan kehadiran Arthit di tengah malam.

Arthit langsung menyerang dengan membabi buta. Amarahnya tak terkendali, pukulan demi pukulan ia layangkan tanpa basa-basi. Hal itu membuat Singto yang belum siap langsung jatuh tersungkur.

"Bajingan, sialan!" Teriak Arthit.

"Tunggu, ada apa?"

Tangan Singto mencoba menahan serangan Arthit, akan tetapi gagal. Tenaga manusia berada di puncaknya saat marah, sehingga sulit untuk dihindari. Singto hanya bisa pasrah tanpa membalas.

"Dasar brengsek!"

Singto memegangi tangan lawannya dan menggulingkan tubuhnya untuk mengukung Arthit, kemudian mengunci tubuh yang lebih kecil itu agar tak memberontak.

"Katakan padaku, apa yang membuatmu marah?"

"Kau." Arthit melepaskan tangannya dan mendorong Singto dengan kuat hingga membuatnya kembali tersungkur. Arthit melayangkan lagi pukulan ke wajah pria itu, "Tidak perlu berpura-pura tidak tau. Aku mengetahui semuanya."

Mata Singto membelalak terkejut, "Mengetahui semuanya?"

"Ya, semua kebusukanmu!"

Singto berpikir bahwa Arthit telah mengingat semuanya, sehingga sunggingan senyum mulai muncul. Meskipun tak begitu terlihat karena ujung bibirnya yang robek.

"Berani-beraninya kau melakukan itu dengan Fah di belakangku!"

Dahi Singto langsung berkerut, senyumnya pun ikut lenyap. Namun, belum sampai ia berpikir maksud Arthit, wajahnya kembali mendapat pukulan keras. Darah segar menetes tak berhenti, menambah ruam yang sulit untuk hilang.

"Fah? Aku melakukan apa?"

"Kau masih tidak tau, baiklah." Arthit memukul perut Singto dengan keras, hingga sang empunya mengaduh kesakitan. Arthit menatap bengis, "Apa pukulan itu bisa membuatmu mengerti?"

Singto terbatuk-batuk dan memegangi perutnya yang terasa nyeri, ia juga sudah tak sanggup untuk berdiri. Namun, tangannya masih bisa untuk menghalau pukulan yang akan dilayangkan untuknya.

"Aku tidak tau apa yang dikatakan Fah padamu, tapi aku tidak melakukan apapun padanya."

Arthit tersenyum remeh, "Tidak melakukan apapun? KALAU KAU TIDAK MELAKUKAN APAPUN TIDAK MUNGKIN DIA HAMIL ANAKMU!"

Singto terkejut bukan main, ia sampai tak mampu mengucapkan sepatah kata. Sebenci itu Fah padanya hingga memfitnah bahwa ia telah menghamilinya. Bahkan, melihat wajahnya saja Singto tidak sudi, bagaimana bisa ia menghamili Fah?

Pria berkulit tan itu tertawa, "Apa Fah yang mengatakan itu padamu?"

Emosi Arthit semakin meningkat mendengar tawa yang seakan meremehkannya. Ia pun hendak memukul Singto, tapi pria itu menahan dengan tangannya.

"Aku tidak pernah melakukan apapun padanya, bahkan dalam keadaan tidak sadarkan diri, aku tidak akan mau tidur bersamanya."

"LALU, BAGAIMANA BISA NORA ADALAH ANAK KANDUNGMU!"

Singto semakin dibuat terkejut olehnya, ia perlahan melepas tangan Arthit yang sedari tadi ia tahan. Tubuhnya semakin melemas bersamaan dengan ketahanannya yang mulai runtuh.

"B-bagaimana k-kau tau itu?"

"Sekarang kau mengakuinya, brengsek!"

Arthit meninju pipi Singto yang sudah lebam dengan sangat keras, alhasil membuat kepala Singto terasa pening. Dunia terasa berputar dan matanya perlahan tertutup.

Unfinished LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang