Firasat

434 66 5
                                    





Kemarin ku lihat awan membentuk wajahmu
Desau angin meniupkan namamu
Tubuhku terpaku
Semalam bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu
Aku pun sadari, ku segera berlari





Giana kini tengah duduk di sebuah kafe, menatap kepulan asap dari cokelat panas yang belum lama tiba. Belum lagi tangan kanannya yang memegang sendok untuk cheese cake favoritnya yang masih terasa enggan untuk dimakan. Entah kenapa suasana hatinya tiba-tiba memburuk saat mendengat lirik awal lagu yang kini tengah dimainkan seolah tengah menyindirnya. Sejujurnya sudah beberapa hari ini dia terus memikirkan laki-laki itu. Bahkan ingatan yang selama ini tidak diingatnya tiba-tiba muncul kembali. Seperti kemarin, ketika Jelita dan Jevan berdebat karena  Jevan tidak sengaja memakan habis stroberi miliknya secara tidak sengaja. Giana berkata jika ada seseorang yang akan merasa heran melihat mereka memperebutkan stroberi karena dia tidak menyukainya. Dan saat Jelita bertanya siapa yang tidak menyukai stroberi, Giana tersadar dan menjawab asal.

"Gi!"

Giana tersadar dari lamunannya saat Sonya menepuk pundaknya

"Jangan ngelamun" ujar Sonya lagi

Sebenarnya sore ini Giana tengah berkumpul bersama dengan teman-teman alumni SMAnya yang kebetulan satu kampus dengannya dan Sonya. Karena sifat social butterfly nya sangat tinggi, jadilah Sonya mengumpulkan mereka semua. Walaupun sejujurnya Giana hanya mengenali beberapa dari mereka saja.

"Aku keluar bentar ya, mau jalan-jalan" ujar Giana sembari menepuk pundak Sonya, yang dibalas anggukan oleh gadis itu.

"Jangan lama-lama!" teriak Sonya saat Giana sudah berjalan keluar.







Seperti apa yang dia katakan pada Sonya, Giana saat ini benar-benar tengah berjalan di sekitaran kafe yang ia datangi. Sebenarnya tidak ada pemandangan indah apapun di sana, hanya jika kamu menatap ke atas, terlihat langit yang berwarna oranye, tanda hari mulai menggelap. Selain dari itu, tidak ada pemandangan apapun di sana. Hanya deretan kafe dan toko yang sudah mulai menyalakan lampunya dengan pengunjung yang didominasi kaum muda di sana.

"Sekali ini aja, gue mohon"

Giana dengan tidak sengaja mendengar percakapan antara dua orang laki-laki yang berada di sebuah gang sempit disekitar tempat Giana berjalan. Karena Giana termasuk orang yang acuh, dia kembali berjalan tanpa memperdulikan dua orang itu.

"Gue nggak mau" ucap satu orang lainnya dengan nada yang begitu tenang.

Mendengar suara orang tersebut seketika membuat langkah Giana terhenti. Giana sedikit ragu, namun sepertinya dia mengenal suara itu. Dengan hati-hati dia berjalan kembali ke arah dua orang itu. Anggap saja Giana hanya memastikan sesuatu.

Giana menatap dua orang itu dari kejauhan. Di sana hanya ada satu lampu remang yang menyorot mereka berdua yang membuat Giana tidak bisa melihat wajah keduanya.

"Sok suci banget lo!" terlihat salah satu laki-laki itu tampak kesal namun satu orang lainnya terlihat begitu tenang.

"Terserah lo mau bilang gue apa" balasnya sembari berjalan pergi meninggalkan temannya itu

Giana yang mendapati laki-laki itu berjalan ke arahnya pun segera bersembunyi agar tidak dilihat olehnya. Setelah memastikan laki-laki itu pergi, Giana keluar dari persembunyiannya berniat untuk kembali ke kafe.


Prang

"NAJANDRA BRENGSEK!"

Giana terkejut mendengarnya. Apalagi dia mendengar nama yang sudah lama tidak dia dengar keluar dari mulut laki-laki itu. Karena itu pun, sepanjang dia berjalan sebuah pikiran gila itu muncul. Apakah Najandra selama ini tinggal di dekat sini? Atau mungkin bahkan dia ternyata satu kampus dengannya?












Unrequited loveWhere stories live. Discover now