CHAPTER 23

138 11 0
                                    

Selamat membaca! Semoga suka dan bermanfaat ♡

🍂

Sudah puas papa Eska menghabisinya. Menimbulkan beberapa bekas lebaman di bagian tangan dan wajahnya. Siapapun yang akan melihat, tidak akan percaya jika Eska mengatakan bahwa dirinya sedang baik-baik saja.


Tak berapa lama setelah itu, papa dan mama Eska memutuskan untuk kembali ke rumah sakit. Lagi dan lagi, hanya meninggalkan Eska seorang diri. Memeluk tubuh yang dirasa sudah tak sanggup untuk melanjutkan hari yang akan datang.


"Tuhan.... Bisakah luka ini hilang tanpa ada bekas?"ucapnya lirih, dengan air mata yang bahkan sudah tak bisa mengalir seperti biasanya.


Eska tak ingin terus-terusan berada di rumah, yang sebenarnya sangat tak pantas untuk disebutnya sebagai rumah. Ia memilih untuk keluar, berjalan di atas trotoar jalanan, yang dirinya sendiri tak tahu tujuan dari perjalanannya ini.


Dengan tenaga yang sudah tidak baik-baik saja, hati yang hancur bahkan tak tertata lagi bagaimana bentuknya, seketika Eska pingsan di tengah ramainya jalanan. Di atas trotoar, tanpa ada satupun yang mengenalinya


🍂


Dirinya berusaha dengan sekuat tenaga untuk membuka mata. Melihat siapa yang sudah berbaik hati untuk menolongnya. Atau dirinya masih berada di tempat yang sama, ketika ia berjalan dengan setengah kesadaran?


Berhasil membuka mata,Eska langsung melihat ruangan serba putih yang baunya sangat tak ia sukai. Obat. Ya, saat ini Eska berada di rumah sakit. Berusaha menguatkan dirinya sendiri untuk melihat sekeliling.

Saat ini ada seorang wanita yang sedang tertidur di atas kursi,dan meletakkan kepalanya di atas tempat tidur dengan bertumpuan tangannya sendiri. Baju gamisnya yang menjulur indah dan jilbab besar, membuat Eska seperti mengenali sosoknya.


Di sudut ruangan, ada seorang lelaki sedang tidur dengan sangat pulasnya. Dan betapa kagetnya Eska ketika menyadari bahwa lelaki tersebut adalah Samudra. Mengapa bisa dia ada di tempat ini? Apa Samudra yang sudah menolongnya?

Eska penasaran dengan apa yang terjadi. Ingin sekali rasanya membanguni seorang wanita yang tidur di sampingnya, tapi rasanya sangat tidak baik. Seolah ada ikatan batin, wanita yang sedari tadi tidur di samping Eska terbangun. Dan benar saja dugan Eska, ia pasti mengenali wanita tersebut.

"Kak Ahla?"tanya Eska ketika Ahla membenarkan posisi duduknya, dan merapikan hijabnya yang sedikit berantakan.

"Shafiyah?" panggilnya dengan sangat lembut.

"Gimana, dik? Kamu udah mendingan?" bukannya menjelaskan, Ahla malah menanyakan kabar Eska, yang hanya dirinya sendiri memanggil Eska dengan nama Shafiyah. Dan sebenarnya dia sendiri sudah tau, kondisi Eska seperti apa.

"Udah mendingan, kok kak" tentu saja kalimat itu yang Eska ucapkan, dengan senyuman manis yang selalu ia pancarkan. Padahal, tak pernah ada kebahagiaan di setiap senyuman yang ia berikan.

Seolah mengerti maksud dari senyuman Eska, Ahla hanya membalasnya dengan senyuman manis pula.

"Alhamdulillah kalau gitu" balasnya.

Sebenarnya Ahla ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Eska. Bekas lebaman masih sangat jelas di tangan dan wajahnya. Ia sangat tau, kalau ini tidak mungkin karena bekas dari jatuh. Ini seperti bekas dari pukulan.

"Tapi siapa yang melakukannya?Apa mungkin orang tua Shafiyah"batinnya dalam hati.

"Oh ya kak. Eska mau nanya dong, laki-laki itu kok bisa ada di sini ya kak?"tanya Eska sambil mengarahkan pandangannya ke laki-laki yang ia maksud.

"Ooohh.. Samudra?" tanya Ahla, dan membuat Eska sedikit terkejut. Sejak kapan kak Ahla mengenali Samudra?

"Lah. Kakak kenal, sama Samudra?" tanya Eska dengan suaranya yang sedikit kuat, dan menyebabkan si pemilik nama terbangun.

"Ya kenal lah, Shafiyah. Samudra itu adik sepupu kakak. Mereka pindah dari Bogor, waktu Samudra mau masuk SMA. Karena Samudra dapet beasiswa dari SMP nya yang dulu. Dan karena mau nyari suasana baru, sekalian deh orang tuanya mutusin pindah aja kesini"jelas Ahla yang bahkan Eska sendiri tak bermaksud untuk meminta penjelasan tentang Samudra.

Sedangkan seseorang yang sejak beberapa menit lalu jadi bahan pembicaraan, hanya menjadi pendengar yang budiman. Setelah mengumpulkan semua nyawanya, Samudra bangit dari duduknya dan berjalan ke arah tempat tidur yang ditempati oleh Eska.

Menarik kursi sebagai tempatnya untuk duduk. Seperti ada kalimat serius yang ingin ia ucapkan. Dan ruangan seketika menjadi hening menunggu kalimat apa yang akan Samudra katakan.

"Apa yang sebenarnya terjadi sama kamu, Eska?"

Bersambung
• • •
Jangan lupa vote dan comment, ya!

Aku Trauma [TAMAT] ✔Where stories live. Discover now