Cemburu

199 31 1
                                    

Lia dan Somi mengintip Jisoo dari kaca jendela kelas Jisoo. Mereka berdua tidak mempedulikan banyak siswa siswi yang berlalu lalang melihatnya aneh. Dari arah luar, Lia masih melihat dengan jelas mata Jisoo yang masih bengkak. Lia juga melihat bahwa kakaknya terlihat seperti patung yang tidak bergerak sama sekali.

"Lia, aku merasa kasihan dengan kak Jisoo." Ucap Somi sedih melihat kakak sahabatnya menjadi seperti itu. Selama Somi mengenal Jisoo, dia adalah seorang gadis cantik yang ceria. Jisoo selalu menampakkan senyum manisnya kapan pun Somi bertemu dengannya.

"Somi, aku yakin kak Jisoo sedang marah padaku. Aku bisa merasakan bagaimana dia mengacuhkan ku sejak kejadian itu." Ucap Lia berusaha untuk menahan tangisnya.

Somi mengelus punggung Lia. "Kamu yang sabar Lia. Mungkin kak Jisoo butuh waktu untuk sendiri. Kamu bisa menemuinya saat kondisi hatinya sudah membaik."

Somi tahu bahwa apa yang Jisoo alami adalah rasa cemburu dan iri terhadap saudaranya sendiri. Bagaimana tidak, perlakukan Irene dan Suho terhadap kedua anaknya bisa dikatakan tidak adil.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?"

"Biarkan dia menenangkan pikirannya."

"Ini sangat menyakitkan bagiku. Aku menyayangi kak Jisoo. Aku tidak ingin melihat kak Jisoo sedih." Tangis Lia pecah. Somi dengan sigap memeluk Lia.

"Kalian kenapa?" Ucap Sehun yang berada di belakang kedua gadis itu. Kedua mata Sehun mengarah pada Lia yang menangis tersedu-sedu.

"Lia? Mengapa menangis." Panik Sehun.

"Lia tidak apa, kak." Sahut Somi yang langsung menggandeng Lia untuk pergi.

Sehun juga beranjak dari tempatnya menuju ke dalam kelas. Akan tetapi, gadis yang duduk di depan itu mengalihkan atensi Sehun.

Teman sekaligus rivalnya itu tampak kacau, tidak seperti biasa. Pandangannya seakan kosong.

"Apa yang sedang terjadi? Aku jadi kasihan dengannya. Pasti sedang bertengkar dengan adiknya. Ish... buat apa memikirkannya." Sehun menggelengkan kepalanya dan berjalan melewati Jisoo yang tak bergeming.

Namun, entah kenapa Sehun masih memperhatikan Jisoo dari bangku belakangnya.

***

"KAK JISOO!" Teriak Lia disepanjang koridor. Sedangkan orang yang dipanggil segera membalikkan badan.

"Ada apa, Lia?" Jisoo tersenyum.

"Kak Jisoo tidak membenci Lia, kan?"

"Buat apa aku membenci mu. Maaf aku mengabaikanmu karena aku hanya butuh waktu untuk menenangkan diri." Jisoo mengelus rambut Lia.

"Kak, jangan mendiami ku." Lia memeluk Jisoo.

"Iya aku tidak akan." Jisoo membalas pelukkan Lia.

"Hari ini kakak ada bimbel, kan?"

"Iya ada."

"Ya udah ayo."

"Ayo?"

"Iya, kita pergi bersama." Senyum Lia mengembang menggandeng Jisoo.

"Kamu tidak dengar apa kata mama? Kamu harus berangkat ke tempat bimbel terlebih dahulu. Lagipula kakak ada tugas yang harus diselesaikan."

"Biar Lia menunggu kak Jisoo saja."

"Tidak, kamu berangkat saja dulu. Aku bisa naik bus nanti." Lia tidak menjawab dan hanya menatap sang kakak.

"Lia, dengarkan! Jika kamu menunggu kakak, kamu akan terlambat dan nanti mama akan marah."

Lia nampak berpikir. Jika dia tetap bersikeras menunggu Jisoo, tentu ia akan terlambat. Pastinya Irene akan marah dan menyalahkan Jisoo lagi. Lia tidak mau itu terjadi.

"Kalau begitu, lia pergi duluan. Kakak hati-hati di jalan."

Jisoo tersenyum mengangguk.

"Oh iya kak, ini." Lia memberikan uang sakunya pada Jisoo.

"Uang Lia buat kak Jisoo." Lanjutnya.

"Tidak usah, kamu simpan saja uangmu sendiri. Uang kakak masih banyak kok."

Setelah berpamitan, Lia segera pergi meninggalkan Jisoo.
.
.
.
Seperti biasa, Jisoo tengah menunggu bus di halte dekat sekolahannya. Namun, sudah lebih dari sepuluh menit yang ditunggu tak kunjung tiba. Bahkan taxi yang biasanya lewat pun juga tidak ada.

"Huft..." Jisoo mendengus kesal. Lalu, ia memutuskan untuk berjalan kaki yang siapa tahu bisa menemui kendaraan umum.

Saat sedang santainya berjalan tiba-tiba ia mendengar teriakan seseorang yang memanggil namanya.

"HEY, JISOO!"

Jisoo menoleh kearah laki-laki yang memanggilnya.

 "Taeyong?"

Perfectionist FamilyWhere stories live. Discover now