Chapter 02

399 53 10
                                    

Siapa yang tidak senang mendapatkan tiket pesawat dan penginapan mewah di Jeju gratis? Jawabannya adalah ... Aku.

Meskipun Jeju adalah destinasi wisata favorit yang tak gentar dipromosikan oleh Kementerian Pariwisata negaraku, aku benar-benar tak peduli. Untuk orang-orang, berlibur ke Jeju menjadi tak terlupakan karena pemandangan yang menakjubkan dan pengalaman yang tak bisa mereka dapatkan di tempat lain. Mungkin, perjalananku kali ini memenuhi kedua poin di atas, khususnya poin nomor dua. Kapan lagi aku punya pengalaman menjadi 'spy.'

Jangan berpikir terlalu jauh ketika mendengar kata itu! Aku bukan agen rahasia dari NIS–National Intelligence Service– apalagi CIA–Central Intelligence Agency. Code name seperti agen spy yang kalian lihat di series saja, aku tidak punya.

Eits, sepertinya ada satu kesamaan dengan agen-agen itu, kaca mata hitam yang kugunakan selama dua hari berkeliaran di pulau ini.

Hari pertama kuhabiskan dengan mengintai seorang pria dan wanita yang menghabiskan harinya di sebuah resort bintang lima, dekat kaki Hallasan. Sungguh nirfaedah karena keduanya menginap di kamar berbeda untuk menghadiri seminar tentang pembangunan yang sama sekali tidak kupahami. Tadi pagi pun, mereka tidak pergi ke taman hiburan atau pantai, tempat di mana pasangan berkencan. Mereka justru wisata kuliner di Pasar Tradisional Dongmun sebelum mengunjungi kuil kuno di Ara-dong.

Suka tidak suka, sekarang aku juga berada di kuil itu, Gwaneumsa. Suasana di sini masih asri dan tenang. Berulang kali kudengar cuitan burung meskipun sudah menuju siang. Pasalnya, kuil ini berada tepat di kaki Hallasan. Untuk sampai ke sini saja, membutuhkan waktu satu jam dari halte dan melalui hutan. Kalau membawa kendaraan, kudengar ada tempat parkir tak jauh dari kuil ini. Keputusan yang aneh dan buang-buang waktu, bukan?

Drt ... drt ... drt ....

Kuambil ponselku yang bergetar di saku celana. Kemungkinan orang yang menghubungi, kalau tidak ibuku, ya, bibiku. Tidak ada orang lain yang intens menghubungi seminggu ini selain keduanya.

Bibi Seohyung

Sangmin keponakanku, bagaimana hari ini?

Apakah kau mendapatkan informasi baru?

Jawabannya sudah pasti, tidak ada informasi yang Bibi tunggu-tunggu dan hari ini sangat melelahkan. Namun, tak mungkin aku mengirimkan pesan semacam itu kalau tak ingin ia membocorkan rahasiaku pada suaminya.

Sangmin

Mereka seperti rekan kerja yang sedang wisata kuliner pagi ini.

Sekarang, kami sedang ke kuil Gwaneumsa.

Bibi Seohyung

Untuk apa dia ke kuil?

Dia tidak terlihat akan berubah keyakinan atau kawin lari 'kan?

Entah apa yang dipikirkan bibiku. Padahal, kakak sepupuku ini rajin ke gereja setiap minggu. Meskipun, aku sendiri juga bertanya-tanya, bagaimana bisa hamba Tuhan yang taat ikut pergi ke kuil dan masuk dalam barisan peribadatan.

Drt ... drt ... drt ....

"Sangmin, apa kau ingin membuat bibi mati muda karena serangan jantung?"

Kurasa bibiku sudah cukup umur untuk tidak dikategorikan sebagai orang yang akan mati muda. Ya, sudahlah, bukan di situ poinnya.

"Tentu tidak, Keun-eomeoni*. Aku bisa share loc kalau tidak percaya. Jaehyun Hyung memang ke sini dengan rekan kerjanya. Mungkin ada tugas dari kantor."

"Tugas dari kantor apanya? Dia di bawah Direktorat Transportasi, bukan –Direktorat– Infrastruktur. Tidak ada hubungannya dengan pemugaran kuil, kalau itu maksudmu. Coba kau lihat lagi lebih dekat," amuk Bibi Seohyung. Kalau saja Bibi Seohyung bukan istri dari donatur biaya kuliahku selama hampir enam tahun ini. Mana mungkin aku menuruti permintaan gilanya.

The Summer EscapeWhere stories live. Discover now