Chapter 6

207 27 0
                                    

Apa yang terjadi? Chris hanya bisa menatap nanar ke arah ponselnya, menatap setiap pesan yang dikirimkan Sky, membacanya dengan jantung berdegup kencang. Ntah kenapa bukan amarah yang dia rasakan saat membaca setiap kata yang Sky tuliskan, melainkan kepedihan. Dia bisa merasakan kepedihan dan juga kesedihan dari setiap kata itu.

Apakah itu yang Sky rasakan selama ini? Merasa bahwa dirinya dan Iyen begitu dekat dan tidak mempedulikannya? Merasa bahwa alasan dia selalu menanyakan keberadaannya hanya karena perintah kakeknya. Astaga! Apakah selama ini dia memilih cara yang salah untuk menunjukkan perasaannya? Kenapa yang tersampaikan justru kebalikannya?

Bagaimana mungkin Sky merasa bahwa dirinya tidak berharga dan dia hanyalah pembuat onar? Ya, Sky memang senang melakukan apapun sesuka hatinya, tapi bukan berarti dia menganggap dirinya tidak berharga.

"Astaga, Sky... Jadi selama ini..." gumam Chris seraya menutup matanya dan merutuki dirinya sendiri. Tentu saja Sky membutuhkan perhatian. Laki-laki itu membutuhkan perhatian yang tulus, kepercayaan, bukan kekangan, tetapi Chris pun sadar bahwa dia pun justru menunjukkan hal itu, mencoba mengendalikan Sky, membuatnya mendengarkannya, bukan menjadi seseorang yang ada untuknya.

Dan ya, inilah konsekuensi yang dia dapatkan. Sky menjauhinya, menjaga jarak dengannya dan bahkan laki-laki itu mengatakan bahwa dia sementara akan tinggal bersama dengan temannya di apartemen dekat kampus. Baiklah, jika itu memang kemauannya, maka Chris akan menurutinya. Tapi, dia pun berjanji pada dirinya sendiri, bahwa nanti saat Sky memutuskan untuk pulang, dia akan menunjukkan perasaannya pada laki-laki itu, afeksinya. Tapi... apakah dia sanggup?

Oh... Sky tidaklah mengintimidasi apalagi menakutkan. Tapi, tatapan mata laki-laki itu selalu mampu meluluhkannya dan seperti menghipnotisnya. Jadi, jika dia ingin menahan diri, maka dia tidak boleh menatap wajah Sky terlalu lama. Cukuplah sekali dia mencium laki-laki itu diam-diam. Jika dia melakukannya lagi, bukankah dia sama saja seperti laki-laki mesum?

Baiklah, dia akan memikirkan cara lain untuk menunjukkan afeksinya pada Sky tanpa terlihat seperti laki-laki mesum. Dan sepertinya dia punya waktu beberapa hari sampai Sky mau pulang ke rumah. Dan ya, dia tidak akan memberitahu hal ini pada siapun, sesuai dengan "ancaman" laki-laki itu tadi.

***

Peter berjalan mengendap memasuki sebuah bangunan tua. Dia tidak tau ini bangunan apa, tetapi tentu saja dia tidak akan membiarkan mahasiswanya itu melakukan tindakan nekad. Dia menjaga agar suara langkahnya tidak terdengar dan dia pun berhasil masuk ke dalam bangunan itu, mengendap mengikuti Rhino dan akhirnya dia bersembunyi saat dia melihat banyak orang di salah satu ruangan.

Peter mendekat dan mengintip melalui jendela dan dia tertegun saat melihat orang-orang itu, yang sepertinya adalah preman memukuli Rhino, tetapi mahasiswanya itu tidak melakukan perlawanan sedikit pun.

Peter mencoba menghitung jumlah preman yang ada di sana dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan. Jika dia membiarkan Rhino dipukuli, maka besar kemungkinannya mahasiswanya itu akan sekarat bahkan meninggal. Tetapi, jika dia masuk... sama saja bunuh diri karena dia tidak yakin dia bisa membantu.

Peter bergerak ke sudut lain. Sudut yang dia rasa aman dan dia pun menelepon 119 untuk meminta pertolongan. Tidak banyak berharap para polisi menangkap preman-preman itu, tetapi setidaknya preman-preman itu berhenti memukuli Rhino.

Peter menunggu di tempat persembunyiaannya dan benar saja, preman-preman itu langsung berlarian menyelamatkan diri saat mendengar sirine polisi. Banyak polisi yang berdatangan, tetapi tidak ada satupun preman di sana.

Peter kemudian keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri polisi, memberikan keterangan singkat sebelum dirinya dan Rhino dibawa ke kantor polisi untuk memberikan keterangan lebih lanjut.

Case 143 Where stories live. Discover now