Nilai Sempurna

175 31 0
                                    

Hari ujian praktek tiba, Jisoo dengan mudahnya mendapat nilai bagus, yah, meskipun tidak sebagus Sehun. Meski begitu, Jisoo bersyukur. Dan juga ia tak lupa dengan perjanjian yang ia dan Sehun buat. Hal tersebut nampaknya berdampak besar bagi Jisoo karena namanya tepat berada dibawah Sehun. Jisoo meremas kertas hasil belajarnya.

"Terima kasih Jisoo." Sinis Sehun.



Irene menatap tajam Jisoo sementara Jisoo menunduk takut. Irene belum mengatakan apapun tapi bisa Jisoo lihat dari sorot matanya menandakan kemurkaan.

"hebat sekali kamu bisa kalah dengan Sehun." Suara Irene terdengar santai tapi Jisoo merinding melihatnya.

"Sudah dua kali hasil evalusi nilai bulanan kamu kalah dengan Sehun. Kamu tahu kan, nilai itu juga akan diakumulasikan dengan nilai pada semester akhir nanti?" Jisoo mengangguk.

"Mama tidak tahu apa yang ada dipikiranmu, Jisoo? Kamu lihat, kan? Keluarga kita selalu mendapat nilai dan predikat yang sempurna. Kita harus menjadi yang terbaik dari yang paling baik. Apa yang bisa kami harapkan padamu? Tidak ada. Nyatanya adikmu lah yang paling bisa kami banggakan."

Sementara itu,

"Bagus, sayang. Kali ini namamu kembali berada di posisi atas. Mama bangga padamu."

***

Seorang gadis berambut hitam panjang turun dari mobil dengan senyum mengembang menghiasi wajah cantiknya. Di ruang tamu, sudah ada Suho dan Irene yang menikmati waktu sore mereka di sofa empuk. Jisoo mengeluarkan sebuah amplop kepada orang tuanya.

"Bagaimana bisa kamu mendapat nilai A pada tes bahasa Inggris mu?"
Bentak Irene.

Jisoo terkejut bukan main dan senyum yang di wajahnya luntur seketika. Nilai A itu sudah sangat bagus tapi mengapa Irene memarahi Jisoo. Apa yang kurang?

"Mana A+?"

Deg... jantung Jisoo seakan berhenti berdetak. Apa yang Irene bilang? A+? Yang benar saja.

"Lia saja bisa mendapatkannya, mengapa kamu tidak?"

"Jisoo! Bisa tidak kamu mendapat nilai sempurna seperti adikmu?" Sahut Suho.

"Tapi nilai A itu sudah sangat bagus." Suara Jisoo bergetar.

"Apanya yang bagus? A+ itu baru bagus dan sempurna. Apa kamu tidak mengerti? Kamu membuat malu papa dan mama. Bagaimana bisa anak seorang profesor terkenal mendapat nilai seperti ini?" Suho mengangkat kertas penilaian.

"Kamu itu sebentar lagi mau kuliah di luar negeri dan bahasa Inggris mu harus sangatlah bagus."

"Cukup! Mama dan papa selalu saja memuji Lia dan merendahkan Jisoo. Apa yang Jisoo lakukan selalu salah dimata kalian. Sedangkan kesalahan yang Lia perbuat kalian selalu memakluminya. Ini sangat tidak adil bagiku."

Plak...

"Kamu yang sopan berbicara dengan orang tuamu, Jisoo!" Jisoo tertegun. Ia baru saja ditampar oleh Irene. 

Atmosfir rumah semakin tidak terkendali ketika Lia datang dengan membawa piala hasil kemenangan dari olimpiade yang diikuti.

"Ehemm. Hebat sekali anak kesayangan papa dan mama ini." Irene dan Suho memeluk Lia sementara Jisoo masih diposisi yang sama, mematung merasakan sakit pada pipi dan hatinya.

Lia yang tidak tahu apa-apa berlari kearah Jisoo. Jisoo pun mengacuhkan Lia dan membuang mukanya.

"Sekarang kamu masuk kamar. Nanti sore jangan lupa ada kursus." Jisoo beranjak dari tempatnya dan sempat melirik Lia.

"Kak." Lirih Lia yang tidak digubris oleh Jisoo. Munafik jika Jisoo tidak ada perasaan iri terhadap Lia.

Sesampainya dikamar, tangisan Jisoo semakin menjadi-jadi. Dia tidak tahu harus bercerita kepada siapa tapi dia juga tidak ingin menemui siapapun termasuk adiknya, Lia. Perasaan sakit hati masih Jisoo rasakan terhadap adiknya.

Sudah berapa jam Jisoo tertidur usai menangis. Tidur yang awalnya tenang kini terusik oleh kedatangan Irene.

Brak....

"Jisoo, bangun!" Sang gadis yang namanya terpanggil pun segera menegapkan badannya.

"Cepat mandi dan ayo berangkat. Mama tunggu dibawah."

Jisoo dengan lemas berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Hanya butuh waktu kurang dari lima belas menit, Jisoo sudah berada di mobil bersama mama dan adiknya.

Di mobil pun nampak sepi karena tak satupun dari mereka yang membuka pembicaraan. Lia melirik Jisoo disampingnya. Masih terlihat mata yang sembab akibat menangis. Lia semakin bersalah pada Jisoo. Tak seharusnya ia datang di saat waktu yang tidak tepat. Karena hal itu akan membuat rasa sakit di hati Jisoo semakin besar.

"Maafkan Lia, kak." Gumam Lia.

Perfectionist FamilyWhere stories live. Discover now