Impian

369 64 1
                                    




















"Kamu laper nggak Gi?" tanya Alya saat Giana tengah membereskan mejanya yang berantakan.

"Boleh, tunggu aku beresin ini dulu ya?" ucap Giana yang dibalas anggukan oleh Alya

Giana dengan cepat membereskan beberapa kain, memasukkan jarum berukuran beda ke dalam tempatnya, bukan lagi tumpukkan kertas hasil coretannya. Setelah selesai, dia menghampiri Alya yang tengah berbincang dengan dua teman kelas mereka.

"Ada apa?" tanya Giana melihat Bella, salah satu teman kelasnya tengah menangis.

"Cowok yang disukainya punya pacar" ucap Alya sembari menunjukkan ponsel Bella yang menunjukkan story Instagram seorang laki-laki yang tengah memeluk perempuan yang memegang bunga di tangannya.

Giana mengangguk paham, kemudian dia menarik tangan Bella, "Ayo makan, menangis juga butuh tenaga" ucapnya

Dan di sinilah mereka berempat sekarang. Di meja mereka sudah ada empat porsi bakso dengan versi yang berbeda. Seperti Giana, baso dengan tambahan bihun dengan kuah yaang baru saja dia tambahkan dua sendok teh sambal, sedangkan Alya bakso dengan campuran mi dan bihun dengan kuah berwarna hitam karena terlalu banyak kecap, Donna yang memesan bakso tanpa kuah, ataupun Bella dengan bakso lengkap dengan kuah yang sangat merah akibat saos yang terlalu banyak.

"Kalo baksonya diliatin aja nggak bikin kenyang Bel" ucap Donna yang sepertinya sudah jengah dengan tingkah temannya gitu

"Tolongin Gi!" bisik Alya pada Giana

"Kenapa aku?" tanya Giana

"Kita udah nyerah soalnya" bisik Alya kembali

Giana menatap kedua gadis itu yang penuh dengan tatapan harap, yang membuat Giana menghembuskan napasnya.

"Sudah berapa lama kamu suka dia?" tanya Giana pada Bella

"Setahun lalu, saat awal masuk kampus" jelas Bella

"Kamu dekat sama dia?"

Bella menggeleng, "Aku selalu berusaha deketin dia. Tapi dia sama sekali nggak pernah menganggap aku"

"Berarti kamu udah sering bilang suka sama dia?"

Bella mengangguk, "Dan aku selalu ditolak" balasnya

"Terus dengan keadaan dia yang sekarang, apa kamu masih akan mengejar dia?" tanya Giana lagi yang membuat Bella hanya bisa terdiam

"Bagaimanapun kita harus realistis. Aku tahu itu menyakitkan, namun bahkan jika diteruskan bukankah itu lebih menyaakitkan? Ada yang pernah bilang kalau cinta itu bisa dikatakan sebuah timbal balik, harus ada pemberi dan penerima"

"Terus apa yang harus aku lakukan? Ngelupain dia? Aku belum sanggup"

"Kamu cukup membiasakan diri kamu. Menerima kenyataan juga nggak begitu buruk. Sampai akhirnya kamu bisa benar-benar lupa"

"Apa aku bisa?"

"Setidaknya itu lebih baik daripada bertindak menyakiti diri sendiri seperti apa yang kamu lakukan sekarang"

"Diri kamu lebih penting dari apapun" tambah Giana yang entah mengapa membuat hati Bella seperti tercubit.

"Kamu bener Gi" ucap Bella, kemudian dia mulai memakan bakso yang sedari tadi dia diamkan sembari menangis.

Sedangkan Alya dan Donna cukup takjub dengan apa yang mereka lihat sekarang.


















Giana membuka pintu kamar kosnya. Setelah meletakkan tas ke tempatnya, Giana berjalan ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Kalau mengingat tadi, bukankah lucu? Ya, anggap saja Giana gadis yang hanya pandai berbicara namun dirinya sendiri pun tidak bisa menerapkannya. Dibanding Bella, dia bahkan lebih buruk dari itu. Menyukai, namun tidak sanggup mengungkapkan sepertinya itu bisa dianggap tindakan pengecut?

Unrequited loveWhere stories live. Discover now