𝟎𝟖. BLUE SLEEPING PILLS

307 37 3
                                    

𝐖𝐀𝐑𝐍𝐈𝐍𝐆. 18+, smoking cigarettes, a slight dirty joke bcs odasaku is a sly fox, pills consuming.
𝐍𝐎𝐓𝐄. i was in a good mood, so this should be a good chapter.

 i was in a good mood, so this should be a good chapter

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jam dinding menunjukkan pukul lima sore. Seharian itu kamu menghabiskan waktu dengan Odasaku di apartemen, nggak terhitung ratusan topik dan belasan batang rokok yang terlibat diantara kalian berdua.

Kamu duduk menyamping di sofa, kaki bertumpu ke paha Odasaku, laptop di pangkuan sedang mereview tugas untuk minggu depan, ibu jari dan telunjuk kamu menggapit sebatang rokok milik Odasaku. Sementara laki-laki itu fokus membaca buku ketiga dari perpustakaan kecil kamu, sebelah tangannya yang menggapit rokok, sesekali mengusap pergelangan kaki kamu secara nggak sadar.

Odasaku terkesan dengan koleksi buku klasik kamu, yang menarik perhatiannya adalah prosa milik Mahmoud Darwish, filosofi milik Soren Kierkegaard, dan sekarang yang dia baca adalah kumpulan surat milik Franz Kafka. Hal paling menarik yang Odasaku baru temukan adalah pembatas buku yang kamu gunakan itu bukan sembarang pembatas buku saja, tapi berbentuk struk belanja, price tag, kartu vaksin, bahkan uang lembaran.

Namun di buku yang sedang dibacanya, Odasaku menemukan lembaran bekas obat tidur yang kamu jadikan pembatas buku. Kening laki-laki itu mengerut heran, dia lalu mendongak menatap ke sekitar, dan melihat dua botol pil berwarna biru yang berisi obat tidur di meja belajar kamu.

“Kamu sakit?” Tanya Odasaku, mematikan rokoknya di asbak, menatap kamu dengan perhatian penuh.

Kamu yang tiba-tiba ditanya demikian lantas ikut heran, menaikkan sebelah alis bingung, dari mana Odasaku mendapatkan kesan kalau kamu sakit, kamu menukas balik, “Nggak, kenapa nanya kayak gitu?”

“Ini,” Odasaku berujar sambil mengangkat lembaran bekas obat tidur di tangannya, lalu menunjuk ke arah meja belajar kamu dengan dagunya, ke arah dua botol pil, “Sama itu.”

“Oh,... uhmm,” Kamu bergumam pelan, mengalihkan pandangan ke arah pangkuan, nggak tau harus jawab apa.

Odasaku sekilas menangkap dengan penglihatannya, jari-jari kaki kamu terkatup karena gugup, udah kayak anak kecil ketahuan ngambil cokelat tanpa sepengetahuan orang tuanya.

“Saya nggak pernah liat kamu harus minum pil kalau tidur sama saya.” Ucap laki-laki dengan iris biru yang sedikit menajam. Kepalanya berisi berbagai macam kemungkinan jawaban yang belum kamu berikan.

Kamu berdeham pelan, memutuskan untuk menjawab jujur dan mengesampingkan rasa malu. “That’s exactly why. Aku nggak butuh pil tidur kalau sama sensei.”

Odasaku membulatkan matanya perlahan dengan pengakuan kamu, yang artinya selama ini kamu mengonsumsi pil tidur, kecuali setiap tidur dengannya, yang masih bisa dihitung dengan hitungan jari.

Kamu bisa lihat dengan jelas kalau Odasaku sangat ingin bertanya kenapa kamu nggak pernah bilang apa-apa sama dia, tapi Odasaku sadar dengan kedudukan kalian berdua di dalam hubungan tanpa label ini, jadi dia mengurungkan niatnya.

𝐌𝐀𝐓𝐇𝐄𝐒𝐈𝐒, oda sakunosuke.Where stories live. Discover now