Part 27: Cerita Masa Lalu

410 75 17
                                    

Mobil yang dikendarai Arthit telah sampai di pelataran rumahnya. Begitu masuk, ia disambut tatapan khawatir dari sang istri. Namun, Arthit tak menghiraukan itu, ia segera menggendong Nora yang sedang tertidur ke kamar anak itu.

"Kenapa baru pulang?" Tanya Fah.

Arthit masih menghiraukannya, ia meletakkan Nora pada ranjang tempat tidurnya. Setelah itu, ia keluar tanpa berucap sepatah kata pun. Hal itu membuat Fah bertanya-tanya, karena Arthit terlihat aneh.

"Arthit."

Pria itu tak mau mendengar. Ia langsung mengambil satu botol wine di rak dapur dan meminumnya dengan brutal. Ia menghiraukan rasa terbakar pada tenggorokannya dan pahit yang menyiksa.

"Arthit, apa yang kau lakukan?"

Fah segera merebut botol itu dari tangan Arthit dan menjauhkannya. Wine yang diambil Arthit memiliki kadar alkohol yang tinggi, sehingga tidak baik dikonsumsi dalam jumlah banyak.

"Berikan padaku!" Titah Arthit.

"Tidak."

"Fah, berikan!"

"Aku bilang, tidak."

Arthit menghela nafas marah, ia pun segera mengambil botol yang lain untuk diminum. Namun, Fah sekali lagi menghentikan aksinya. Fah memasukkan kembali botol itu dan menahan rak penyimpanan dengan tangannya.

Setelah dirasa tak ada keinginan untuk membukanya lagi, Fah menarik tangan Arthit dan membawanya ke kamar mereka. Ia tau ada sesuatu yang terjadi sehingga membuat Arthit terlihat kacau seperti saat ini. Sedangkan Arthit hanya menurut tanpa berkata lagi.

"Ada apa?" Tanya Fah dengan lembut.

"Bukan urusanmu."

Fah menghela nafas berat, "Aku tau kau marah padaku, kau pasti masih sakit hati dengan kehobonganku." Fah mendekati Arthit dan memegang wajahnya, "Tapi aku masih istrimu, kau bisa menceritakan segalanya padaku."

Arthit segera menepis tangan Fah dari pipinya, "Setelah semua kebohongan yang kau lakukan, apa kau mengira kalau aku masih mempercayaimu?"

"Arthit." Fah menghela nafas untuk menguatkan dirinya, "Aku memang bersalah karena membohongimu, mungkin aku juga tidak pantas mendapat maaf darimu. Tetapi semua yang aku lakukan untuk kebaikanmu, aku tidak ingin kau terluka."

"Kebaikan. Kebaikan. Kebaikan. Kenapa semua orang mengatakan demi kebaikan sebagai alasan? Kenapa kalian tidak pernah menanyakan kemauanku? Kenapa kalian bertindak sesuka hati tanpa memikirkan keinginanku?" Ujarnya marah.

"Tidak, bukan seperti itu."

"Lalu apa?" Arthit menyunggingkan senyum miris, "Apa kau pernah bertanya padaku sebelum kau membawaku pergi? Apa kau pernah bertanya apa aku ingin jauh dari anakku? Tidak, 'kan? Kau melakukan semuanya sesuai keinginanmu seakan-akan kau adalah orang yang paling berhak atasku daripada diriku sendiri."

"Arthit, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya ingin melindungimu dari Singto dan keluarganya."

"Tapi karena itu kau mengorbankan anakku, Fah!" Arthit mengadahkan kepalanya ke atas untuk menghalau air mata yang hendak turun, "Aku tidak takut pada apapun demi kedua anakku. Tapi dengan kau menjauhkanku darinya, kau mewujudkan ketakutan terbesar dalam hidupku."

Fah mematap Arthit dengan lekat, "Jika aku tidak menjauhkanmu dari mereka, maka kau tidak akan bisa melihat lagi keduanya."

Arthit menatap Fah penuh tanya, "Apa maksudmu?"

"Kau mengira setelah kau melahirkan mereka, kau akan hidup bahagia layaknya berada di negeri dongeng?" Fah menyeringai, "Jangankan nyata, bahkan dalam bayanganmu pun kau tidak akan bisa."

Unfinished LoveWhere stories live. Discover now