Pilih Kasih

205 37 0
                                    

Puk.....

Suara tepukan pundak membuat sang empu menoleh kearah pelaku. Sehun hanya diam menatap sang mama dengan raut wajah seolah bertanya. Seakan tahu dengan keadaan, Suzy duduk di sofa disebelah sang putra.

"Sehun, sebisa kamu harus memanfaatkan kekurangan Jisoo untuk meraih apa yang kamu inginkan."

Sehun mengernyitkan dahinya tanda ia tidak tahu maksud Suzy.

"Ternyata kamu tidak mengerti maksud mama ya, nak." Suzy tersenyum manis.

"Jadi, kamu harus mencari kelemahan Jisoo. Yah, apa yang dia tidak bisa kamu harus membantunya. Katakan saja kamu adalah orang yang bisa membantunya."

"Ma, aku tidak bisa melakukannya."

"Kamu bisa! Tapi dengan imbalan dia harus merelakan nilai sempurnya untukmu."

"Tapi bagaimana jika dia bisa mendapat nilai lebih tinggi pada pelajaran yang Sehun ajarkan, ma?"

"Sehun, seorang murid tidak akan mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari sang guru. Percaya itu."

Suzy beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Sehun sendirian. Laki-laki bertubuh tinggi itu termenung. Apakah dia harus menjadi sejahat itu kepada Jisoo demi mendapatkan beasiswa?

"Ah aku tidak peduli. Apa yang dikatakan mama memang benar adanya." Smirk Sehun.

***

Duk... Duk... Duk...

Suara Sehun sedang melakukan dribble bola. Jisoo mau tidak mau harus memperhatikan dengan seksama apa yang dicontohkan Sehun. Meski ia tahu, nilainya akan ia korbankan demi Sehun. Tapi setidaknya, gadis itu tahu tentang teknik-teknik bermain bola basket atau ada seseorang yang ahli untuk mengawasinya.

Sudah hampir satu jam Jisoo berlari kesana kemari sembari melakukan dribble dan mencoba memasukkan bola ke dalam ring. Sehun bisa melihat dengan jelas wajah Jisoo dipenuhi keringat sehingga membuat wajahnya sangat merah.

"Jis, udah sore. Kita lanjutkan besok saja."

Jisoo yang masih asyik dengan aktivitasnya langsung berhenti seketika. Ia melihat jam di pergelangan tangannya membuat gadis itu terkejut.

"Astaga! Aku lupa hari ini ada pre-test." Jisoo menepuk dahinya lalu melemparkan bola kearah Sehun sembari berlari.

Sementara itu, Sehun hanya menatap gadis cantik itu dan menggelengkan kepalanya.

.

.

.

Jisoo tengah berdiri di gerbang sekolahnya. Matanya menyusuri jalanan yang tampak senggang.

"Aduh, mama kemana?" Gadis cantik itu nampak sekali panik.

Tak mau ambil pusing, gadis itu langsung merogoh ponselnya. "Ma, Jisoo sudah menunggu di depan sekolah."

"Ah Jisoo, mama lupa memberitahu bahwa hari ini mama sangat sibuk." Ucap wanita paruh baya diseberang telepon.

"Baiklah. Jisoo akan menunggu pak Jung saja kalau begitu."

"Pak Jung mama minta untuk mengantarkan Lia."

Jisoo menghela napas pelan. "Kan bisa menunggu Jisoo terlebih dahulu." Ucap Jisoo sedikit marah dengan Irene.

"Terlalu lama jika harus menunggumu. Lagipula besok Lia akan mengikuti olimpiade jadi dia harus pergi ke tempat les terlebih dahulu."

Jisoo tersenyum getir mendengar perkataan Irene. Selalu saja Lia yang diutamakan dalam segala hal. Terlebih posisi Jisoo sebagai kakak yang membuatnya harus mengalah dengan sang adik.

"Kamu bisa naik bus atau taxi, jangan manja! Ingat ya, mama tidak mau kamu sampai terlambat ataupun membolos. Ya sudah mama tutup teleponnya."

Mata Jisoo sudah mulai berkaca-kaca. Gadis mungil itu berusaha untuk tidak mengeluarkan bulir-bulir kristal dari matanya. Perlakuan dari orang tuanya bukan satu maupun dua kali melainkan berkali-kali. Lia lah yang menjadi prioritas mereka dibandingkan Jisoo.

Coba saja jika Lia berada diposisi Jisoo, pasti Irene tidak akan membiarkan Lia untuk pergi ke tempat bimbel sendirian. Selama apapun urusan Lia, pasti Irene selalu meminta pak Jung, sang sopir, untuk menunggunya.

Tin...Tin...

Suara klakson motor membuyarkan lamunan gadis bermarga "Kim" itu.

"Kamu belum pulang?" Tanya laki-laki itu.

"Jika aku sudah pulang, buat apa masih berdiri disini." Ketus Jisoo

Sehun memutar bola matanya malas. "Sebentar lagi malam tiba. Ayo aku antar."

"Tidak usah."

"Oke, terserah. Tapi lihatlah disekeliling mu. Sangat sepi untuk gadis seperti mu."

Apa yang Sehun katakan ada benarnya. Sekolah sudah mulai sepi dan juga jika ia harus menunggu taxi atau bus yang lewat, ia akan terlambat.

"Ya sudah jika kamu memaksa." Ucap Jisoo yang langsung menaiki motor Sehun. Lagi, laki-laki mendengus kesal.

"Antarkan aku ke tempat bimbingan bahasa."

Perfectionist FamilyWhere stories live. Discover now