Chapter 5

228 26 1
                                    

Lewis kini sudah dipindahkan ke kamar inap, hanya perlu menunggunya siuman. Lix dan Rhino ada di sana, wajah Rhino terlihat begitu kalut hingga akhirnya dia mengambil sebuah keputusan dan menatap Lix.

"Lix, gue harus selesein masalah ini sebelum merembet ke mana-mana," ucap Rhino dan Lix langsung menggelengkan kepalanya, memahami arah pembicaraan Rhino.

"Lo gak usah gila. Mereka udah gak muncul lagi berarti case closed, kan?" ucap Lix seraya meraih tangan Rhino, mencegahnya untuk pergi.

"Hyung, please... Jangan nekad!" mohon Lix dengan mata berkaca-kaca.

"Gue harus tanggung jawab, Lix. Gue yang bikin Lewis jadi kayak gini. At least, mereka akan merasa puas setelah balas dendam ke gue dan mereka gak akan nyari gue atau gangguin orang-orang di sekitar gue," ucap Rhino memberi penjelasan tetapi Lix menggelengkan kepalanya dan bahkan dia mulai menangis.

"Hyung, ini udah hampir dua minggu berlalu. Lupain aja. Mereka juga udah gak cari lo. Kalo lo ke sana lo malah cari mati," ucap Lix masih mencoba merayu Rhino agar mengurungkan niatnya, tetapi sepertinya tekad laki-laki itu sudah bulat.

"Lix, gue titip Lewis, ok?" ucap Rhino seraya mengacak rambut Lewis dan tersenyum lembut sebelum pergi dari kamar inap Lewis dan Lix langsung terduduk lemas. Dia menatap Lewis yang masih tidur.

"Hyung... hiks... maaf gue gak bisa cegah Rhino hyung," ucap Lix lirih dan dia meraih tangan Lewis, menggenggamnya dan dia pun menangis terisak.

***

Peter yang saat itu baru saja selesai mengajar, meraih ponselnya dan melihat ada sebuah pesan dari Rhino. Dia mengernyit saat melihat isi pesan yang mengatakan bahwa dia meminta izin atas nama Lewis untuk tidak masuk selama beberapa waktu karena Lewis berada di rumah sakit.

Peter pun membalas pesan tersebut. Mengatakan bahwa dia mengerti jika Lewis harus absen kelas selama benerapa waktu, tapi dia tidak melihat Rhino di kampus hari ini dan dia meminta laki-laki itu untuk masuk kelas besok, tapi balasan yang Rhino berikan membuatnya mengernyit (lagi).

Rhino tiba-tiba saja mengatakan bahwa apa yang terjadi pada Lewis itu akibat perbuatannya dan dia harus bertanggung jawab. Tapi yang lebih aneh, lebih mengkhawatirkan adalah ucapan laki-laki itu setelahnya. Rhino memintanya untuk melupakan pernyataan cintanya dan melupakan kebersamaan mereka di akhir pekan lalu.

Bahkan, laki-laki itu mengatakan bahwa sebaiknya dia tidak berurusan lagi dengannya dan berharap bahwa di kehidupan selanjutnya mereka tidak akan menjadi mahasiswa dan dosen. Dan Rhino seolah mengucapkan salam perpisahan. Hal tersebut tentu membuat jantung Peter berdegup dengan kencang. Apa maksudnya ini? Apakah Rhino berencana untuk mengakhiri hidupnya?

Peter bertanya di mana keberadaannya sekarang, tetapi laki-laki itu tidak membalas pesannya lagi. Peter pun teringat, Rhino menyebut nama Lix dan dia bisa bertanya pada laki-laki itu. Maka, Peter pun segera berjalan menuju tembok untuk melihat jadwal mengajar semua dosen dan menemukan kelas Lix, atau lebih tepatnya kemungkinan keberadaan Lix sekarang.

Dia menyukai Rhino, sepertinya, tapi kini dia sedang berada dalam mode seorang pengajar. Mana mungkin dia bisa membiarkan mahasiswanya mengakhiri hidupnya tanpa dia bisa mencegahnya. Ya, dia harus menemukan Lix terlebih dahulu dan menanyakan tentang keberadaan Rhino.

"Gak. Lo gak boleh gila, Rhino!" gumam Peter seraya berjalan cepat menyusuri area kampus untuk pergi ke gedung di mana kelas Lix berikutnya akan berlangsung.

***

Iyen berjalan menghampiri Sam yang saat itu sedang berjalan keluar menuju halte bus. Laki-laki itu menoleh dan tersenyum simpul saat melihat Iyen berjalan dengan wajah sumringah di sebelahnya.

Case 143 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang