Part 9: Rasa Penasaran

518 93 42
                                    

"Bagaimana kau bisa mengenal papanya Leon?"

Pertanyaan itu membuat wanita yang kini duduk di mobil bersama Arthit bungkam seketika, lidahnya terasa keluh, bahkan hanya untuk menyampaikan satu kata pun tidak mampu. Semua afeksi bercampur sehingga memperlambat pasokan darah yang membuat kepalanya terasa pening.

Hancur. Satu kata yang terus berputar dalam benaknya. Ia tak bisa merangkai jawaban untuk meyakinkan sang pasangan hidup atas fakta yang baru terkuak. Jujur akan sulit dipercaya, bohong pasti tidak diterima.

Fah merutuki kesialannya, seakan takdir sedang mengajaknya bercanda. Berbagai kata 'seharusnya' muncul dan bergelut dalam pikirannya, seperti; seharusnya ia tidak datang ke konser Arthit, sehingga pertemuannya dengan Singto tidak akan terjadi.

"Sudah lama tidak bertemu, terakhir kita bertemu di pemakaman Krist."

Kata itu yang membuat Fah harus berada di posisi sulit seperti ini. Rasa kesalnya pada Singto semakin bertambah, memupuk kembali benci yang tertanam sejak lama.

"Fah. Aku bertanya padamu, bagaimana kau mengenal Krist?" Tegas Arthit sekali lagi.

Fah dengan nafas yang menderu dan tangan yang meremat ujung blouse yang dikenakan berkata, "Dia sahabatku."

"Sahabatmu?" Arthit menoleh pada wanita di sebelahnya, "Bagaimana bisa kau memiliki sahabat yang aku tidak tau sama sekali?"

"Karena dia meninggal sebelum aku mengenalmu."

Arthit mengalihkan pandangannya ke sisi lain untuk melihat luar jendela, "Kita tinggal bersama selama 7 tahun terakhir, aku tau kita berdua memiliki kesibukan yang menguras waktu, tapi bukankah aku selalu meluangkan waktu untukmu? Apa itu tidak cukup untuk membuatmu bercerita?"

"Bukan seperti itu." Fah menghela nafas panjang, "Dia sahabat satu-satunya yang aku punya, menceritakan kisahnya sama seperti membuka luka yang belum kering. Aku bahkan belum bisa merelakan kepergiannya sampai saat ini."

Pria manis yang duduk di samping Fah menoleh kearahnya, "Aku tau. Tapi dengan kau tidak bercerita membuatku merasa asing, aku bukan orang yang tau segalanya tentang istriku sendiri."

"Tidak, aku tidak bermaksud seperti itu." Lagi-lagi Fah menghela nafas panjang kemudian menatap Arthit, "Aku akan menceritakannya tapi tidak sekarang."

"Apa kau juga tau kalau Leon pernah mengalami kekerasan fisik?"

Wanita itu diam sejenak. Hal itu membuat Arthit memicingkan mata, ia menganggap diamnya Fah adalah sebuah jawaban karena istrinya itu terlihat tidak terkejut sama sekali. Arthit menggelengkan kepala tidak percaya, berapa banyak lagi yang Fah sembunyikan darinya?

Arthit memilih untuk diam dan mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil. Banyak hal yang belum terjawab dan membuatnya penasaran, akan tetapi ia juga tidak berhak memaksa Fah untuk bercerita.

Apa ia harus bertanya pada Singto?

"Jangan pernah mendekati pria itu lagi," ujar Fah membuat Arthit mengalihkan pandangannya untuk menatap istrinya.

"Pria itu?" Arthit terlihat kebingungan, "Maksudmu Singto san?"

"Ya. Dia adalah bajingan yang telah membunuh sahabatku, aku tidak ingin dia mempengaruhimu."

Arthit masih dengan kebingungannya karena Fah hanya menceritakan berupa potongan-potongan kecil, "Mempengaruhiku?"

"Apapun yang dia katakan semuanya bohong, dia hanya memanipulasi cerita agar dirinya terlihat baik di depan orang lain. Aku tidak ingin kau tertipu dengan kemanisannya, seperti Krist."

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now